Eps 56_ Panti Asuhan

9 5 8
                                    

Bentuk indah agar tak melukai hati orang lain adalah memilih untuk tetap sendiri, menyembuhkan luka sendiri.





"Azkia gimana? Sudah siuman belum?"

Masih baru di depan pintu, Dio menggeleng sebagai jawaban tidak atas pertanyaan sahabatnya, Rio. Berkali-kali Dio berusaha bersikap biasa saja pada Azkia agar gadis itu tak lagi berharap besar padanya. Namun semua nampaknya sia-sia karena Dio tak mampu melihat gadis itu kesusahan dan mau tak mau Dio turut andil lagi.

Seperti yang terjadi pagi ini. Azkia masuk sekolah dengan kondisinya yang jauh dari kata baik-baik saja. Alhasil, gadis itu pingsan dan Dio sudah jelas panik.

Rio menepuk-nepuk pundak Dio, mereka beriringan menuju kelas. "Kasian juga lama-lama sama Kia, kayaknya dia terpukul banget sampai sakit kayak gitu," ucap Rio membuka topik pembicaraan.

Dio tak begitu menanggapi, ia sibuk dengan ponselnya lalu ketika ia mengangkat kepala dan menatap lurus ke depan, seseorang tak begitu jauh dari tempatnya berdiri seketika mengukir senyum lelaki itu.

"Mending hari ini Lo antar Azkia balik ke rumah sakit, biar dia--- Lo mau kemana?" Tak butuh waktu sedetik bagi Rio mengubah kalimat pernyataan menjadi kalimat tanya.

"Woi!"

Sebagaimana Dio unggul lima langkah daripadanya yang tertinggal dibelakang, Rio akhirnya paham.

"Dulu aja menghindar kayak lihat setan, sekarang malah jadi magnet," kata Rio dalam hati, geleng-geleng kepala.

Dalam radius 50 meter, gadis pendek dengan potongan rambut barunya menyibukkan diri dengan sebuah buku paket tebal 500 halaman. Sibuk menghapal, terbukti dari mulutnya yang komat-kamit.

"Hai, Mbak Ojol." Berlagak sudah cukup dekat, Dio mengambil tempat di samping Dara. Sangat tiba-tiba sampai mulut gadis itu setengah terbuka.

"Kak Dio?" Dara meletakkan bukunya di atas rok. "Kakak ngapain di sini?"

"Ketemu Lo," jawab Dio enteng. "Rajin banget belajarnya," sambung Dio mengikuti gaya bicara Dara biasanya.

Gadis itu terkekeh, seperti biasa ia selalu lupa dengan rasa sakitnya. Padahal, tadi sempat mencak-mencak tak selera makan perihal Dio yang mengendong mantan kekasihnya dengan amat manis sampai-sampai Mira ikut kena imbasnya.

"Engak, kok. Cuma lagi menghapal rumus matematika, nanti jam terakhir mau ulangan harian. Semalam Dara sebenarnya sudah hapal, tapi lupa lagi sekarang. Maka dari itu, Dara mau hapal lagi sekarang mumpung ada waktu," jelas Dara tanpa diminta.

Dio mengangguk paham. "Materi yang mau diulang apa memangnya?"

"Matriks," jawab Dara tak kalah cepat.

"Itu mudah," ujar Dio sangat yakin.

"Bagi Kakak, kalau Dara enggak. Matriks itu pelajarannya ribet, banyak banget angkanya. Kalau salah satu, yang lain jadi salah," celetuk Dara mengomel, bibirnya yang sedikit pucat tampak sangat menggemaskan.

Dio berdehem sekali, mengambil alih buku paket matematika itu. "Mau gue ajarin teknik ngerjain soal, gak?" Dio menawari, jelas sudah Dara mengangguk antusias.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang