19. Sahabat Sejati

196 12 0
                                    

"Han," panggil Ibnu menatap Raihan yang sejak tadi terus fokus ke layar ponselnya. Sudah bisa dipastikan mereka tengah bermain game online. Sudah setengah jam, sejak guru Sejarah mereka pergi dengan meninggalkan tugas.

"Hm," dehamnya singkat.

"Kata Nicho, Beni koma. Gara-gara kita semalem," ungkap Ibnu yang berhasil membuat Raihan mengalihkan pandangannya. Agak terkejut tentu saja, tak pernah menyangka tindakannya semalam membuat Beni harus koma.

"Ngaco lo! Mana mungkin," sangkal Raihan tak percaya.

"Mana ada gue bohong. Nicho yang bilang, pastinya terpercaya," kata Ibnu lagi.

"Udah, lah. Nggak usah dipikirin! Bukan gara-gara kita juga."

Raihan bersikap tak acuh, walaupun di dalam hatinya dia merasa sedikit takut.

"Ya udah. Pulang nggak lo?"

Ibnu yang sebelumnya sudah selesai berkemas-kemas bertanya Raihan. Tak ingin juga membahas masalah itu.

"Nanti, Nu. Nanggung," sahut Raihan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Mencoba fokus kendati sangat sulit setelah pikirannya bercabang karena berita yang Ibnu sampaikan.

"Ya udah, gue duluan!" pamit Ibnu lalu mengambil tasnya dan menyampirkannya di bahu.

"Dito udah pulang?" Raihan menatap Ibnu sekilas sebelum akhirnya kembali menatap layar ponsel.

"Udah, mau kencan sama Bu Oliv mungkin. Gue mau ke rumah sakit."

"Hati-hati, Nu! Nanti gue nyusul, deh," pesan Raihan perhatian.

"Yoi," balasnya singkat.

Setelahnya, Ibnu berjalan menjauh, keluar dari kelas untuk menuju parkiran mengambil motornya.

"Nu, Raihan mana?"

Langkah Ibnu terhenti ketika melihat Dito berdiri di bawah tangga, tepatnya di depan pintu toilet.

"Masih di kelas. Gue pikir lo udah pulang," ujar Ibnu menatap Dito yang terlihat berbunga-bunga.

"Belum. Ke kamar mandi dulu, terus nganterin Bu Oliv."

Setelah mengatakan hal itu, Dito menutup pintu kamar mandi. Menyisakan Ibnu yang tertawa kecil melihat kelakuan sahabatnya yang sangat absurd itu. Kemudian, pemuda itu melanjutkan langkahnya menuju parkiran, hanya untuk melihat Bastian dan kedua temannya menatapnya berdiri di area itu.

Merasa tak ada apa-apa, Ibnu terus melanjutkan langkahnya. Namun, suara Bastian membuatnya menoleh menatap ketiga pemuda lainnya.

"Temen lo, Raihan mana?" tanya Bastian.

"Dia udah pulang," ungkap Ibnu berbohong. Dia tahu sekarang, Bastian ke sekolahnya untuk mencari Raihan, yang mana bertanggung jawab atas Beni yang kini koma di rumah sakit. Mau bagaimanapun juga, kejadian semalam berawal dari dirinya yang membutuhkan uang. Jadi, dia harus melindungi Raihan yang sudah membantunya. Ibnu tak ingin menempatkan Raihan maupun Dito dalam masalah. Apalagi yang disebabkan olehnya.

"Tunjukin rumahnya!" titah Bastian tanpa bantahan. Ketiga pemuda itu menatapnya penuh dendam. Dan Ibnu tak mungkin melawan mereka bertiga, apalagi di area sekolah.

"Oke, gue tunjukin," putus Ibnu lalu berjalan mendahului mereka. Tujuannya adalah menggiring Bastian serta kawan-kawannya keluar dari area sekolahnya. Dia tak akan membiarkan Bastian membuat kekacauan di sekolahnya.

Mereka berempat akhirnya berjalan ke arah luar sekolah. Bastian yang merasa menang karena berhasil mengendalikan Ibnu tersenyum dalam diamnya. Mereka berempat tak luput dari perhatian pada penghuni sekolah yang masih tersisa. Banyak murid-murid yang memandangi mereka penuh tanda tanya.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang