Eps 54_ Meminta Maaf

14 3 8
                                    

Ada beberapa jenis cinta yang harus benar-benar diperjuangkan untuk bisa memperolehnya.




Jika menggambarkan wujud cinta maka versi Dara adalah merayakan baik buruknya rasa itu. Bagi Dara, bentuk cintanya pada Dio adalah bentuk paling indah yang pernah ia berikan pada seseorang yang tidak sedarah dan Dara, ia tidak pernah menyesal dengan versinya dalam mencintai seseorang.

Cinta yang mampu membuat Dara menulis ribuan bait puisi di pukul dua malam, terasa hangat meski tanpa raga dan demi apapun--Dara terkadang lupa bahwa ia jatuh cinta bukan bangun cinta.

Sesekali ia bertanya, 'Benarkah aku pantas dicintai?' sebab tak kunjung mendapatkan Dio yang begitu ia harapkan. Sial, ternyata walau tak kunjung mendarat, cinta itu masih tetap ada. Terbang seperti burung di udara, entah dibawa angin kemana.

"Dara..."

Sekejap Dara yang tadinya mengecap permen pemberian Adriel langsung gelagapan. Memasukkan permen itu ke dalam laci, berbalik badan, tersenyum mendapati Mama Novi menongol dari balik pintu.

"Ada yang datang, tuh."

"Siapa, Ma?"

"Kamu lihat sendiri, deh." Senyuman Mama Novi menimbulkan kecurigaan. Tepat pukul setengah delapan malam, Dara bangkit berdiri.

Dara Penasaran dan demi apapun, ia tidak menduga bahwa seseorang yang datang adalah Dio. Bentuk cinta yang tumbuh dalam jantungnya dan ia bahkan berdebar-debar sampai sekarang.

"Kak Dio!" Dara berlari kecil, menelusuri satu persatu anak tangga. Menghampiri Dio yang duduk tenang di sofa, Mama Novi pun ada di sana bersilah kaki. Senyumnya teduh sekali.

"Kakak ngapain ke sini?" tanya Dara basa-basi, padahal jauh di lubuk hatinya ia sangat senang. Nyaris lupa bahwa siang tadi Dio menghilang tanpa kabar.

Di hadapannya, sepasang mata menatapnya teduh. Entah apa yang pasti, lelaki itu tak bergeming dalam waktu yang lama.

"Kalian ngobrol dulu, ya. Mama tinggal." Seolah memahami, Mama Novi angkat kaki. Nampaknya, dua anak muda ini butuh bicara dan sebagai orangtua ia pasti memberi privasi.

"Kak Dio?"

"Lo boleh marah, Dar."

"Huh?"

"Gue lebih suka Lo marah daripada berekspektasi senang kayak gitu."

Senyum Dara pudar, sekarang ia memahami makna tatapan Dio padanya. Dara ragu-ragu mengambil tempat disebelah Dio. Ada sedikit jarak di sana.

"Gapapa, kok, Kak. Kakak pasti ada urusan mendadak, kan? Gapapa---"

"Bukan itu yang gue mau dengar."

Benar. Dio sungguh-sungguh. Ia lebih suka Dara marah atau bahkan mengumpat sumpah serapah padanya. Bukan Dara yang memberi maaf untuk kesalahan kedua. Bagaimana jika ada yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya? Akankah gadis itu tetap memahami?

Dara mengigit bibir, kenapa jadi canggung seperti ini? Dara benar-benar tak ingin marah dan lagi Dara tidak merasa Dio membuat kesalahan. Bagi Dara, selalu ada alasan dibalik setiap kejadian dan Dio pasti mengalami hal yang sama.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang