49. Sisi Baik Dito

144 10 0
                                    

Dito memang nakal, sering mencari masalah dan suka seenaknya sendiri. Namun, dia juga tak suka melihat ketidakadilan di depan matanya. Dia tak suka jika seseorang merenggut hak orang lain. Bullying, contoh nyata perenggutan hak yang sering dijumpai di lingkungan sekolah.

Tentu saja Dito tak tinggal diam ketika melihat seorang gadis yang kini tengah terduduk ketakutan akibat tiga gadis lain yang sepertinya baru saja menyiramnya dengan air.

“Kalian gila, ya?“ Dito berteriak keras, menyebabkan empat gadis di sana menoleh ke arahnya. Sebelumnya, mereka tak menyadari kehadiran Dito ketika pintu rooftop terbuka.

“Lo nggak usah ikut campur!“ Salah satu gadis yang tadi melakukan perundungan berkata dengan sinis. Mendengar perkataannya, Dito tertawa sumbang.

“She-ni-na, gue punya rekaman lo nge-bully dia. Gue nggak bakal tinggal diem atas apa yang udah lo laluin,” ancam Dito mengeja nama yang tertera di badge nama gadis itu. Dito juga mengeluarkan ponselnya dari kantung celananya.

Dito tak sungguh-sungguh mengatakan hal itu. Ancaman itu hanyalah bualan belaka, dia sama sekali tak merekamnya, hanya ingin menakut-nakuti mereka agar segera pergi.

“Lo nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi!“ bentaknya marah. Berbeda dengannya yang tampak kesal, dua temannya yang lain malah merasa takut dengan ancaman Dito. Terbukti dari mereka yang kini sudah melepaskan rambut korban yang tadinya mereka jambak.

“Gue tahu! Lo milih pergi dari sini, apa gue sebarin video lo?“ ancam Dito lagi.

“Lo bakal nyesel karena udah ikut campur!“ kecam Shenina kemudian berjalan cepat untuk pergi dari tempat itu. Kedua temannya pun mengikutinya, yang langsung saja membuat Dito tersenyum sangat puas.

Setelahnya, Dito berjongkok di depan gadis yang masih menunduk ketakutan itu. Dito memegang bahunya yang bergetar karena menangis.

“Lo udah aman sekarang,” kata Dito lembut. Gadis itu kemudian mendongak untuk bisa menatap Dito. Dia terkejut mengetahui murid paling bandel di sekolah ini telah menolongnya.

“Ma—makasih,” ungkapnya terbata.

Dito mengulas senyumnya, mencoba membuat gadis itu tenang.

“Gue nggak ngelakuin apa-apa, lo nggak perlu bilang makasih, Monica,” sahutnya.

Lagi, gadis itu terkejut ketika mendengar Dito menyebut namanya.

“Kamu tahu nama aku?“

“Gue baca badge nama lo,” terang Dito.

“Ah, itu.“ Gadis bernama Monica itu mengangguk. Tangannya mencoba membersihkan tasnya dari sampah yang berserakan. Ternyata, tak hanya menyiramnya dengan air, anak-anak nakal itu juga menuangkan isi tempat sampah kepada Monica.

“Lo harus bersihin di toilet dulu sebelum pulang,” beri tahu Dito yang membuat Monica menatapnya lagi. Cukup lama gadis itu memperhatikan Dito yang telah menolongnya. Senyumnya pun terbit, kemudian dia bangkit.

“Makasih udah tolongin aku. Tapi aku takut buat ke toilet sendiri. Kemarin mereka ngunciin aku di toilet,” ungkapnya menunduk.

Mendengar ucapan gadis itu, Dito sedikit terkejut. Rupanya tak sekali ini gadis itu dirundung.

“Mereka sering nge-bully lo?“ tanyanya untuk memastikan.

Gadis itu memberikan anggukan, membuat Dito mengumpat di dalam hati.

“Ya udah, gue anterin lo,” katanya lalu bangkit.

Monica memunguti isi tasnya yang juga ikut berserakan di sana, setelahnya gadis itu bangkit dan berdiri. Dia lalu mengikuti Dito yang sudah berjalan meninggalkan rooftop.

“Kenapa mereka bisa kayak gitu ke lo?“

Setelah beberapa lama terdiam dalam perjalanan, Dito mengawali pembicaraan, bertanya tentang penyebab gadis itu dirundung oleh Shenina CS.

“Aku nggak tahu. Shenina suka banget bilang kalau aku godain pacarnya, padahal aku nggak tahu pacarnya siapa,” sahutnya memasang wajah sedih.

“Oh, masalah cowok.“ Dito berkata dalam hati. Memang, ya, masalah perempuan tak jauh-jauh dari itu.

“Emangnya lo lagi deket sama cowok?“ tanya Dito lagi.

“Enggak, aku nggak lagi deket sama siapa-siapa.“ Gadis itu menggeleng keras.

“Lo harus lawan mereka. Kalau enggak, lo bakal diinjak-injak terus,” nasihat Dito.

Kini, mereka sudah berada di depan toilet. Dito langsung menyuruh Monica untuk masuk dan membersihkan dirinya sendiri. Sementara itu, Dito memilih menunggu di luar sambil bermain ponsel.

Ah, Dito lupa. Tujuannya ke rooftop tadi untuk mencari Raihan. Namun, sahabatnya itu ternyata tak di sana. Dito menjadi bertanya-tanya tentang keberadaan sahabatnya itu.

“Kira-kira Rehan ke mana, ya? Telfon aja, deh. Nyusahin banget itu anak,” monolognya kemudian mencari kontak Raihan untuk dia telefon.

Bersamaan dengan dering pertama yang terdengar, Dito mendengar bunyi suara ponsel yang berasal dari toilet laki-laki. Dito merasa sangat tak asing dengan suara dering itu. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, akhirnya Dito mencari asal suara itu dengan memasuki toilet.

“Kok ditolak, sih, Rehan?“

Dito melihat ke ponselnya, yang panggilannya tak diangkat oleh Raihan. Kemudian ke arah bilik toilet di depannya, yang sebelumnya menjadi sumber suara yang dia dengar tadi.

“Han, lo di dalem?“

Dito mengetuk bilik toilet yang tertutup itu. Namun, tak ada balasan dari dalam. Beberapa kali Dito kembali memanggil, akhirnya pintu itu terbuka. Tak salah, Raihan memang berada di dalam sana. Pemuda itu berpenampilan acak-acakan. Bajunya kusut dan rambutnya seperti gembel.

“Lo ngapain, Han?“ tanya Dito sangat ingin tahu.

“Sialan, Dit! Gue keracunan ini,” katanya duduk di atas kloset yang tertutup. Tangannya mengusap perutnya dengan wajah meringis menahan sakit.

“Lah, kok bisa? Lo dari mana aja dari tadi?“ Dito mencoba menuntut jawaban dari Raihan.

“Gue dari tadi di sini, perut gue sakit banget,” keluhnya terengah-engah.

“Dari tadi jam terakhir? Gue pikir lo bolos.“

“Bolos mata lo! Ini semua gara-gara adik lo, tuh!“ kesalnya menendang lutut Dito yang berdiri di depannya.

“Adik gue? Eca? Kenapa tuh anak?“

Walaupun Raihan tampak menyedihkan, sebagai sahabat sejati Dito hanya bersikap santai. Bahkan, kini dia tersenyum sedikit mengejek setelah mendengar ucapan Raihan yang mengatakan bahwa ini semua karena Eca. Pasti ada hal konyol yang gadis itu lakukan yang menyebabkan Raihan jadi seperti ini.

“Tadi pagi dia bawain Ibnu nasi goreng, Dit. Lo udah bisa nebak, dia ditolak. Buat ngehibur Eca, gue makan nasi gorengnya. Lo tahu nggak, sih? Rasanya pedes banget, mau mati gue,” jelasnya yang memberi jawaban atas pertanyaan Dito.

“Ya kenapa lo terusin kalau pedes? Nyari penyakit, sih,” ejeknya.

“Memang temen sialan!“ Raihan bangkit, tak memedulikan Dito yang terus tertawa mengejeknya.

“Gue pulang, mau operasi usus,” lanjutnya yang semakin membuat Dito puas.

“Semoga diterima di sisi-Nya, Sahabatku!“

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang