Papa kamu lembur, Sayang. Tumben banget cari papa?
Pesan teks yang dikirim oleh Mamanya beberapa waktu yang lalu membuat dugaan Olivia semakin kuat, bahwa Papanya memang bermain api dengan wanita lain di belakang sang Mama. Ketika dia bertanya kepada sang Mama mengenai keberadaan sang Papa, Mamanya mengatakan bahwa Irfan tengah lembur. Namun, jelas-jelas kini Olivia melihat Irfan tengah makan malam dengan seorang wanita asing.
Dilihat dari interaksi mereka yang sesekali bertukar candaan, terlihat dari mereka yang tak jarang terlihat seperti menertawakan sesuatu, Olivia yakin bahwa keduanya tak tengah membicarakan tentang pekerjaan. Ditambah lagi, wanita itu tak seperti rekan kerja Papanya yang memakai jas formal seperti yang dia lihat pada rekan kerja Papanya yang lain.
Wanita asing itu terlihat memakai gaun, usianya dia taksir lebih muda dibandingkan Mama dan Papanya. Olivia bingung, haruskah dia mengatakan hal sebenarnya kepada sang Mama?
Dia ingin sekali mengatakan itu. Berarti kecurigaan Mamanya selama ini benar dan bukan tanpa alasan. Namun, jika dia mengatakan kepada sang Mama, dia tak siap melihat kedua orang tuanya bertengkar. Lagi.
Dia harus apa? Apa yang harus dia lakukan?
“Liv, kok lama?“
Olivia terkesiap. Perempuan itu menoleh ke arah Amanda yang tiba-tiba mendatangainya. Dia masih sama, masih bertahan di posisinya yang bersembunyi di balik pilar. Melihat kedatangan Amanda, Olivia gugup. Dia tak ingin Amanda tahu tentang Papanya yang tengah makan malam dengan wanita selain Mamanya.
“Ah, enggak, Man. Tadi balesin chat dari Mama dulu,” kata Olivia tak sepenuhnya berbohong. Dia memang bertukar pesan dengan Mamanya, kan?
“Ya udah, lo ke toilet aja. Biar gue yang pesen,” kata Amanda setelahnya. Olivia mengangguk, dia berjalan ke toilet untuk melanjutkan tujuannya yang tertunda.
Ketika Olivia dan Amanda selesai makan dan berniat pulang, Irfan dan wanita asing yang sebelumnya Olivia lihat masih berada di rumah makan itu. Beruntung, posisi duduk mereka cukup jauh dari rute yang Olivia dan Amanda lewati untuk keluar.
Alhasil, Olivia berhasil membawa Amanda untuk keluar dari rumah makan tanpa melihat keberadaan Papanya di sana. Keduanya tak mampir ke mana-mana setelah itu. Olivia meminta Amanda untuk mengantarnya ke apartemen tempat Dito tinggal.
Dia tak bisa berpikir mengenai langkah apa yang harus dia ambil sekarang. Dia butuh Dito untuk meringankan beban yang kini dia pikul.
Sesampainya di apartemen Dito yang kosong, Olivia langsung duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Jam masih menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, Olivia yakin bahwa Dito masih bersama keluarganya di rumah Eca. Atau paling tidak, Dito tengah dalam perjalanan untuk pulang. Dia akan menunggu Dito pulang tanpa mengganggu kekasihnya itu.
Di saat sendiri seperti ini, Olivia baru bisa mengeluarkan air matanyanya. Dia terlalu malu untuk menangis di hadapan Amanda. Dia tak ingin Amanda khawatir. Juga, dia ingin memastikan dulu kebenarannya. Walaupun apa yang dia lihat sudah cukup untuk membuktikan semuanya, Olivia masih berharap bahwa dugaannya salah.
Di tengah pikirannya yang kalut, Olivia teringat akan akun email Papanya yang tertaut juga di ponselnya. Tanpa perlu berpikir berulang kali, Olivia langsung membuka akun email sang Papa. Dia ingin melihat foto-foto yang mungkin Papanya cadangkan di sana.
Olivia masih sangat berharap dia tak menemukan apa-apa di tengah usahanya itu. Namun, harapan tinggal harapan ketika dia melihat sebuah foto yang menampilkan Papanya dan wanita asing tadi. Keduanya terlihat tengah berfoto di bibir pantai sedang berpelukan mesra. Melihat tanggal yang tertera di sana, Olivia menyadari bahwa foto itu diambil ketika Papanya pergi dinas ke luar kota.
Tangan Olivia gemetar. Ponsel di tangannya tiba-tiba terjatuh ke pangkuannya. Sekarang, tak ada lagi alasan bagi dirinya untuk tak meyakini dugaannya bahwa Papanya selingkuh. Tangisnya semakin pecah, tak ingin percaya dengan kenyataan ini.
Bagaimana bisa Papanya yang sejak kecil selalu dia bangga-banggakan melakukan hal seperti ini? Padahal, Irfan selalu mendidik Olivia agar tak bermain-main dengan perasaan seseorang, atau bahkan sampai menyakitinya. Namun, apa yang Papanya itu kini lakukan? Bukankah Papanya telah menyakiti perasaannya dan Mamanya?
“Kok Papa tega banget ngelakuin hal kayak gini, sih?“
***
“Om, Tante, aku izin ke kamar Eca, ya?“
Dito menyela obrolan keempat orang dewasa yang merupakan kedua orang tua Eca dan kedua orang tuanya. Kini, mereka tengah berada di ruang keluarga untuk mengobrol santai setelah makan malam tadi. Empat orang dewasa itu terus membicarakan masalah orang dewasa, sementara Alana tengah asyik sendiri dengan boneka barbienya. Dia bosan, tak bisa mengikuti obrolan mereka. Karenanya, dia ingin menyusul Eca yang tadi setelah makan langsung pamit ke kamar.
Setelah dipersilakan untuk menyusul Eca, Dito langsung bangkit dan berjalan menuju kamar adik sepupunya itu. Pemuda itu membuka kamar Eca tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, dia berencana untuk mengejutkan Eca. Namun, ketika sudah membuka pintu kamar gadis itu, Dito malah melihat Eca yang tengah menangis di tengah kasur.
Tisu yang Dito yakini bekas untuk menghapus air mata Eca juga berterbaran di sekeliling gadis itu, dari atas kasur sampai di lantai. Karena khawatir, Dito langsung berjalan cepat dan duduk di tepi kasur untuk menanyainya.
“Ca, kenapa?“
“Kak Dito! Minggir!“ usir Eca mendorong tubuh Dito sampai pemuda itu terjatuh ke lantai. Langsung saja, Eca mengambil ponselnya yang berada di atas kasur. Yang sebelumnya dia sandarkan di bantal dan ambruk karena Dito yang datang tiba-tiba.
“Kok main dorong-dorong aja?“ protes Dito tak terima. Dia menatap Eca penuh rasa heran. Gadis itu kini bahkan masih melajutkan tangisnya sambil menatap layar ponsel di tangannya.
“Kak, jangan berisik! Ini kenapa mereka bisa putus, sih?“ racau gadis itu mengambil selembar tisu lagi untuk menghapus air matanya.
“Ca, siapa yang putus? Lo nangis kenapa, sih?“ Dito bertanya lagi. Ketika dia sudah berdiri di samping Eca dan melihat ke layar ponsel gadis itu, dia berdecih kesal. Sekarang, dia tahu alasan Eca menangis sampai membuatnya khawatir seperti ini.
Drama Korea.
Rasanya Dito ingin mencekik Eca sekarang juga. Bisa-bisanya gadis itu menangis seperti ini hanya karena menonton Drama Korea?
“Huaaaa! Kak Dito! Bener-bener sad ending,” teriak gadis itu lagi. Dia membanting ponselnya ke atas kasur, lalu memeluk boneka beruang besarnya. Di pelukan sang boneka beruang, tangis Eca semakin keras saja.
Melihat kelakuan Eca yang terlampau mines itu, Dito geleng-geleng kepala. Dia tak paham lagi dengan apa yang ada di pikiran Eca. “Bener kata Raihan, adik gue nggak waras.“
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...