Tahun semakin berlalu, bulan bahkan hari nyaris tak terasa telah kehilangan setiap momentnya. Sedangkan di sini, aku tetap berdiri. Memandang orang yang sama yang entah kapan dapat menjadi milikku.
Selesai berkutat dengan es krim dan Adriel si bule tampan, alhasil Dara bisa menikmati pemandangan asri di salah satu taman yang sering Dara kunjungi. Taman itu indah, ada danau dan beberapa pernak-perniknya--- berupa angsa dan bebek sedang berenang.
Pepohonan rindang, setiap sudut diisi oleh kursi-kursi putih klasik. Sementara setiap jalan pasti ada orang, entah itu bermain sepeda, jogging atau bahkan piknik bersama teman, keluarga bahkan pacar.
Sungguh pemandangan yang menjengkelkan. Jika bukan karena danau yang indah dan penjual gulali berbentuk love di sebrang jalan, tak akan Dara datang ke tempat ini.
"Kalau sudah begini, rasanya ingin membelah bumi," kata Dara mendengus, telentang di atas kursi dengan kedua tangan dibiarkan pada sisi kursi itu. Melihat sepasang kekasih bermesraan tak jauh dari tempatnya.
"Kak Azkia kayaknya kesal sama gue," celetuk Dara lagi. "Kenapa gak sejak dulu saja dia kesal? Kenapa setelah putus sama Kak Dio? Aneh."
Beruntung tidak ada yang melihat Dara berbicara seorang diri, jika tidak, habislah Dara dinilai sebagai orang gila. Bayangkan saja, suara gadis itu besar kali. Terdengar memaki.
"Apa jangan-jangan dia cemburu? Tapi--- masa cemburu sama gue, sih?" Dara garuk-garuk kepala. "Bentukan gue?" Bahkan Dara meragukan dirinya sendiri.
"Memang pepatah pernah mengatakan kita gak boleh jadi orang jahat yang merebut kebahagiaan perempuan lain. Tapi, gue bahkan gak bisa membuat Kak Dio berpaling ke gue walau hanya sedetik. Apa gue udah bisa disebut sebagai orang jahat?"
Tak mau menjadi gila di usia muda, Dara akhirnya beranjak pergi. Kali ini bukan langsung pulang melainkan ke toko alat musik. Masih jam setengah lima sore, Dara tak ingin menghabiskan waktu sendirian di rumah. Lagipula, Mama pasti masih bekerja.
Jarak taman ke tempat yang Dara ingin kunjungi tak begitu jauh, hanya sekitar lima menit dengan berjalan kaki. Kaki pendeknya melangkah santai, bersenandung bagai bocah yang ditinggal Ibunya. Bedanya, bocah itu nampak menikmati hari. Berusaha melupakan kegelisahan tadi.
Dara tak hati-hati, akibatnya ia menubruk seseorang didepannya yang kebetulan ingin keluar dari toko.
"Maaf, Kak." Dara menunduk 180 derajat, entah kenapa rasa-rasanya hidup Dara dihabiskan dengan menyenggol kehidupan orang lain.
"It's, oke." Orang itu tak begitu mempermasalahkan hal ini, ia bahkan langsung pergi tanpa menatap Dara sedikit pun. Sementara Dara, ia nampak tak asing dengan wajah itu. Rasa-rasanya seperti pernah bertemu. Tapi di mana?
"Dara?"
"Eh-- Kak Rio." Dara beralih, menemukan Rio menyapanya. Sahabat dari sang pujaan hatinya itu mungkin mempunyai tujuan yang sama atau mungkin sekadar lewat.
"Mau beli alat musik?" tanya Rio seolah tahu. "Ngomong-ngomong, selamat, ya untuk yang kemarin. Suara Lo bagus, gue gak nyangka."
Mendengar itu Dara senyum malu-malu, kedua tangannya bertaut seperti bocah ingin sesuatu. "Biasa saja, Kak. Jangan bilang kayak gitu," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Roman pour AdolescentsDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...