33. Cemburu Tanda .... (2)

196 11 0
                                    

Langsung saja, Eca melangkahkan kakinya menuju lantai dua. Tak perlu waktu lama bagi Eca untuk sampai di depan pintu kamar Ibnu. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu yang sedikit terbuka itu.

"Kak Dito," panggilnya sopan.

"Udah selesai?" Dito yang membuka pintu pun menatap Eca penuh tanda tanya. Jika dilihat dari wajah Eca yang penuh keringat, Dito yakin Eca sudah menyelesaikan makannya.

"Menurut Kakak?" tanyanya dengan wajah songong yang dia tunjukkan.

Dito mendengkus menyahutinya, lalu kembali memasuki kamar Ibnu untuk mengambil ponselnya yang berada di atas ranjang. Kesempatan itu digunakan oleh Eca untuk menengok ke dalam kamar, yang membuat dirinya bisa melihat Ibnu yang tengah membaca buku di atas ranjang.

"Gilak, ganteng banget kalau lagi serius kayak gitu," katanya dalam hati. Aura ketampanan Ibnu dapat Eca lihat dengan jelas sekarang.

"Lo mau minta apa lagi? Jangan sampai kalau udah di apartemen lo minta anter keluar." Dito yang sudah berbalik badan untuk menatap sepupunya itu. Tumbuh bersama sejak kecil membuat Dito hapal betul bagaimana sikap sepupunya itu. Dia tak akan membiarkan Dito menemukan ketenangannya. Pasti, ada cara yang dia lakukan untuk meminta Dito melakukan sesuatu. Pokoknya gadis itu banyak inginnya.

"Kalau mau es krim, boleh?" Eca meminta izin. Dengan senyum manis yang dia tunjukkan agar Dito mau menuruti keinginannya.

Mendengar itu, Dito mendengkus kesal. "Kalau gue bilang nggak boleh, lo pasti bakal ngerengek-rengek sampai gue bilang boleh, kan?" tebaknya sinis.

"Hehe, tahu aja," ujar Eca yang semakin membuat Dito melotot ke arahnya.

Bukannya takut, Eca malah tertawa kecil. Menurutnya, membuat Dito kesal sangat asyik. Sekesal-kesalnya Dito padanya, Eca yakin Dito akan selalu menuruti keinginannya. Karena Eca tahu, Dito menyayanginya. Mau bagaimanapun juga, sejak kecil mereka sudah terbiasa bersama.

"Udah, ah. Ayo pergi!" ajak Eca.

"Nu, gue balik, ya," pamit Dito menatap Ibnu yang tampak sibuk.

Mengalihkan pandangannya sekilas ke Dito, Ibnu pun bersuara, "ya, hati-hati, Dit!"

"Yoi."

Setelahnya, Dito berjalan mendahului Eca. Tersisa Eca yang masih memandang Ibnu penuh damba.

"Bye, Kak Ibnu!" katanya cepat yang hanya dibalas dengan anggukan singkat. Sontak hal itu pun membuatnya berbalik badan, mengejar Dito.

"Kak Ibnu udah punya pacar belum?" tanya Eca sembari melingkarkan tangannya pada lengan Dito. Pemuda itu yang sedikit tinggi dari Eca menunduk, menoleh ke arah sepupunya.

"Setahu gue nggak ada. Kenapa? Lo suka?"

"Suka. Ganteng banget soalnya. Cuek-cuek gemesin gitu, jadi sayang," ungkapnya dengan mata berbinar yang menurut Dito sangat berlebihan.

"Idih, ganteng juga gue!" katanya sombong, jari-jarinya dia gunakan untuk menyisir rambutnya ke belakang, membuat gerakan seperti seorang iklan shampo.

"Iya, sih. Tapi tetep, Kak Ibnu gemesin," pujinya lagi.

"Kebiasaan! Lo kalau lihat temen gue pasti bilang suka," cibirnya. Ketika SMP, sekolah mereka terpisah, Dito dulu sering membawa teman-temannya ke rumah. Dan Eca yang pembawaannya centil selalu berkata menyukai teman Dito.

"Tapi ini beda, Kak Dit! Bantuin, ya?" Eca menatap Dito penuh harap. Senyum lebarnya membuat Dito paham bahwa Eca akan kembali menyusahkannya.

"Nggak! Usaha sendiri kalau mau deketin cowok," tolak Dito lalu melepas paksa gandengan tangan Eca. Dia segera memasuki kedai untuk membayar makanan yang Eca makan.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang