26. Bahagia yang Sederhana

191 16 0
                                    

Di balik pintu kamar Alana yang sedikit terbuka, Nadia tersenyum penuh arti ke arah Dito dan Alana yang tengah belajar bersama Olivia. Kedua anak sambungnya itu terlihat sangat bahagia di dalam sana.

Nadia senang, akhirnya Dito bertemu dengan seseorang yang berhasil membuatnya bahagia lagi. Dan yang terpenting, mau kembali ke rumah walaupun harus karena Alana. Walaupun Olivia berkata bahwa mereka tak memiliki hubungan, namun Nadia dapat melihat bahwa keduanya saling memiliki kepedulian yang besar satu sama lain.

Bagi Nadia, tak masalah siapapun yang akan menjadi pasangan Dito, selama Dito menyayanginya dan mampu membawa Dito ke arah yang lebih baik. Dan Olivia adalah seseorang yang pantas untuk Dito yang keras kepala dan kekanakan.

Tak hanya Dito, Alana juga tampak nyaman dan cocok dengan Olivia. Sikap keibuan dan penyayang Olivia membuat Alana betah berlama-lama dengannya.  Dan Nadia berharap, hadrinya Olivia dapat membuat hubungan kekeluargaan mereka semakin membaik.

Terlalu larut melihat Dito dan Alana, Nadia tak sadar jika kini ada Lukman di belakangnya. Pria paruh baya itu mengikuti Nadia yang diam-diam mengintip kedua anaknya. Senyum kecil terbit di bibirnya melihat Dito dan Alana yang terlihat bahagia. Hal yang sudah sangat lama tak dia lihat, dan tentu saja sangat dia rindukan.

"Menurut kamu ... Dito sama Olivia ada hubungan enggak?" tanya Lukman yang membuat Nadia kaget. Wanita itu langsung mendorong Lukman menjauh dari pintu, lalu menatap suaminya dengan tatapan kesal.

"Ngagetin aja, sih?" gerutunya yang langsung mengundang tawa Lukman, wajah kesal Nadia membuat perempuan itu semakin cantik.

"Lagian, kamu suka banget ngintip-ngintip," sahut Lukman tanpa sadar diri.

"Udah lah! Nggak usah ngurusin urusan anak muda," kata Nadia dengan tangan yang menarik Lukman untuk menjauh. Dia ingin memberikan waktu kepada Dito dan Olivia, juga Alana.

Sementara itu, di dalam kamar, Dito memandangi wajah serius Olivia yang tengah mengajari Alana membaca. Duduk berseberangan dengan Olivia dan hanya berbataskan meja membuat akses Dito lebih leluasa untuk menikmati paras rupawan Olivia.

Sebenarnya, dia sudah diberikan tugas oleh Olivia untuk mengerjakan soal. Namun, Dito tak menjalankan perintah itu dengan baik. Menurutnya, dibandingkan soal-soal yang akan membuatnya pusing, wajah Olivia lebih menarik.

Senyuman tak luntur dari bibirnya, Dito sudah selayaknya orang gila hanya dengan memandangi wajah Olivia. Perempuan itu benar-benar membuat Dito hilang kewarasan.

Tak ingin menyia-nyiakan momen berharga itu, Dito mengambil ponselnya yang dia taruh di bawah meja. Mengabadikan potret Olivia menjadi pilihan Dito untuk menjadikannya kenang-kenangan.

"Bu Oliv," panggil Dito pelan. Olivia yang merasa terpanggil pun mendongak, bersamaan dengan itu Dito mengambil foto Olivia dengan ponselnya.

Dan siapa sangka, bunyi yang dihasilkan oleh ponsel Dito membuat Olivia sadar bahwa Dito tengah mengambil fotonya.

"Dito! Ih, pasti jelek banget!"

Tangan Olivia mencoba menggapai ponsel Dito, namun pemuda itu mengangkat tinggi-tinggi tangannya yang membuat Olivia merengut kesal. Mau sekeras apapun dia berusaha, dia tak akan pernah bisa menang melawan Dito.

"Cantik, Bu Oliv," komentar Dito setelah melihat hasil tangkapan fotonya. Senyum lebar dia tampilkan. Di layar ponselnya, Olivia benar-benar terlihat cantik walaupun tak berpose.

"Kak Dito, aku juga mau," sahut Alana ikut serta.

"Ya udah, buruan! Kakak fotoin!" titah Dito yang langsung membuat Alana merapat ke Olivia dan merangkul lehernya erat. Karena Alana, akhirnya Olivia berpose juga. Senyum manis dia tunjukkan, membuat Dito turut tersenyum melihatnya.

