66. Porsi Masalah Setiap Orang

127 8 0
                                    

Ibnu memarkirkan motornya di depan kedai. Menjelang Maghrib, dia baru pulang setelah menonton film bersama Anggun. Hujan masih turun walaupun tak sederas tadi. Tanpa jas hujan yang dia pakai, baju seragam yang Ibnu gunakan basah kuyup. Helm yang sebelumnya dia pakai dia lepas, setelahnya dia taruh di atas meja yang berada di depan kedai.

Baru saja ingin menaiki tangga menuju rumahnya, langkah Ibnu terhenti. Pemandangan di seberang jalan tiba-tiba menarik perhatiannya. Dua orang yang tak asing tengah berjalan dari kedai es krim di depan rumahnya menuju sebuah mobil yang terparkir di halaman kedai itu.

Tak salah, yang Ibnu lihat adalah Eca dan Raihan. Dapat dilihat oleh Ibnu, Raihan membawakan tas Eca sementara gadis itu berjalan di depannya mengenakan jaket yang Ibnu tahu adalah milik Raihan. Sahabatnya itu terlihat begitu perhatian kepada Eca, dengan melindungi Eca dari air hujan, membukakan pintu mobil, sampai tersenyum lembut kepada gadis itu.

Walaupun hujan tengah turun, namun Ibnu dapat dengan jelas melihat ekspresi keduanya. Entah mengapa, dia masih bertahan di posisinya seperti itu. Dia tak bergerak sedikit pun dan membiarkan tubuhnya terguyur air hujan sampai mobil milik Raihan berjalan pergi.

Setelah dia tak melihat mobil Raihan lagi, Ibnu melanjutkan langkahnya. Ada sesuatu di dalam dirinya yang merasa tak terima dengan pemandangan yang baru saja dia saksikan. Apa maksudnya tadi? Kenapa Eca bisa bersama dengan Raihan? Lalu, kenapa mereka tampak dekat? Juga, senyum yang Eca tunjukkan kepada Raihan tadi? Kenapa hal itu bisa mengganggunya?

"Ah, sialan! Kenapa kepikiran terus, sih?" gerutu Ibnu kesal sendiri. Dia sudah berada di dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan menetralkan tubuhnya dari air hujan.

Selama itu, pikirannya penuh dengan Eca dan Ibnu. Dia masih mencari jawaban mengapa dirinya masih terganggu dengan kedekatan keduanya. Apa mungkin dia menyukai Eca?

"Nggak mungkin. Lo suka sama Anggun, Ibnu! Nggak boleh kasih harapan ke Eca! Nggak boleh! Harus ngejauh!" ujarnya sendiri menyugesti.

Setelah mandi dan berganti pakaian, malam ini Ibnu akan ke apartemen Dito. Mereka bertiga sudah sepakat untuk mengerjakan tugas bersama. Tugas kelompok yang diberikan dua minggu yang lalu, mereka rencanakan dikerjakan malam ini. Semalam tepat sebelum dikumpulkan keesokan harinya. Karena tak yakin akan segera selesai, dia dan Raihan sudah bersiap-siap untuk menginap di sana.

Ibnu sudah berpamitan dengan Bunda dan Ayahnya. Karina, sang Bunda juga membawakan beberapa potong ayam goreng untuk Ibnu nikmati bersama teman-temannya. Ketika sudah sampai di apartemen Dito, Ibnu langsung masuk ke dalam kamar sahabatnya itu.

Di dalam, Raihan tengah berguling-guling di atas karpet. Beberapa buku yang berserakan juga menghiasi karpet di kamar Dito. Sementara dia duduk di tepi ranjang setelah meletakkan barang-barangnya, Dito datang membawa camilan juga beberapa botol minuman instan.

"Dit, gue harus gimana ini? Dia chat gue banyak banget. Lewat WA, Telegram, Line sampai DM Instragram. Ini udah gila banget."

Dito tertawa ketika Raihan terus mengeluh sambil menatapi layar ponselnya. Sementara itu, Ibnu hanya menatap Raihan aneh sekaligus penasaran.

"Kenapa, Dit? Han, ada masalah apa?" Ibnu tak bisa menahan rasa ingin tahunya.

"Dit! Jelasin, kek! Jangan ketawa terus!" rengek Raihan ketika Dito hanya tertawa keras, alih-alih menjawab pertanyaan Ibnu.

"Temen lo, tuh, Nu! Dikejar-kejar sama bencong!" beri tahu Dito tak bisa menghentikan tawanya.

"Hah? Apa lo kata, Dit? Serius? Kok bisa?"

Sudah bisa ditebak, respon yang Ibnu berikan sama seperti Dito tadi. Pemuda itu juga tertawa terbahak yang semakin membuat Raihan kesal.

"Lo pada temen laknat!" maki Raihan melemparkan ponselnya ke atas ranjang. Ibnu yang tengah duduk di sana pun memungutnya, dia membuka ponsel Raihan setelahnya.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang