Aku mencintaimu melalui segala ketidaktahuanmu terhadapku. Menyelipkan namamu pada sebuah angan-angan lalu tersenyum pada langit malam sebab mengizinkan aku bertemu denganmu.
_Dio_Dara berdiri di tempat yang sama, dengan perasaan yang sama juga. Kala kaki kecilnya baru menginjak dua langkah dari pintu masuk, ia berhenti. Seolah-olah ceritanya sudah selesai, tapi tidak untuk penantiannya.
"Pa--Papa...," katanya, tertahan dalam tenggorokan nyaris tak mampu keluar.
"Dara---"
"Tidak Dara." Mama Novi megambil bagian, jauh lebih unggul dari pria yang beberapa waktu lalu kembali datang menginjakkan kaki di rumah ini tanpa sepengetahuan Dara. "Kamu masuk kamar," titah Mama, berjalan tergopoh-gopoh menghampiri putrinya yang masih saja tak bergeming. Pandangannya lurus, jatuh pada pria yang juga menatapnya.
Nentra pria itu berkaca-kaca.
"Dara!" Wanita itu memegang bahu Dara, berdiri dihadapan gadis itu, menghalangi penglihatannya. "Masuk kamar, sekarang. Mama yang akan mengurus dia," katanya.
Dara tak bersua, ada tusukan dalam bentuk yang tidak bisa dijelaskan. Bahkan walaupun kini kedua orangtuanya punya jalan masing-masing, bukankah mereka pernah sejalan? Bukankah kehadiran Dara di dunia ini adalah bukti dari kisah yang pernah ada di antara mereka?
Sial, ternyata benar. Melihat orangtua kita berpisah tidak ada apa-apanya dibandingkan kenyataan bahwa alasan dibalik perpisahan mereka adalah cinta yang tak setara.
Kini mereka asing, seolah tak pernah ada, seolah tak pernah bersama.
Sungguh, bumi hanya tempat persinggahan, kan?
"Dara, putriku."
"Masuk kamar Dara!"
Dara tersentak kala Mamanya membentak keras. "Masuk ke kamar sekarang! Kamu dengar Mama? Masuk!"
"Ada apa denganmu?" Pria itu mendekati mereka. "Biarkan aku bertemu dengan anakku," katanya saat Mama Novi malah mendorong pria itu menjauh.
"Menjauh dari anakku!"
"Dara juga anakku, asal kau tau!"
Sekali lagi mereka bertengkar, saling beradu tentang anak yang hanya memukau dalam kesengsaraan. Jadi begini rasanya menyaksikan perdebatan orangtua tepat di depan mata? Jadi begini sakitnya melihat orangtua saling mengecam keras? Sial, Dara sudah dewasa, ia paham betul. Jika tadi ia masih seperti anak kecil yang polos, mungkin ia hanya akan menyaksikan tanpa memahami. Mengira bahwa perdebatan seperti ini hanyalah lelucon tak berarti. Sebab keesokan harinya, hidup akan terus berjalan.
"Kau tidak berhak melarangku bertemu dengan Dara!"
"Diam kau! Kau memang tidak berhak, Dara anakku, aku yang membesarkannya. Hak asuh jatuh padaku, kau kini tidak kami butuhkan lagi. Hiduplah dengan keluargamu itu, jangan ganggu kami. Apa kau tidak paham bahasa? Atau kau ingin aku menuntutmu?"
"Kau mungkin tidak tapi Dara iya! Dara butuh aku, aku adalah ayahnya. Selama ini aku sabar atas tindakan semena-menamu padaku. Hari ini aku tidak peduli lagi, aku akan memperjuangkan putriku, memperjuangkan anakku," bentak pria itu keras, ia mengunakan jari telunjuknya tepat didepan mata Mama Novi. Mungkin, kesabarannya sudah habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Roman pour AdolescentsDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...