"Bertiga, ya!" pinta Dito. Alana mengangguk semangat, sementara Olivia hanya menurut saja. Setelah itu, Dito berpindah posisi di sebelah Alana. Tangannya yang panjang berhasil merengkuh Olivia dan Alana. Ketiganya tersenyum tanpa beban di depan kamera. Mengambil beberapa gambar dengan pose berbeda, dan berhenti ketika Alana mengeluh karena mengantuk.

"Bobo, Sayang!" titah Dito mengusap kepala Alana lembut. Karena sudah sangat lelah, Alana hanya mengangguk pasrah dan pindah ke atas ranjang. Tanpa banyak permintaan, Alana langsung memposisikan dirinya dengan nyaman untuk tidur.

"Pantesan udah ngantuk, jam sembilan ternyata, Buk," ujar Dito melirik jam digital di atas meja sebelah ranjang Alana.

"Iya, Dito. Kamu buruan selesaiin tugasnya!" perintah Olivia lagi, mengingat soal-soal yang dia berikan kepada Dito belum dikerjakan dengan baik oleh pemuda itu.

"Udah malem, Bu Oliv. Saya anterin Bu Oliv pulang aja, ya?" tawar Dito. Dia merasa tak enak dengan Olivia yang akhir-akhir ini sering pulang malam karena harus mengajarinya juga Alana.

Mau bagaimanapun juga, Olivia memiliki kehidupan sendiri yang harus perempuan itu jalani.

"Nggak. Kamu kerjain itu dulu! Setelah selesai, baru saya pulang," kata Olivia keras kepala. Paket soal itu adalah yang terakhir dari semua tugas yang harus Dito kerjakan. Setelah ini, Dito bisa bebas. Lusa, hari Senin, dia bisa kembali masuk ke sekolah karena masa hukumannya telah usai.

"Bener nggak apa-apa? Ini udah malam, Bu Oliv."

"Kalau saya bilang kerjain ya kerjain, Dito!" Olivia berkata seolah-olah dia tengah marah, matanya melotot ke arah Dito namun bibirnya mencoba untuk menahan sebuah senyuman. Tentu saja hal itu malah membuat wajahnya tampak lucu. Sampai-sampai Dito tak bisa untuk tak tertawa.

"Maafkan saya, Bu Guru," ungkap Dito dengan nada penuh penyesalan, yang pastinya juga pura-pura. Jika Olivia memainkan peran sebagai guru galak yang sedang memarahi muridnya, Dito juga bisa berperan sebagai murid yang tak berdaya.

"Udah, ini yang terakhir. Dua hari besok, kamu bisa bebas main sepuas kamu." Senyuman menenangkan turut Olivia berikan kepada Dito ketika berkata seperti itu.

"Oke! Tapi janji ya, Buk. Besok kita kencan."

***

Sembari menunggu Dito mengerjakan soal-soal yang dia berikan, Olivia memilih untuk membaca buku dengan jarak yang agak jauh. Dia duduk bersandar di atas ranjang Alana, di belakang tubuh Dito untuk menghindari pecahnya fokus Dito karena menatapnya.

Dan hujan deras yang tiba-tiba datang membuat fokus Olivia teralihkan. Kepalanya menoleh ke arah jendela, hanya untuk melihat rintik-rintik hujan yang turun. Kembali, pandangannya mengarah pada Dito setelah itu. Terlihat oleh Olivia, pemuda itu tengah tertidur dengan posisi membungkuk dan kepala yang dia jatuhkan di atas meja. Walaupun dalam posisi lesehan, Dito tak akan nyaman tidur di posisi seperti itu.

Kemudian, ketukan pintu membuat Olivia bangkit. Ketika membuka pintu, senyum ramah Nadia langsung menyambutnya.

"Hujan, kamu nginep di sini aja, ya? Kamu bisa tidur di kamar Dito, atau nggak di kamar tamu, biar nanti Tante bersihin," kata Nadia menyarankan kepada Olivia. Hujan di luar yang sangat deras membuatnya khawatir terhadap Olivia juga Dito. Jika Olivia menginap, banyak kemungkinan Dito juga ikut menginap. Dia tak perlu khawatir tentang keadaan putranya.

"Nggak usah, Tante. Biar nanti saya pesen taksi aja," tolak Olivia tak enak. Nadia sudah terlalu banyak berbuat baik padanya. Rasanya sangat canggung bila harus menerima kebaikan Nadia lebih banyak lagi.

"Nggak apa-apa, Sayang. Kalau kamu nggak enak sama Tante, minimal kamu ngelakuin ini demi Dito."

"Maksudnya?" Olivia menatap Nadia tak mengerti.

"Kalau kamu pulang, Dito juga bakal pergi nanti. Tante khawatir kalau dia naik motor hujan-hujan kayak gini."

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang