57. Detektif Abal-abal

133 12 0
                                    

“Maaf, Bu Oliv!“

Olivia yang tengah membereskan barang-barangnya terkejut ketika Angga menyenggol bukunya sampai beberapa barangnya berjatuhan ke lantai. Pria itu berjongkok untuk membereskan barang-barang milik Olivia.

“Pak Angga. Tidak apa-apa,” balas Olivia menunjukkan keramahannya.

“Saya nggak fokus tadi, Bu. Se—loh, Bu Oliv lulusan SMA Glory juga, ya?“

Angga meletakkan barang-barang Olivia ke meja, tanpa sengaja matanya melihat sebuah kartu undangan reuni yang sangat familier baginya.

“Juga? Pak Angga juga lulusan SMA Glory? Tahun berapa, Pak?“ Kini Olivia terlihat antusias. Jika dilihat dari penampilannya, usia Angga tak terlihat jauh darinya. Namun, Olivia belum pernah melihat Angga sekali pun.

“Saya nggak sampai lulus di SMA Glory, Buk. Waktu kelas sebelas saya dapet beasiswa ke luar negeri,” jelas Angga setelahnya.

Mendengar itu, mata Olivia berbinar.

“Jangan-jangan Pak Angga anggota OSIS yang jadi perbincangan seangkatan saya, ya? Yang dapet tawaran main di klub bola Rusia?“ Olivia menebaknya.

Angga tertawa ketika melihat Olivia yang begitu antusias. Anggukan dia berikan yang membuat Olivia semakin mengembangkan senyum.

“Wah … saya ngefans banget sama Pak Angga. Kenapa saya bisa nggak ngenalin Pak Angga, sih? Sumpah, Pak … mukanya beda banget sama yang dulu.“

Olivia terus mengoceh saking senangnya. Benar, saat dia baru masuk ke Glory High School, pihak sekolah terus membanggakan satu murid yang mendapatkan kesempatan untuk bermain di klub bola Rusia. Dan kini, dia tak membayangkan bisa bertemu dengan Angga di sekolah ini. Yang paling membuatnya tak menyangka, Angga malah memilih menjadi guru olahraga alih-alih menjadi atlet.

“Bu Oliv bener-bener ngefans sama saya, ya? Bu Oliv ikut OSIS juga dulu?“ tanya Angga.

“Iya, Pak! Saya pikir Pak Angga jadi atlet, loh.“

Mendengar itu, Angga terkekeh. “Saya main bola cuma buat hobi, Bu. Nggak minat ikut timnas walaupun udah ditawarin beberapa kali.“

“Wah … Pak Angga hebat! Hebat dalam menyia-nyiakan bakat!“ kelakar Olivia memberi acungan jempol.

“Haha, Bu Oliv bisa aja. Btw, Bu Oliv mau langsung pulang, ya?“ Angga menghentikan tawanya, kini dia mengalihkan topik pembicaraan.

“Iya, Pak,” balasnya mengangguk.

“Gimana kalau Bu Oliv ikut saya makan siang? Saya mau ketemu temen-temen SMA, anak-anak OSIS angkatan saya. Bu Oliv pasti kenal, kan?“ tawar Angga yang membuat mata Olivia berbinar.

“Kak Melisa, Kak Januar, Kak Rindi? Mereka ikut nggak, Pak?“ Olivia mengabsen satu persatu senior yang akrab dengannya saat sekolah dulu.

“Rindi sama Januar ada, sih. Kalau Melisa saya kurang tahu,” terang Angga.

Olivia mengangguk mantap. Dia pun berdiri dari kursinya. “Ayo, Pak! Saya ikut! Lama banget saya nggak ketemu sama Kak Rindi sama Kak Januar.“

Angga mengembangkan senyumnya. Kemudian, mereka berdua bersama-sama keluar dari ruang guru.

***

“Lepas kenapa, sih?“

Sejak meninggalkan sekolah tadi, Eca yang kini dibonceng oleh Ibnu terus melingkarkan tangannya di perut pemuda itu. Ibnu kesal bukan main. Dia sudah menyuruh Eca untuk melepasnya, namun gadis itu membuat telinganya seakan tuli. Bahkan, gadis itu kini meletakkan dagunya di bahu Ibnu dengan mata yang terus menatap wajah Ibnu melalui kaca spion. Benar-benar membuat Ibnu risih.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang