Eps 37_ Hari Tanpa Dio

9 4 7
                                    

Aku tidak pernah menyesal telah dilahirkan. Aku hanya sedikit menyesal, mengapa aku harus berpikir tentang kematian ketika aku masih hidup.







"Kak Dio baik-baik aja, gak, ya." Dara mengeluarkan lendir dari hidungnya sementara jidatnya di kompres dengan bye-bye fiver. Sepulang dari pameran, Dara drop lagi. Ia tak mampu bangkit dari kasur, terbaring lemah seperti orang tak bertulang.

"Bukannya mikirin diri sendiri malah Kak Dio lagi," lafal Mira terheran-heran. "Makanya sejak awal gue ragu lo jalan sama Kak Dio. Lihat endingnya gimana? Kak Dio ninggalin Lo sendirian. Dasar laki-laki pengecut."

Cara pandang Dara dan Mira tentu berbeda. Semua yang sudah Dara ceritakan berhasil membuat Mira mencak-mencak geram. Sementara Dara? Sampai hidungnya berbuih pun, ia tidak menemukan kesalahan fatal seperti yang Mira katakan tentang Dio yang pergi meninggalkannya dan malah menyuruh Rio menjemput.

Bagi Dara, setiap orang pasti punya urusan mendadak dan itu wajar.

"Setidaknya ngomong dulu gitu sebelum pergi. Malah main tinggal aja," kata Mira, menyuapi Dara semangkok bubur panas. Dara menerima dengan malas-malasan. "Urusan sepenting apapun, bisa ngomong dulu, kan? Gak sampai 1 menit cuma mau bilang kalau ada urusan. Biar Lo gak nunggu dia dan langsung cari jalan pulang. Sesederhana itu dan Kak Dio gak bisa?" tanya Mira.

"Gue jadi ragu orang itu punya otak atau tidak," celetuk Mira panjang kali lebar.

"Lo juga! Harusnya Lo marah bukan malah sebaliknya. Kak Dio itu, dilihat dari sisi manapun serba salah. Masa nyuruh Kak Rio jemput Lo? Jahat banget, kan!"

Dara menggeleng tidak setuju. "Gak jahat," katanya.

"Astaga Dara?"

"Jahat darimana coba?" tanya Dara, menatap layar ponselnya, berharap pesan darinya segera dibalas. Dara sampai rela membuat akun Instagram baru demi mengirimi Dio chat. Walau, pesan itu mungkin berakhir di permintaan pesan pada akun Instagram sang pemilik. Sehingga, Dio harus menerima pesan baru bisa membalasnya.

"Kak Dio belum buka ponsel atau gimana, sih? Chat gue gak dibalas juga," kata Dara gundah. "Apa mungkin urusan pentingnya belum selesai? Tapi sudah jam segini, Kak Dio pasti kecapekan padahal Kak Dio lagi sakit." Dara menatap jam dinding.

"Kak Dio---"

"Berhenti nyebut nama Kak Dio lagi!" Teriak Mira keras, Mama yang kebetulan ingin masuk membawa segelas jus terkejut. Beruntung jus buah strawberry buatannya tidak jatuh.

"Bisa, gak, sekali saja Lo mikirin diri sendiri daripada Kak Dio?"

"Gak bisa," jawab Dara enteng. "Sangat tidak bisa."

"Dar, coba Lo pikir-pikir. Di sini Lo gundah gulana karena Kak Dio, sementara dia di sana mungkin lagi makan enak, ngobrol sama keluarganya atau mungkin jalan sama mantannya. Kak Dio ninggalin Lo gitu aja udah kelihatan kalau Lo gak prioritas!"

Dara memutar bola matanya malas. "Tapi gue khawatir sama Kak Dio. Perasaan gue gak enak," balas Dara tak mau kalah.

"Perasaan gue juga gak enak. Gak enak karena dulu malah dukung Lo sama Kak Dio. Sekarang Lo malah gila kayak gini!" pekik Mira sepuas hatinya meneriaki Dara.

"Lo mana paham," balas Dara, tak ingin berdebat. Dara mengambil alih bubur dari tangan Mira, menyuapi dirinya sendiri. Dara bersandar pada sisi tempat tidur, mengalihkan pandangan dari Mira.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang