21. Penyelesaian

194 14 0
                                    

Malam ini, bersama dengan Raihan dan Ibnu, Dito mengunjungi Beni di rumah sakit. Seperti informasi yang sudah Nicho sampaikan, Beni sudah bangun dari komanya tadi pagi. Kesempatan itu digunakan oleh mereka untuk meminta maaf.

Di ruang rawat Beni tak ada seorang pun, ketiganya langsung masuk begitu saja. Beni, yang sedang menyibukkan diri dengan bermain ponsel mendongak begitu tahu ada yang memasuki kamar rawatnya. Kerutan di dahinya menandakan dia tengah kebingungan karena datangnya Dito beserta Raihan dan Ibnu.

"Kalian ngapain?" tanya Beni.

Ibnu tersenyum, berbeda dengan Dito dan Raihan yang memasang wajah Datar. Ibnu, langsung duduk di kursi yang berada di samping ranjang Beni, sementara Dito dan Raihan memilih untuk berdiri di belakangnya.

"Kita ke sini mau minta maaf ke lo, Ben," ungkap Ibnu menyampaikan tujuan kedatangan mereka ke sini.

"Minta maaf buat apa?" beonya tak mengerti.

"Gara-gara gue, lo jadi harus masuk rumah sakit. Beberapa hari kemarin juga sempat koma," sambung Raihan kemudian.

"Kalian nggak perlu kayak gini, lah. Malem itu gue sama temen-temen gue juga salah. Hal kayak gini wajar, kan?" Beni tersenyum ramah, sama sekali tak menyalahkan ketiga orang itu atas insiden tak diharapkan yang telah menimpanya.

"Secara pribadi dan mewakili temen-temen gue, gue minta maaf ke lo, Beni. Gue tahu lo orang baik dan nggak bakal mempersalahkan hal yang udah terjadi. Tapi Bastian ... dia ngincer Raihan," sahut Dito menatap Beni yang tampak terkejut dengan ucapannya.

"Jadi, Bastian gangguin kalian?" tanyanya ingin tahu. Tak terlalu terkejut, nyatanya memang Bastian suka main hakim sendiri dan tak pandang bulu. Saat ini hanya Beni sahabat dekatnya, tak salah jika Bastian ingin membalas dendam atas apa yang telah menimpa Beni.

"Tiga hari yang lalu, kita sempet berantem sama Bastian," balas Dito.

"Gue bakal ngomong sama dia. Kalian nggak perlu khawatir." Beni berusaha menenangkan.

Ibnu tersenyum, ternyata tak sesulit itu untuk mendapatkan maaf dari Beni.

"Gimana keadaan lo?" tanya Ibnu kemudian, mengalihkan topik pembicaraan setelah dirasa urusan mereka sebelumnya sudah selesai.

"Udah baik, nggak ada yang serius," jawabnya tersenyum kecil.

Mereka melanjutkan obrolan ringan setelah itu. Sesekali bercanda untuk membahas hal random seputar sekolah masing-masing. Sampai pintu ruangan itu terbuka, membuat fokus mereka sepenuhnya ke arah seseorang yang  baru datang.

Bastian, pemuda yang melihat keberadaan Raihan dan kedua temannya terlihat tak suka. Matanya memancarkan kemarahan.

"Ngapain lo ke sini?" tanyanya menahan emosi. Tak ingin membuat keributan di kamar rawat sahabatnya.

"Bas, nggak perlu kayak gini! Mereka cuma dateng berkunjung!" tegur Beni mengantisipasi kemarahan Bastian.

"Tapi dia udah bikin lo masuk rumah sakit," ucapnya kesal.

"Mereka udah minta maaf. Udah, masalahnya selesai, Bas. Nggak perlu diperpanjang lagi," kelasnya yang membuat Bastian menatapnya tak percaya.

"Nggak bisa kayak gitu, dong! Mereka ha—"

"Bas!" Beni menatap Bastian penuh harapan agar pemuda itu tak memperpanjang masalah ini. Tatapan Beni pun membuat Bastian akhirnya luluh, dia mengalah untuk itu. Anggukan kecil dia berikan, lalu dengan kasar mendudukkan dirinya di sofa. Kemudian menunduk untuk memainkan ponselnya, meredam rasa kesalnya terhadap keputusan Beni.

"Sori, gue nggak sengaja malam itu," ucap Raihan duduk di sebelah Bastian. Pemuda itu mengulurkan tangannya ke arah Bastian yang tak memedulikannya. Namun, nyatanya tangan Raihan menghalangi arah pandang Bastian ke ponselnya, membuat Bastian mau tak mau harus menoleh dan membalas uluran tangan Raihan.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang