Dito memandang kesal ke arah gerbang sekolahnya yang sudah tertutup rapat. Walaupun dia biasa telat ke sekolah, namun berbeda dengan hari ini. Pagi tadi dia bangun lebih pagi dan berharap bisa mencontek tugas geografi dari teman sekelasnya. Namun, karena tadi harus menolong kakek-kakek yang menjadi korban tabrak lari, Dito harus kembali lagi terlambat untuk sampai di sekolah.
Oke, mungkin niat baiknya untuk berangkat pagi belum bisa terwujud hari ini. Dan, Dito akan kembali membolos saja. Karena jam pertama adalah pelajaran geografi dan Dito belum mengerjakan tugasnya, Dito tak mau dihukum.
Pemuda itu akhirnya memarkirkan motornya di parkiran yang berada di depan sekolah. Setelahnya, Dito berjalan menuju gerbang samping yang Dito ketahui pagarnya tak terlalu tinggi dan tak tajam. Dari sana, Dito bisa memanjat naik dan bisa sampai ke area sekolah dengan aman.
Tanpa perlu bersusah payah, Dito akhirnya lolos dari pagar pembatas. Dengan langkah santai, Dito berjalan menuju kamar mandi. Seperti yang dia rencanakan tadi, pemuda itu akan membolos dan kantin adalah tujuan yang tepat. Namun, sebelum itu, Dito akan mengganti pakaiannya menjadi pakaian olahraga untuk berkamuflase agar dia tak terciduk oleh guru piket yang sedang patroli. Tentu saja Dito membawa seragam olahraga karena jam ketiga nanti, kelasnya ada pelajaran olahraga.
"Mbak, nitip tas, ya," ujar Dito seraya meletakkan tas gendongnya di bawah meja yang berada di dapur kantin. Mbak Evi, penjaga kantin pun dengan senyum lebarnya membalas ucapan Dito.
"Bolos lagi?"
"Iya, Mbak. Belum ngerjain tugas," balasnya tanpa merasa berdosa. Tangannya membuka lemari pendingin dan mengambil satu botol air mineral dari sana.
"Pinter banget kamu pakai baju olahraga," komentar Mbak Evi yang tengah menggoreng sesuatu di dalam wajannya.
Dito tersenyum dan duduk di salah satu bangku yang berada di sana.
"Hari ini yang olahraga kelas berapa, Mbak?" tanya Dito. Dia berjaga-jaga jika sewaktu-waktu guru piket yang patroli menanyainya, dia bisa menjawab dengan baik.
"Kelas dua belas IPS tiga kayaknya, Mas," balas Mbak Evi.
"Oke, deh."
Setelahnya tak ada suara lagi. Kondisi kantin pun masih sangat sepi karena memang belum jamnya istirahat. Dito sendiri kini fokus dengan ponselnya yang menampilkan akun Instagram guru matematika barunya. Siapa lagi jika bukan Olivia.
"Gilak, emang bener-bener cantik nih Oliv," gumam Dito dengan senyum yang tak pernah luntur. Tangannya terus bergerak untuk menggulir layar ponselnya. Semua foto-foto yang Olivia posting di Instagram tak satu pun yang luput dari ketukan jari Dito. Ya, Dito menyukai semua foto yang Olivia posting.
"Wah, hebat banget nih adik kelas kita."
Dito menolehkan kepalanya, ponselnya juga dia masukkan kembali ke dalam saku. Matanya menatap gerombolan kakak kelasnya yang menuju ke arahnya. Mereka mengenakan seragam olahraga yang sama sepertinya. Terhitung ada empat orang di sana. Dan dua di antaranya adalah seseorang yang sering membuat masalah dengan Dito, yaitu Afi dan Fatih.
"Kenapa?" tanya Dito tak santai begitu Afi duduk di kursi di hadapannya. Matanya menatap tajam kakak kelasnya yang tengah tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Lo tuh nggak bosen jadi manusia sampah kayak gini? Inget, lo mau naik kelas dua belas, harusnya belajar, nggak usah sok-sokan bolos kayak gini!" ujar Afi yang sama sekali tak Dito sukai.
"Bukan urusan lo." Dito berkata tak acuh.
"Pecundang kayak lo seharusnya nggak sekolah di sini, Dit! Lo cuma jadi beban. Lo sampah masyarakat," timpal Fatih. Suara tawa ketiga temannya setelahnya menjadi iringan yang pas untuk membakar amarah Dito.

KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam, berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidu...