Eps 43_ Badut

9 4 9
                                    

Walaupun bumi punya gaya gravitasi, tapi pada nyatanya aku tetap terjatuh dalam pesonamu.




Alhasil perut Dara berisi juga. Memang bukan seblak level empat seperti yang ia angan-angankan, tapi setidaknya Dara bisa meminum obatnya sehabis memakan roti dan buah potong lima ribuan yang dibelikan oleh Adriel. Tadi lelaki itu menawarkan berbagai jenis makanan, tapi Dara menolak.

"Makasih, El. Lo baik banget sama gue, jadi binggung harus balas kayak mana," kata Dara.

"Santai saja," balas Adriel. "Lo berlebihan," sambungnya.

Jam istirahat mereka habiskan di taman sekolah, tak begitu jauh dari lapangan basket yang tumben sepi. Di bawah pohon jambu biji ada kursi panjang yang terbuat dari kayu. Mereka duduk di sana sambil bercerita.

Hari ini matahari menyengat sampai ke kulit. Dari antara sisi dedaunan, Dara menelaah menyaksikan matahari mencoba menembus celah.

"Wajah Lo merah banget, Dar. Kita masuk saja, yuk. Di sini gerah juga," ucap Adriel setelah beberapa lama mereka dalam keheningan.

Sedari tadi Adriel terus memperhatikan Dara, lebih tepatnya ruam kulit wajah gadis itu yang semakin kentara. Adriel sudah sadar sejak awal mereka bertemu, tapi hari ini Dara nampak berbeda.

"Sudah biasa," balas Dara. "Cuma karena cahaya terang jadi kelihatan lebih merah. Itu gapapa," jelas Dara santai seolah memahami isi pikiran Adriel.

Meneguk kembali air, ekor matanya melirik Adriel. "Lihatnya jangan gitu!" celetuk Dara.

"Itu sakit, Dar?" tanya Adriel hati-hati. Jujur, ia tidak ingin menanyakan hal ini tapi menyaksikan Dara malah tertawa renyah seolah tak ada yang perlu dicemaskan, paku alam seakan-akan menusuk uluh hatinya.

"Gak sakit sama sekali," jawab Dara setelah puas tertawa. "Gak usah meringis gitu, sama sekali gak sakit. Memang seperti ini uniknya wajahku yang imut ini." Dara mencubit pipinya, menunjukkan bagian yang paling menyenangkan untuk dipamerkan.

"Jangan Dara!" Adriel menarik tangan gadis itu. "Makin merah gitu wajahnya."

"Maka dari itu, makin imut, kan?" Dara mengedip-ngedipkan matanya gemas. "Apalagi ada kupu-kupu di wajah aku. Daya tariknya semakin tinggi, beda dari yang lain."

Itulah keunikan seorang Dara. Ada kalanya Dara membenci dirinya sendiri, tapi sekarang ia jauh lebih baik menerima tulisan takdir Tuhan. Dara tak menganggap sakitnya sebuah malapetaka, malah ia senantiasa bercanda gurau setiap kali ada orang yang menanyakan ada apa dengan wajahnya.

"Sejak kecil gue menderita lupus seperti yang Lo lihat," ucap Dara tenang. "Salah satu gejalanya ruam di wajah dan sebenarnya masih ada banyak. Kadang sakit kalau lagi kambuh, tapi gak separah yang Lo pikirkan."

Adriel tak meminta, namun Dara bercerita. Gadis itu kelihatannya santai sementara Adriel takjub dengannya.

"Gue juga enjoy menjalani hidup. Toh, semua yang Tuhan kasih pada kita adalah titipan dan ya, semua yang ada pada gue titipan. Memang agak berbeda, tapi semua itu karena Tuhan percaya sama gue bisa menjaga dengan baik titipan ini."

Lantas Adriel harus mengatakan apa selain menepuk-nepuk kepala Dara pelan. Titipan katanya? Jika sesederhana sebuah titipan, maka Dara harusnya tak mengobati sakitnya itu, kan?

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang