Eps 69_ Abadi dalam Kesakitan

8 2 10
                                    

Kau dan aku mungkin tak berakhir menjadi satu, tapi untuk semua itu, senang bisa bertemu denganmu.









"Senyum-senyum aja dari tadi gue perhatiin. Lagi chatan sama siapa?"

Alhasil wajah Dio kembali datar saat setelah ucapan Bian menyapa telinganya. Lelaki itu berdehem dingin, melirik Bian lalu pada makanan yang terhidang dihadapannya.

"Sama cewek Lo, ya?" Bian menerka-nerka sementara Navan menatap curiga. Ke-limanya sibuk dengan makanan sehat di piring masing-masing sampai pintu terbuka dan Rio hadir dari sana dengan tampang super lucu.

Lelaki itu tersenyum cerah. "Selamat pagi sahabat sekalian," katanya riang.

"Selamat pagi," jawab Zorry satu-satunya yang membalas sapaan itu.

"Gimana keadaan Lo?" tanya Rio mendekati brankar Dio di mana lelaki itu nampak tidak selera makan.

"Maaf kemarin gue gak bisa datang, banyak tugas. Tapi Lo tenang aja, gue udah buatin catatan khusus untuk Lo," celetuk Rio antusias yang hanya dibalas anggukan kecil dari Dio. Tumben Dio tidak berminat perihal tugas dan materi sekolah.

Lagi, Dio menatap layar ponselnya alih-alih menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut. Nampak mengetik dan amat serius.

"Muka Lo masih pucat aja gue lihat," ucap Rio menatap Dio lamat-lamat. "Seriusan bentukan kayak gini bisa pulang nanti sore?" Lalu meminta persetujuan dari yang lain.

Navan mengangkat bahu. "Dokter bilang gitu, tapi gue gak tahu."

"Paling kalau tidak memungkinkan ditunda jadi besok. Lihat aja, tuh, dari tadi bukannya makan malah senyum-senyum main hp," kata Bian menyindir.

"Makan woi!" seru Rio menarik ponsel Dio, tapi beruntung lelaki itu lebih lihai menahannya. Tidak merasa bersalah, ia kembali sibuk dengan ponselnya.

"Gimana mau pulih kalau Lo gak makan Cil," kata Rio ikut-ikutan memanggil Dio seperti yang lain.

"Iya, nanti."

"Sekarang," tukas Rio galak. "Kalau Lo gak sembuh, gimana bisa belajar Fisika sama si Dara."

Barulah Dio terdiam sejenak, ia berpaling ke Rio. "Gimana dia?" tanya Dio singkat.

"Dia siapa?"

"Dara."

Rio tergelak, menetralisir tawa mengejek. "Si Dara gak pernah kelihatan di sekolah sejak Lo sakit. Biasanya dia nyari-nyari gue kayak waktu itu, tapi sekarang engak. Padahal gue udah mati-matian menghindar, tapi memang tidak dibutuhkan lagi," celetuk Rio terkekeh.

Maka, otak lelaki itu mulai bertanya-tanya. Sorot matanya tak dapat dimengerti sampai tiba-tiba Dio memegang perut bagian kanannya, nyeri datang tanpa diduga menciptakan ketegangan dari mereka yang melihat hal itu.

"Lo gapapa?" Navan langsung berdiri, mendekati ranjang Dio sambil merangkul punggung lelaki itu.

"Dio...ada yang sakit? Kenapa?" Zorry pun tak jauh beda, ia panik sekali.

"Daf.. Daf, panggil Dokter buru!" seru Bian.

"Dio---"

Dio bisa melihat bagaimana ketulusan teman-temannya dari sorot matanya. Namun sejauh nasib sial yang bisa datang kapan saja, lelaki itu perlahan-lahan kehilangan kesadaran. Hingga, ia tidak tau apa yang terjadi setelahnya.


***

Hampir 15 menit Dara menelusuri setiap lorong rumah sakit, kini gadis itu mulai lelah. Matanya terpejam dengan posisi yang masih berdiri, sedari Dara mengembuskan napas berat.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang