38. Kehangatan

348 14 0
                                    

Olivia dan Dito duduk di ruang tamu, bersebelahan. Sementara Raihan dan Ibnu berdiri di hadapan mereka dengan tatapan penuh tuntutan dan rasa ingin tahu.

"Kenapa, sih?" tanya Dito menatap kedua sahabatnya.

"Jelasin!" perintah Ibnu selayaknya atasan yang memerintah bawahannya.

"Jelasin apaan? Gila ya lo?" Dito masih berusaha berkelit, padahal dia tahu bahwa kedua sahabat menanyakan tentang hubungannya dengan Olivia.

"Pelan-pelan! Gini tanyanya. Kakanda Dito, apakah Kakanda menjalin sebuah hubungan istimewa dengan Ananda Bu Olivia?" sahut Ibnu lalu bertanya dengan posisi tubuh merunduk, bersikap seolah-olah Dito dan Olivia adalah seorang bangsawan.

"Kalau pakai Adinda ya nggak usah pakai Bu lagi, bodoh!" koreksi Raihan menendang kaki Ibnu pelan.

"Ribet banget, sih? Emang kenapa kalau pacaran? Pasti iri!" simpul Dito tersenyum penuh kemenangan.

"Beneran udah pacaran?" Raihan bertanya antusias, menatap keduanya bergantian. Dan anggukan yang Olivia berikan membuat Raihan berteriak histeris dan memeluk Ibnu.

"Alhamdulilah," ucapnya bersyukur.

"Oh, pasangan baru." Ibnu mengangguk paham, menatap Dito dengan pandangan menggoda.

"Udah lah! Kalian pulang aja bisa nggak, sih?" usir Dito setelahnya.

"Jangan kayak gitu!" peringat Olivia merasa tak enak dengan Raihan dan Ibnu.

"Nggak apa-apa, Buk. Memang harus pulang kita, takut jadi obat nyamuk," sahut Ibnu yang turut diangguki oleh Raihan.

Tak lama kemudian, mereka pun berpamitan untuk pulang. Dan kini, tersisa Olivia dan Dito yang duduk bersebelahan di ruang tamu.

"Apa yang bakal kita lakuin setelah ini?" Olivia bertanya dengan kepala yang mendongak untuk menatap Dito.

"Terserah kamu, penginnya apa?" balas Dito kemudian.

"Pengin tidur," katanya lagi, dia merasa matanya sangat berat. Mungkin karena efek samping obat yang tadi dia minum.

"Ya udah, ayo tidur!" Dito bangkit, mengulurkan tangannya ke Olivia untuk membantu perempuan itu berdiri.

"Kamu jangan pulang, ya! Temenin aku dulu!" pinta Olivia begitu mereka mulai berjalan menuju kamarnya. Dito mengangguk sebagai jawaban, dengan tangan yang mengusap kepala Olivia penuh sayang.

Mendudukkan tubuhnya ke tepi kasur, Olivia menatap Dito yang masih berdiri di hadapannya. Kedua tangannya masih bertautan, Olivia seakan tahu Dito pergi jika dia melepas genggaman tangannya.

"Aku duduk di sofa, kamu tidur. Aku bisa khilaf kalau tidur sama kamu lagi," ungkap Dito penuh kelembutan. Sebagai pemuda normal, Dito merasa tak baik jika tidur di satu kasur bersama Olivia. Dia hanya ingin tetap menjaga batasan, mengantisipasi hal buruk yang mungkin saja akan terjadi.

"Ya udah, kamu bisa baca buku, atau nonton film di laptop aku. Tapi jangan pulang!" kata Olivia lagi. Dia mengerti keinginan Dito.

"Iya, udah. Kamu tidur!" perintahnya yang membuat Olivia berbaring dengan Dito yang membantu menyelimuti perempuan itu. Dia mengusap kepala Olivia pelan sebelum melangkah menjauh.

Olivia mengikuti pergerakan Dito. Pemuda itu duduk di sofa yang berada di kamarnya, dengan tangan yanga memilih beberapa novel romansa yang berapa tertumpuk di atas meja. Mengetahui Dito sudah mulai asyik sendiri dengan dunianya, Olivia tersenyum kemudian memejamkan matanya untuk tidur.

Membaca novel romansa ternyata tak buruk, terbukti dengan Dito yang menghabiskan waktu hampir satu jam untuk menyelesaikan separuh dari total halaman novel itu. Merasa lelah dan matanya pedas, Dito menutup novel yang dia baca, lalu menoleh untuk melihat keadaan Olivia.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang