35. Hilang Kabar

191 14 0
                                    

Sore tadi kedua orang tua Eca sudah kembali ke Indonesia. Untuk itu, Dito ditugaskan untuk mengantar sepupunya itu pulang. Setelahnya, Dito tak ada acara apapun karena malam sudah datang. Jadi, setelah mengantar Eca, dia langsung pulang ke apartemen. Hari ini hari Jumat, dan besok adalah hari libur—walaupun dua hari ini Dito sudah membolos sekolah karena sangat malas—, untuk itu Raihan dan Ibnu ingin menginap di tempat Dito hanya untuk sekadar bermain game.

Membuka pintu kamarnya, Dito sudah melihat Raihan dan Ibnu yang duduk di karpet dengan segala makanan ringan yang berserakan. Keduanya masih memakai seragam sekolah.

"Dih, mandi-mandi gitu lah, Nu, Han!" cibirnya melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul tujuh.

"Bentar lagi," balas Ibnu.

Dito yang mendudukkan tubuhnya di tepi kasur langsung melepas jaketnya, berbaring tengkurap di ranjang lalu membuka ponsel.

"Ada kabar apa di sekolah tadi?" tanya Dito membuka suara. Raihan yang fokus dengan game online di ponselnya terlihat tak peduli. Hanya Ibnu yang mendongak untuk merespon ucapan Dito.

"Sama aja, nggak ada yang menarik," balasnya yang dibalas anggukan oleh Dito.

"Bu Oliv gue gimana kabarnya? Tadi nanyain gue nggak?"

Sejak di perpustakaan waktu itu, Dito belum melihat Olivia lagi. Namun dia sering menanyakan kabar Olivia melalui teman-temannya seperti saat ini.

"Nggak ngajar tadi, Dit. Nggak tahu ke mana, kata guru piket nggak pamit. Kita belajar sendiri tadi," jelas Ibnu.

Gerakan Dito menggulir layar ponselnya terhenti mendengar penjelasan Ibnu, kepalanya mendongak menatap Ibnu ingin tahu.

"Kok bisa? Nggak biasanya loh Bu Oliv kayak gitu," ungkap Dito mengingat Olivia adalah orang yang sangat disiplin. Tidak masuk sekolah tanpa kabar sama sekali bukan gayanya.

"Kencan kali sama cowoknya," sahut Raihan meletakkan ponselnya di depannya, yang membuat Dito melayangkan tatapan membunuhnya.

"Sialan, lo!"

"Eh, iya. Waktu itu, pas di perpustakaan, Bu Oliv bilang apa, Dit?" tanya Ibnu mengingat tentang Olivia yang meminta dirinya untuk bertemu di perpustakaan.

"Ngasih buku buat Alana," katanya menjelaskan.

"Aneh banget, padahal ngasih tinggal ngasih, nggak perlu ketemuan di perpustakaan," komentar Raihan yang diangguki juga oleh Ibnu.

"Kayaknya nggak cuma mau ngasih buku, sih. Awalnya wajahnya enak-enak aja, tapi tahu gue bawa Eca, terus kayak bad mood gitu," jelas Dito mengingat Olivia beberapa hari yang lalu.

"Lah, gue pikir lo sendiri. Pantes aja Bu Oliv nggak bilang apa-apa," sahut Ibnu.

"Emang kenapa kalau gue bawa Eca?" tanya Dito menatap kedua temannya. Ponselnya kini dia letakkan di samping tubuhnya.

"Ya lo mikir lah, bodoh! Bu Oliv tahunya pasti Eca pacar lo, apalagi gosip yang kesebar di sekolah," jelas Raihan setelahnya.

"Terus?" Dito masih belum paham, dan hal itu mengundang Ibnu untuk melemparkan salah satu bantal sofa. Merasa kesal. Juga tak habis pikir kenapa Dito begitu bodoh.

"Gini deh, Dit! Kalau kalian mau bicara perasaan, pasti cuma berdua, kan? Nggak mungkin banget Bu Oliv bicara macem-macem waktu ada pacar lo!" kata Ibnu habis kesabaran.

"Oh, iya juga, ya." Dito manggut-manggut, akhirnya paham dengan maksud ucapan Raihan dan Dito.

"Lo belum cukup umur deh kayaknya, Dit. Kasihan Bu Oliv kalau harus pacaran sama remaja labil kayak lo," ujar Raihan.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang