“Kak Ibnu, serius nggak apa-apa nggak nyusulin Kak Dito?“
“Nggak apa-apa, Rebecca. Dito bakal ngabarin kalau ada apa-apa. Lo habisin makanannya, habis itu gue anter lo pulang,” balas Ibnu dengan tangan yang menggulung mi menggunakan garpu. Kemudian, gulungan mi itu dia arahkan ke Eca, berniat menyuapi gadis itu.
“Apaan, sih, Kak?“ Eca menatap Ibnu bingung.
“Gue mau suapin lo, lah. Apa lagi?“
“Kak Ibnu aneh, deh. Kayak orang pacaran aja pakai suap-suapan,” cibir Eca mengambil alih garpu yang berada di tangan Ibnu. Setelahnya, dia menikmati makanannya seorang diri.
Mendapat perlakuan seperti itu dari Eca, Ibnu terlihat tak terima. “Kok kayak? Emangnya kita nggak pacaran?“
“Hah? Kapan juga Kak Ibnu nembak aku? Nggak pernah, ya, Kak!“
“Jadi … selama ini kita apa, Rebecca? Nyebelin banget, sih?“ dengkus Ibnu merasa kesal. Bagaimana bisa mereka belum resmi berpacaran padahal Ibnu sudah memperlakukan Eca seperti ini?
“Ya enggak apa-apa, Kak Ibnu. Aku suka Kakak, Kakak suka aku. Kita jalan bareng, makan bareng, perhatian, cuma sebatas itu. Nggak pernah tuh Kak Ibnu minta aku buat jadi pacar,” terang Eca tak tampak merasa bersalah. Padahal, Ibnu melakukan itu semua karena merasa bahwa dia dan Eca sudah berpacaran. Namun, apa kata Eca tadi?
“Ya gue udah berlaku kayak gitu ke lo, artinya lo udah jadi pacar gue, Rebecca. Lo tahu gue nggak pernah perhatian sama cewek lain,” protes Ibnu lagi.
“Pernah, sama Kak Anggun!“
“Anggun pengecualian. Lo lihat sendiri, nggak cuma gue, Raihan sama Dito juga berlaku kayak gitu ke Anggun,” jelas Ibnu ingin Eca mengerti.
“Ya udah, Kak Ibnu maunya gimana?“
“Ya kita pacaran! Gitu aja nanya!“ ucapnnya sinis.
Melihat wajah kesal yang Ibnu tunjukkan, Eca tertawa. Gadis itu menumpukan kepalanya pada tangan, untuk kemudian memandangi Ibnu.
“Aku inget banget waktu Kak Ibnu jemput aku di bandara cuek banget, waktu Kak Ibnu nolak nasi goreng yang aku bawain, terus jahat sama aku, ngomong kasar sama banyak banget pokoknya kelakuan minusnya Kak Ibnu. Tapi, sekarang Kak Ibnu kiyowo banget, makin suka, deh,” gemasnya mencubit pipi Ibnu pelan.
“Itu masa lalu, Rebecca. Nggak usah lo bahas lagi! Gue malu banget dengan kenyataan sekarang kalau gue juga suka sama lo.“ Ibnu berkata terus terang. Tangannya memegang tangan Eca yang sebelumnya sibuk mencubitnya. Dia menatap gadis di hadapannya dengan lekat.
“Pacar aku menggemaskan banget,” puji Eca kemudian mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Membuka kamera, Eca merapatkan tubuhnya dengan Ibnu.
“Senyum, Kak!“ pinta Eca berpose dengan dua jadi tangan di samping pipinya.
“Malu, Rebecca. Gue nggak pernah foto!“ tolak Ibnu menghindari Eca.
“Ih, Kak Ibnu! Sekali aja! Katanya mau pacaran!“ bujuk Eca keras kepala. Walaupun Ibnu terus menjauhkan diri, Eca lebih gencar lagi merapatkan tubuhnya. Pada akhirnya pun, Eca lah yang menjadi pemenangnya setelah Ibnu tak lagi bergerak dan memilih pasrah dengan keinginannya.
“Senyum!“ titah Eca lagi ketika Ibnu hanya memasang wajah datar yang malah terkesan cemberut.
“Senyum, Kak Ibnu! Susah banget diatur!“ omel Eca saat Ibnu tak menuruti permintaannya.
“Udah, Rebecca. Senyum gue emang kayak gini!“
“Satu, dua, tiga!“
Ibnu pikir, Eca hanya akan mengambil satu gambar mereka. Namun, nyatanya setelah potretan pertama, Eca terus memaksanya melakukan pose yang berbeda-beda. Tak ada pilihan bagi Ibnu selain mengikuti gadis keras kepala itu.
Hingga seorang wanita mendekat ke arah mereka, kegiatan kedua orang itu terhenti. Akhirnya, Ibnu dapat bernapas dengan lega.
“Permisi, Kak!“ sapanya ramah. Wanita muda berpakaian elegan itu tersenyum ramah ke arah Eca dan Ibnu.
“Iya, Kak? Ada keperluan apa, ya?“ Eca menyahuti lebih dulu.
“Begini … perkenalkan, saya Indira, manager dari Agensi Model Sky. Ini kartu nama saya,” ujar wanita bernama Indira itu, seraya menyerahkan kartu namanya kepada Eca yang lebih dekat dengannya.
“Tante mau ngajak pacar saya jadi model?“ tanya Ibnu sengit. Dia sedikit posesif dengan Eca, terbukti dengan tangannya yang langsung merangkul bahu Eca erat. Tidak, dia tak akan membiarkan Eca menjadi model. Bagaimana bisa dia tahan jika kecantikan Eca dinikmati oleh banyak orang?
“Kak Ibnu! Kok Tante, sih?“ protes Eca.
“Bukan pacar Kakak, Kak. Tapi Kakak sendiri,” koreksi Indira.
“Beneran, Kak? Kakak mau rekrut Kak Ibnu jadi model?“ Eca bertanya antusias.
“Itu jika pacar Kakak mau,” balas Indira tersenyum ramah.
“Nggak mau!“ tekan Ibnu menolak.
“Mau, Kak!“ sahut Eca.
“Bisa dipikirkan dulu, ya, Kak. Kalau ada pertanyaan, bisa hubungin nomor saya!“ katanya memaklumi sikap kedua remaja itu.
“Okay, Kakak! Nanti aku telfon, ya!“ Eca mengacungkan ibu jarinya.
“Baik, saya permisi, Kak!“ pamitnya kemudian pergi.
Setelahnya, Ibnu menatap Eca tajam. Dia sangat tak terima dengan Eca yang seenaknya seperti tadi.
“Apa?“ Eca bertanya nyolot.
“Kok lo lebih galak? Korbannya kan gue, Rebecca!“ protes Ibnu.
“Korban apaan, sih? Ini kesempatan bagus, Kak Ibnu. Kapan lagi coba ada yang nawarin Kak Ibnu jadi model? Ketampanan Kak Ibnu nggak boleh disia-siakan.“
“Nggak minat, Rebecca. Udah, ayo pulang aja kita!“ ajak Ibnu menarik tangan gadis itu.
***
Jam istirahat. Jika biasanya kantin adalah tempat yang paling ramai dikunjungi. Kini, berpindah ke lorong panjang di depan aula. Tepatnya di depan mading yang terpasang di sana.
Mading itu dikelilingi oleh banyak siswa-siswi. Dito, Ibnu dan Raihan yang baru saja keluar dari kelas pun ikut tertarik.
“Ada gosip apa lagi, nih?“ celetuk Raihan melangkahkan kakinya mendahului kedua sahabatnya.
“Emang nggak pernah bisa anteng tuh anak,” ujar Dito yang diangguki oleh Ibnu. Keduanya lantas menyusul Raihan.
Tak mudah menerobos ke dalam kerumunan itu. Namun, dengan tubuhnya yang licin bak belut, Raihan berhasil membuka jalan untuk dirinya juga Dito dan Ibnu.
Ketika sudah sampai tepat di depan mading, ketiganya terkejut. Di sana, terdapat banyak foto yang menunjukkan Olivia dan Dito yang berada di depan unit apartemen. Tak salah lagi, itu adalah unit apartemen Dito.
Terlihat, Olivia masih memakai pakaiannya sebagai guru dan Dito masih memakai seragamnya yang dilapisi dengan jaket.
Dari foto-foto itu, terlihat Olivia dan Dito yang tengah berbicara dengan berhadapan, tertawa lepas, berjalan beriringan, bergandengan tangan, sampai Dito yang merangkul bahu Olivia posesif.
Tentu saja, hal itu menjadi heboh. Olivia yang notabenenya adalah guru paling favorit di sekolah, tiba-tiba tertangkap basah sedang berduaan dengan salah satu muridnya.
Di sekitarnya, Dito mendengar bisik-bisik tak mengenakkan tentang dirinya dan Olivia. Dito sama sekali tak terima, namun dia mencoba menahan emosinya.
Berpikir sejenak, Dito bisa menebak siapa dalang di balik kekacauan ini. Raihan dan Ibnu yang menyadari Dito sangat marah, hanya bisa menenangkan sahabatnya itu dengan menepuk bahunya.
“Tenang, Dito! Jangan emosi!“ pinta Ibnu halus. Tak ingin lebih mematik api emosi Dito.
“Cewek sialan!“ makinya kemudian berjalan menjauhi kerumunan itu. Hanya satu tujuannya saat ini, kelas Monica.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Storie d'amore𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...