Akibat hujan-hujanan tadi, dokter mengatakan bahwa Olivia menderita hipotermia ringan. Walaupun tubuhnya sudah tak sedingin tadi, wajah Olivia masih terlihat pucat pasi.
Sejak tadi pun, Dito masih bertahan di sebelah Olivia dengan tangan yang terus menggenggam tangan mantan kekasihnya itu. Sudah tiga jam Dito duduk di sana. Pakaiannya yang tadi basah kuyup pun sudah perlahan mengering.
Rasanya, dia sangat berat untuk meninggalkan Olivia. Dia tak lagi peduli dengan keadaannya kini yang juga sangat pusing. Dia hanya ingin ketika Olivia membuka mata nanti, dia adalah orang pertama yang dilihat perempuan itu.
“Kenapa harus bertindak bodoh kayak gini, sih, Liv? Ini bukan kamu banget,” omel Dito menatap dalam Olivia yang memejamkan matanya.
“Sumpah, kamu bikin aku pusing! Udah nyakitin aja masih bikin khawatir!“ katanya lagi.
Tiba-tiba, pintu ruang rawat Olivia terbuka. Dito menoleh, lalu mendapati Ibnu yang tengah melepas masker dan kacamata hitam yang dia gunakan.
“Pantes ditungguin di apartemen nggak dateng-dateng. Untung Raihan ngabarin,” celetuknya meletakkan paper bag di brangkar Olivia.
“Ganti dulu, gih! Udah gue bawain baju!“ sambungnya kemudian duduk di sofa.
“Pusing banget gue, Nu, laper,” keluhnya menatap sang sahabat.
“Lo mau makan apa? Gue cariin,” tawarnya bangkit dari duduknya.
“Terserah lah! Nasi goreng nggak apa-apa, gue ganti baju dulu.“
Setelahnya, Dito menyambar paper bag yang Ibnu bawa. Dia lantas memasuki toilet yang berada di dalam ruangan itu. Setelah beberapa saat di dalam, Dito keluar dengan pakaian yang sepenuhnya sudah berganti. Badannya sudah lebih hangat ketimbang tadi.
“Loh … Dokter Raisa?“
Dito menatap wanita berpakaian dokter yang tengah memeriksa Olivia. Dokter itu berbeda dengan dokter yang sebelumnya menangani Olivia. Dokter Raisa adalah dokter yang menangani Mamanya di rumah sakit jiwa. Tentu saja dia mengenalnya, dan Dito sangat bingung dengan kehadirannya di ruang rawat Olivia.
“Dito? Kok kamu di sini, sih? Olivia teman kamu?“ Dokter Raisa sama herannya. Dia mengulas senyum untuk Dito.
“Iya, Dok. Oliv temen saya,” katanya kemudian mengangguk.
“Olivia ini pasien saya, Dit. Makanya saya ke sini waktu tadi tahu dia masuk rumah sakit,” beri tahu Dokter Raisa yang semakin membuat Dito kebingungan. Apa maksudnya?
“Pasien? Maksud Dokter? Emangnya Oliv kenapa, Dok?“ Dito mendesak wanita itu.
“Kamu tahu saya nggak bisa ngasih tahu masalah pasien saya, kan?“ Raisa bertanya, yang membuat Dito mendesah kecewa. Lelaki itu berjalan mendekati Raisa dengan wajah memelas.
“Dokter kan tahu, saya temennya Oliv. Saya bukan orang lain, Dok,” bujuknya.
“Kamu bukan sekadar temennya, Dit. Kamu mantannya Olivia, kan?“
“Dokter tahu dari mana?“ Dito penasaran.
“Kamu ikut saya, yuk! Kita bicara di ruangan saya!“ ajak Raisa yang langsung mendapat anggukan dari Dito. Lelaki itu langsung mengekor di belakang Raisa yang keluar dari ruang rawat Olivia.
***
“Dit, dari mana lo?“
Dito yang berjalan di lorong rumah sakit ditepuk pundaknya oleh Ibnu. Lelaki itu datang dengan makanan yang Dito pesan.
“Dari ruangan dokter, Nu,” katanya memberi tahu.
Setelahnya, mereka memasuki ruang rawat Olivia bersama-sama. Ketika membuka pintu, Ibnu menatap bingung dengan pria asing yang tak dia kenal, berbeda dengan Dito yang melayangkan tatapan tak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...