55. Insiden

172 9 0
                                    

“Enggak, nggak kayak gitu, Monica, Pak Angga. Kalian salah paham.“

Dito gelagapan. Belum selesai urusan dengan Angga, kini Monica malah tiba-tiba datang. Dia sangat bingung, rasanya dia tak bisa berpikir. Berbeda dengan Dito, Olivia mencoba untuk tenang. Tak menunjukkan sikap yang mencurigakan. Perempuan itu lantas mengulas senyum.

“Gini … sebenarnya, saya sama Dito ini sepupuan. Saya kakak sepupunya Dito,” ungkap Olivia penuh alibi. Dito sedikit bisa bernapas dengan lega karena alasan keren yang Olivia berikan. Mungkin sesudah ini urusannya akan menjadi rumit, namun setidaknya mereka sudah terlepas dari Angga dan Monica.

“Oh, begitu. Kemarin saya kira kalian sepasang kekasih,” sahut Angga mengangguk.

Sementara itu, Monica hanya diam. Dia menatap Olivia dan Dito.

“Enggak, Pak Angga. Oh, iya, Monica … lo ngapain? Mau beli sesuatu?“ tanya Dito berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Iya. Bu Oliv, saya pengin beli buku gambar.“

Gadis itu berjalan lebih jauh ke dalam koperasi. Dia langsung menuju rak yang terdapat berbagai macam buku. Sementara Olivia melayani Monica, Dito kini mendekati Angga.

“Pak Angga,” panggil Dito pelan.

“Kenapa, Dito?“

“Saya minta tolong sama Bapak buat rahasiain ini dari anak-anak, ya! Saya kurang nyaman kalau banyak yang tahu,” pinta Dito.

“Baik, tapi saya minta satu syarat sama kamu.“

Dito menatap Angga heran. Apa maksudnya?

“Syarat, Pak? Maksudnya?“

“Saya ke sini mau ngambil tanda pengenal. Kata pak kepala sekolah ada di koperasi, kamu bisa bantuin saya?“ jelas Angga kemudian. Dito lega mendengar itu, setidaknya Angga tak berlaku macam-macam.

“Baik, Pak. Saya bakal tanya sama Bu Oliv dulu.“

Dito berjalan ke arah Olivia dan menanyakan tentang tanda pengenal yang Angga maksud. Setelah mencari dan mendapatkan benda itu, Dito menyerahkannya kepada Angga.

“Ini, Pak.“

“Terima kasih, Dito. Bu Oliv, saya duluan!“ pamit Angga ramah.

Tak lama, Monica juga sudah selesai dengan sesi belanjanya. Gadis itu langsung pergi setelah membayar. Kini, di dalam koperasi hanya tersisa Olivia dan Dito yang sama-sama menghela napas lega.

“Gilak, jantungan banget aku, Liv!“ keluh Dito duduk selonjoran di lantai. Rasanya seperti terbebas dari kematian.

“Syukur banget mereka tadi percaya,” timpal Olivia mengambil salah satu buku untuk mengipasi wajahnya. Akibat kejadian tadi, dia sangat gerah sekarang. AC yang terpasang di ruangan itu seakan tak bisa mendinginkan Olivia.

“Kalau hal kayak tadi terjadi lagi, kita sepakat buat ngaku sepupuan, ya? Kalau Eca sepupu dari pihak Mama, kamu sepupu dari pihak Papa. Oke?“

“Oke, Dit. Aku nggak pernah bayangin pacaran sama kamu rasanya bakal kayak uji nyali kayak gini.“

Tawa Dito menggema. Dia gemas dengan pengibaratan yang Olivia katakan.

“Tapi seneng, kan? Nggak nyesel pacaran sama aku, kan?“

Perempuan itu menggeleng dengan senyuman. Namun, sepersekian detik kemudian senyumnya luntur dan digantikan dengan tatapan penuh tuntutan yang dia layangkan ke Dito.

“Tunggu … kamu kok bisa kenal sama Monica?“ tanya Olivia penasaran.

“Monica itu anak yang aku certain ke kamu, Liv. Yang aku tolongin waktu di-bully di rooftop,” jelas Dito.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang