Sejak sampai di kamar Dito setelah pulang sekolah tadi, ketiga pemuda yang masing-masing duduk di karpet di kamar Dito itu terus terdiam. Dito dan Raihan sama-sama saling bertatapan, sesekali mencuri pandang ke arah Ibnu yang sejak tadi fokus dengan ponselnya, tak seperti Ibnu yang biasanya. Tak hanya sampai di situ keanehan Ibnu, di sekolah tadi dia juga tak banyak bicara.
"Lo kenapa sih, Nu?"
Tak betah dengan keheningan yang sejak tadi menyelimuti mereka, akhirnya Dito membuka suara. Baik dirinya maupun Raihan kini menatap Ibnu penuh tanda tanya.
"Nggak apa-apa," balas Ibnu cuek. Hal itu membuat Dito dan Raihan kembali saling bertatapan. Mereka berdua sama-sama tak percaya dengan apa yang Ibnu ucapkan. Tingkah seharian ini sangat mencurigak dan terkesan menutupi sesuatu dari mereka.
"Cerita lah, Nu! Kita temenan udah lama ini," desak Raihan berusaha meyakinkan Ibnu untuk menceritakan masalahnya kepada mereka.
Akhirnya, Ibnu menghela napasnya kasar. Pemuda itu melepas ponsel yang sejak tadi dia genggam, meletakkannya di lantai dan menatap kedua sahabatnya dengan pandangan datar.
"Ayah gue kumat lagi jantungnya, harus segera dioperasi," ungkap Ibnu akhirnya menjelaskan sesuatu yang seharian tadi mengganggu pikirannya. Ibnu tak seperti Dito dan Raihan yang berasal dari keluarga menengah ke atas. Keluarga Ibnu termasuk dalam keluarga sederhana.
"Lo butuh uang berapa? Lo bisa pakai uang gur dulu," tawar Raihan bermaksud baik membantu Ibnu. Mereka sudah lama bersama, masalah Ibnu juga masalah bagi Dito dan Raihan.
"Nggak, gue nggak mau ngerepotin lo. Gue bakal usaha cari uang," tolak Ibnu halus. Kedua sahabatnya itu sudah sering membantunya dalam hal apapun. Dia tak ingin lebih banyak menyusahkan Dito dan Raihan.
"Nggak ngerepotin sama sekali, Han. Gini deh, kita pinjemin lo. Nanti, kalau lo ada uang lo bisa balikin ke kita," jelas Dito yang turut diangguki oleh Raihan. Ibnu menjadi salah satu temannya selain Raihan yang selalu ada untuknya. Sejak dia keluar dari rumah, Ibnu selalu menggantikan sosok orang tua yang selalu menasihatinya. Dito tak ingin melihat Ibnu terjebak di dalam kesusahan.
"Gue butuh delapan puluh juta," papar Ibnu. Raihan dan Dito saling pandangan setelahnya.
"Gue ada tiga lima," ujar Raihan.
"Di rekening gue ada tiga puluh," sahut Dito.
"Berarti kurang dua lima. Gue bakal coba minjem ke bokap," sambung Raihan lagi.
Mendengar itu, Ibnu menggeleng, tak setuju dengan usulan Raihan yang ingin meminjam uang kepada Papanya.
"Nggak, nggak enak gue kalau sampai Om tahu."
"Terus gimana, Nu? Masih kurang banyak," tanya Dito menatap Ibnu.
"Gue tadi ada info kalau Abimsa ngadain balap liar, taruhannya lumayan," ungkap Ibnu menyerahkan ponselnya. Abimsa sendiri adalah Anak Bima Sakti, sebutan untuk murid-murid yang bersekolah di SMA Bima Sakti. Sekolah Swasta bergensi lainnya selain SMA Virgo.
"Daftarnya dua setengah juta njir," heboh Dito ketika melihat obrolan Ibnu dengan salah satu murid SMA Bima Sakti di ponsel Ibnu. Raihan sendiri langsung merebut ponsel Ibnu dari tangan Dito, melihatnya sendiri.
"Nggak apa-apa. Gue modalin, Dito yang ikut balapan," sahut Raihan menatap Dito. Dito pun langsung mengangguk setuju, berbeda dengan Ibnu yang malah menatap keduanya dengan pandangan tak enak.
"Gue nggak enak sama lo pada. Ini masalah gu—"
"Lo bukan orang asing buat kita, Nu. Lagian gue udah lama banget nggak balapan," ungkap Dito memotong ucapan Ibnu. Ketiganya kemudian saling pandang, lalu tersenyum penuh arti. Raihan yang berada di antara kedua temannya pun merangkul bahu masing-masing di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...