Barangkali aku akan menulis ribuan bait puisi cinta mengenai aku dan dia. Namun jika memang tak berpeluang, bisakah aku merasakan cinta kembali-- dengan orang yang bukan dirinya?
"Nebeng gue, boleh gak?"
Demi apa pun, Dio yang baru saja sampai di kelas setelah seharian penuh menghabiskan waktu di lab hanya bisa menoleh ke sumber suara. Mendapati Rio menatapnya penuh harap. Entah apa yang kini lelaki itu rencanakan.
"Sudah lama juga gue gak ke rumah Lo, hehe."
"Lo gak bawa motor?" tanya Dio sambil melepas jas labnya adapun Rio menggeleng sebagai jawaban tidak. "Tumben," kata Dio.
"Sengaja, memang gue mau ke rumah Lo," celetuk Rio terlampau jujur.
Dio mendengus, barangkali hatinya diberi kelapangan menghadapi Rio. "Berarti bukan nebeng namanya."
"Iya-iya. Berkunjung!" Rio memperbaiki makna kalimatnya.
Kelas sudah mulai sepi, tinggal beberapa siswa termasuk Dio dan Ario. Menyusun buku-buku ke dalam tas dan kemudian hendak pulang.
Seharusnya demikian, tapi ada saja hambatan. Gadis berkacamata kotak dengan tas ransel di punggung menghampiri mereka, lebih tepatnya Dio.
"Ekor Lo tadi ke sini," katanya lantang.
Dio dan Ario seketika saling memandang. "Ekor?" Keduanya berucap bersamaan.
Gadis itu lantas tertawa terbahak-bahak. "Maksudnya si Dara," katanya. "Dara, kan namanya? Adek kelas yang suka banget sama Lo itu." Lalu bertanya meminta keterangan. Dio dan Rio hanya saling memandang.
"Tadi dia nyari Lo, ngintip dari jendela sambil bawa buku, lucu banget tingkahnya," gadis itu terkekeh membayangkan tingkah Dara tadi.
"Terus?" Bukan Dio melainkan Rio yang bertanya.
Mengangkat bahu, gadis itu menoleh ke arah Dio. "Dia nanya Dio dimana, terus gue bilang ada di lab. Memang dia gak ketemu sama Lo?" tanya gadis itu.
Hanya dengan begitu Dio membeku, sorot matanya tertuju pada Azkia yang kebetulan masih ada di kelas. Gadis itu mungkin mendengar perbincangan mereka, namun ia seolah abai dan langsung bersiap untuk pulang.
"Kalau gitu gue duluan, ya." Gadis itu pamit bersamaan suara tawa Ario membeludak.
"Si Dara betulan cinta mati," katanya. Dio tak menanggapi, ia berjalan keluar, membuat Rio tersentak dengan pergerakan tiba-tiba itu.
Entah apa yang kian berdiskusi dalam kepalanya, tapi yang jelas Dio menarik tangan Azkia yang masih sempat dikejarnya.
"Azkia."
Sang pemilik nama menoleh, mereka saling berhadapan. Ario yang tadi mengejar Dio berhenti di tempat, mengambil ancang-ancang menjauh tak ingin mengganggu.
Aura mencekik menyadarkan Rio bahwa lebih baik itu tidak ikut campur. Rio pun pergi meninggalkan keduanya.
"Lo bilang tidak ada yang datang," kata Dio to the point.
Azkia mendengus, memutar bola matanya. "Dia gak penting, kan?" tanyanya.
"Lo berbohong," balas Dio datar, penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Novela JuvenilDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...