46. Perkara Mimpi

154 13 0
                                    

Olivia mengakhiri kelas dengan tugas yang pastinya langsung dikeluhkan oleh semua anak didiknya. Namun, perempuan itu tetap tersenyum manis kendati wajah-wajah lelah anak didiknya memenuhi isi ruang kelas.

“Baik, Anak-anak. Sampai jumpai di pertemuan selanjutnya, ya! Jangan lupa sama tugasnya!“ pesan Olivia setelah menata buku-buku pelajaran yang dia bawa.

“Baik, Bu Oliv!“ sahut seluruh murid serentak.

“Oh iya, nanti kalau Dito dateng, suruh ke perpustakaan nemuin saya, ya!“ katanya lagi. Perempuan itu kini menatap Raihan dan Ibnu yang duduk di bangku belakang.

Pada jam pertama ini Dito tak masuk ke kelas setelah pagi tadi dia meninggalkan rumahnya dengan merajuk. Olivia tak tahu pasti apa masalah kekasihnya itu, yang pasti Olivia akan memberi hukuman ke Dito karena lagi-lagi membolos pelajarannya.

“Oke, Bu Oliv!“ sahut Raihan memberikan jempolnya.

Kemudian, Olivia keluar dari ruang kelas itu. Tak butuh waktu lama, kondisi ruang kelas itu pun berubah ricuh. Mereka seakan terbebas dari jeruji besi. Banyak murid yang meninggalkan bangkunya untuk sekadar berjalan-jalan, keluar dari kelas atau berpindah duduk ke tempat lain. Begitu pun Raihan yang kini duduk di tempat Dito, mendekati Ibnu yang asyik dengan buku yang dia baca.

“Sok rajin banget belajar,” sindir Raihan meraih penghapus dia tas meja untuk dia tusuk-tusuk dengan pena yang sudah dia bawa. Kegiatannya ketika gabut melanda.

“Komik, nih! Buta mata lo?“ sinisnya menjatuhkan buku pelajaran ke atas meja yang sejak tadi dia gunakan untuk menutupi buku komik yang dia baca.

Melihat kelakuan sahabatnya itu, Raihan terkekeh geli. Ibnu memang tak pernah berubah sejak SMP.

“Sialan, lo. Eh, btw tadi Eca kesleo gara-gara lo dorong,” beritahunya yang membuat Ibnu menghentikan kegiatannya. Komik di tangannya dia tutup cepat untuk kemudian menatap Raihan dengan pandangan terkejut.

“Ngarang lo. Gue nggak dorong dia, kok,” katanya membela diri.

“Ya terserah lah apa namanya. Yang pasti tadi dia gue anterin ke UKS.“

“Ya bagus, deh. Tapi nggak apa-apa, kan?“ tanyanya lagi. Walaupun dia tak menyukai Eca, dia juga tak membencinya.

“Aman. Tapi lo kenapa harus sekeras itu sama Eca, sih, Nu? Kasihan tahu!“ Raihan terlihat sangat ingin tahu.

“Rebecca itu tipe cewek yang keras kepala, Han. Gue kerasin kayak gini aja dia nggak nyerah. Gimana kalau enggak? Bisa gila gue,” jelasnya seraya menatap Raihan putus asa.

“Lo nggak waras, deh, Nu. Eca tuh cantik banget, baik, ceria, kenapa coba lo nggak mau?“

“Bukan tipe gue,” katanya singkat. Pemuda itu kembali membuka komiknya yang langsung membuat Raihan berdecih.

“Oke. Kalau lo nggak mau Eca yang baik, semoga aja dapet kriminal!“ sumpah Raihan yang sama sekali tak ditanggapi oleh Ibnu.

“Han, Nu!“

Kedua pemuda itu menoleh ke arah luar ketika mendengar sebuah suara memanggil nama mereka. Sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah Dito yang baru datang. Pemuda dengan seragam acak-acakan itu masuk ke dalam kelas tanpa merasa berdosa sedikit pun. Lalu, dia mendudukkan dirinya di bangku Raihan yang kosong.

“Dari mana aja, Babi?“ tanya Raihan menyapa sinis Dito.

“Males gue ketemu Oliv, makanya bolos, deh,” jelasnya mengeluarkan ponsel dan berniat bermain game online.

“Kalian berantem?“ tanya Raihan kepo. Berbeda dengan Ibnu yang sama sekali terlihat tak tertarik dengan kisah asmara Dito dan gurunya tersebut.

“Enggak, sih. Cuma gue kesel aja,” balas Dito cuek.

“Ya tapi kenapa, bodoh? Masak tiba-tiba kesel, harusnya kan ada sebabnya,” tuntut Raihan lagi.

“Gue habis mimpi Oliv mesra-mesraan sama cowok lain.“

Baik Ibnu maupun Raihan kini menatap Dito dengan pandangan tak percaya. Ingin memaki Dito yang sangat kekanakan itu.

“Han, kayaknya kita salah pilih temen, deh,” kata Ibnu akhirnya membuka suara.

Raihan mengangguk mengiyakan setelahnya. “Emang bener-bener gila, Nu.“

“Hm, tadi Bu Oliv bilang kalau lo udah dateng, suruh nemuin Bi Oliv di perpus,” beri tahu Ibnu mengingat pesan Olivia sebelum pergi tadi.

“Nggak, males.“

“Profesional, Dito! Bu Oliv mau nemuin lo sebagai guru, bukan sebagai pacarnya. Lag—”

“Fine, gue ke sana sekarang!“

Dito tiba-tiba bangkit yang membuat ucapan Ibnu terpotong. Tanpa berkata apa-apa lagi, Dito meninggalkan kelas menuju perpustakaan. Koridor sangat sepi karena memang jam pelajaran masih berlangsung. Hanya kelasnya saja yang kini jam kosong.

Dito sampai di perpustakaan. Dia langsung menuju meja paling pojok yang biasa Olivia tempati ketika tak sedang mengajar. Kebetulan, perempuan itu tengah duduk seorang diri dengan laptop di hadapannya. Kondisi perpustakaan pun sangat sepi. Hanya ada Olivia dan penjaga perpustakaan yang duduk di dekat pintu masuk.

“Kamu cari aku?“

Dito bertanya kepada Olivia, kemudian duduk tepat di hadapan perempuan itu. Pemuda itu menumpukan tangannya di dagu, menatap Olivia yang kini mulai melepas kacamatanya.

“Tadi di jam saya kenapa kamu nggak masuk, Dito? Saya bisa bikin nilai kamu jadi rendah kalau kamu terus-terusan bolos kayak tadi,” ujar Olivia mengawali pembicaraan.

“Serius harus bicara formal kayak gini? Kita cuma berdua, Oliv.“

“Dito, saya serius! Yang sopan!“ tegur Olivia kesal karena Dito terus saja selengekan.

“Maafin saya, Bu Oliv. Tadi ada hal yang mengharuskan saya dateng telat,” ungkap Dito pada akhirnya. Dia mengalah dengan menuruti Olivia untuk berbicara formal.

“Terlambat, atau memang kamu sengaja bolos pelajaran saya?“ desak Olivia lagi.

“Bolos, Bu Oliv. Tapi saya nggak bisa bilang ke Bu Oliv apa alasannya,” kata Dito lagi.

“Ya udah, sekali ini saya maafkan. Nanti kamu tanya ke temen-temen kamu tugas yang saya berikan. Saya harap kamu nggak ngulangin kesalahan kayak tadi lagi,” pinta Olivia yang langsung Dito beri anggukan.

“Baik, Bu Oliv.“

Olivia dan Dito kini hanya diam sambil berpandangan. Keduanya tak ada yang berniat berbicara lagi. Beberapa saat kemudian, Olivia menghembuskan napas panjang lalu menggeser laptopnya ke samping, agar tak menghalanginya dan Dito.

“Jadi … kenapa tadi bolos? Ada yang mau diceritain sama aku enggak?“ Olivia kini bertanya sebagai kekasih Dito, bukan lagi sebagai gurunya.

“Kesel sama kamu,” ungkap Dito yang membuat Olivia bingung. Matanya menatap Dito heran. Setahunya, dia tak melakukan kesalahan apapun tadi pagi. Kenapa Dito kesal? Apa karena dia membangunkannya tadi dan membuatnya tidur di kolong ranjang?

“Kesel kenapa, Dito?“

“Aku tadi mimpi kamu lagi mesra-mesraan sama Irgi, aku kesel, Oliv!“

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang