14. Berkat Hujan (2)

456 19 0
                                    

Pukul enam pagi, Olivia sudah rapi dengan pakaian formalnya. Namun, hujan deras baru saja kembali datang. Kini, dia sedang menyiapkan sarapan di dapurnya. Suap ayam dan bakso goreng sudah tersaji di meja makan. Tinggal menyiapkan minuman hangat untuknya, Dito dan Alana. Namun, suara langkah kaki kaki yang kian mendekat membuat perhatian Olivia teralihkan. Perempuan itu menoleh, lalu melihat Alana dengan rambut berantakan berjalan ke arahnya.

"Kamu udah bangun?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Olivia disertai senyum manis yang menghiasi wajahnya.

"Udah, Kak. Kakak ngapain?" tanya Alana balik. Bocah kecil itu duduk di salah satu kursi makan, menatap penuh selidik ke Olivia yang nampak sibuk.

"Bikin sarapan. Kamu mau minum apa, Cantik?" tawar Olivia lagi.

"Susu coklat, Kak," sahut Alana yang langsung Olivia balas dengan anggukan.

"Kalau Kak Dito sukanya minum apa kalau sarapan?"

"Nggak tahu." Alana menggeleng. Karena Dito tak tinggal bersama di rumah, otomatis Alana tak tahu. Banyak hal yang Alana tak ketahui tentang Dito.

"Ya udah, Kakak bikinin kamu minum dulu, ya."

Alana mengangguk mengiyakan. Dengan kondisi yang masih setengah mengantuk, Alana memperhatikan Olivia tengah memasak air panas.

Sementara itu, di ruang kamar Olivia, Dito membuka matanya dengan berat. Pemuda itu tersadar bahwa dia masih di kamar Olivia. Ketika bangkit, selimut merah muda yang membungkus tubuhnya membuatnya tersenyum penuh arti.

"Bu Oliv perhatian banget," gumamnya pelan. Kemudian, Dito bangkit dan melipat rapi selimut yang telah dia pakai. Melihat ke arah luar melalui jendela, Dito menghela napas lelah ketika melihat hujan masih saja turun dengan deras.

Setelah membasuh wajahnya di kamar mandi, Dito berniat keluar untuk mencari keberadaan Olivia dan Alana. Namun, belum sempat dia membuka pintu kamar Olivia, pintu itu sudah lebih dulu terbuka, menampilkan Olivia yang sudah rapi dengan pakaian formalnya.

"Baru aja saya mau bangunin kamu," ungkap Olivia menampilkan senyumnya.

"Saya udah bangun, Buk."

"Ya udah, saya udah masak tadi. Kita sarapan." Olivia berbalik badan, berjalan keluar diikuti oleh Dito di belakangnya.

"Alana ke mana, Buk?" tanya Dito teringat akan adiknya yang belum dia lihat sejak pertama kali membuka mata.

"Alana di ruang makan."

Dito mengangguk paham. Langkah mereka menuju ruang makan diisi dengan keterdiaman setelahnya. Sampai di ruang makan, Olivia langsung mempersilakan Dito untuk duduk di tengah-tengah antara dirinya dan Alana.

"Kamu suka susu coklat, nggak? Saya tanya Alana, dia nggak tahu kamu sukanya apa."

"Iya, Buk. Nggak apa-apa."

Dito menatap segelas susu putih di hadapannya, sebuah senyum dia paksakan keluar. Sejujurnya, dia alergi dengan susu. Gatal dan muntah bisa saja dia rasakan selepas mengonsumsi susu. Namun, dia tak enak untuk mengatakan kepada Olivia. Olivia sudah bersusah payah untuk membuatkannya, dia tak ingin mengecewakan perempuan itu.

"Ayo, dimakan!"

Olivia bergerak untuk mengambilkan makanan untuk Alana dan Dito, lalu mengisi piringnya sendiri. Mereka makan dengan sedikit obrolan ringan. Membahas tentang Alana dan dunia anak-anaknya.

"Kak aku pengin pulang," pinta Alana setelah menyelesaikan makannya. Bocah itu menatap Dito dengan pandangan memohon.

"Masih hujan, Sayang. Lagian Kakak nggak ada jas hujan," kata Dito beralasan. Di tengah hujan deras seperti ini, dia tak ingin membawa Alana dengan motor. Pun dengan jas hujan, udara dingin pagi ini tak baik untuk Alana.

"Tapi aku pengin pulang," ungkap Alana lagi. Wajah memohon yang dia tunjukkan ke Dito membuat pemuda itu tak tega untuk menolak keinginan adiknya.

"Dijemput Mama aja, ya? Kakak telfonin Mama," tawar Dito yang langsung mendapat anggukan dari Alana. Dito pun mengambil ponselnya dan menghubungi Nadia, setelah telefon mereka tersambung, Dito memberikan ponselnya kepada Alana.

"Ma, jemput, ya! Alana pengin pulang!" kata Alana mengungkapkan tujuannya.

"Iya, Sayang. Suruh Kak Dito share lokasi ke Mama! Nanti Pak Ridwan bakal jemput kamu."

"Oke, Mama. Kenapa nggak Mama aja yang jemput Alana?"

"Mama lagi masak kue kering. Papa kamu pengin," balas Nadia setelahnya.

"Ya udah, Ma. Cepet, ya!" pesan Alana tak sabar.

"Iya, Sayang."

Sambungan telefon terputus, Alana pun memberikan kembali ponsel Dito, yang langsung Dito terima dengan baik.

"Suruh kasih lokasinya, Kak! Nanti Pak Ridwan ke sini!" kata Alana. Dito mengangguk, lalu melaksanakan apa yang baru saja Alana katakan.

"Yang ke sini Pak Ridwan?" tanya Dito menatap Alana.

"Iya, Mama lagi bikin kue," papar Alana sesuai apa yang Nadia sampaikan tadi.

Dito mengangguk paham.

Setelahnya, Dito menatap Olivia yang tengah mencuci piring bekas mereka makan di wastafel. Dito akhirnya bangkit, bermaksud untuk membantu Olivia.

"Bu Oliv nanti berangkat ke sekolahnya gimana?" tanya Dito seraya meraih salah satu piring yang sudah Olivia cuci untuk dia bilas.

"Nunggu reda, kalau nggak reda pakai jas hujan," balas Olivia tanpa mengalihkan pandangannya dari piring yang sedang dia cuci.

"Sopir saya bakal jemput Alana nanti, Bu Oliv bareng aja. Kan searah," saran Dito tak ingin Olivia kesusahan untuk sampai ke sekolah.

"Nggak usah, Dit. Nggak perlu repot-repot kayak gitu!" tolak Olivia halus.

"Nggak apa-apa, Bu Oliv. Al, nanti Kak Oliv bareng kamu sekalian, ya?" Dito beralih menatap Alana, meminta persetujuan adik kesayangannya itu.

"Emangnya Kak Oliv mau ke mana, Kak?" balas Alana balik bertanya.

"Ke sekolah Kakak."

"Mau sekolah kok nggak pakai seragam." Alana berucap dengan polos, menatap Olivia dari atas sampai ke bawah. Dia memang tak tahu jika Olivia adalah seorang guru di sekolah Dito.

"Cerewet banget kamu! Udah, kamu nunggu di ruang tamu aja!" titah Dito yang mengundang tatapan tak suka dari Alana.

"Kakak kayak Mama, suka ngomel!" cibir bocah itu lalu turun dari kursi. Dengan langkah kecil, Alana berlari untuk mencapai ruang tamu. Meninggalkan Dito dan Olivia seorang diri di sana.

"Kamu duduk aja! Biar saya yang selesaiin."

"Nggak, saya bantuin Bu Oliv." Dengan sifat keras kepala yang sudah melekat, Dito tetap pada pendiriannya untuk membantu Olivia. Mereka akhirnya bekerja sama untuk membersikan piring-piring bekas mereka makan.

Setelah selesai, keduanya melangkah menuju ruang tamu untuk menyusul Alana.

"Bu Oliv mending siap-siap, deh! Sebentar lagi sopir saya pasti dateng," ujar Dito menatap Olivia.

"Serius saya nggak apa-apa kalau bareng Alana? Kamu gimana?" Olivia balas menatap Dito dengan pandangan khawatir, hujan di luar masih cukup deras untuk menempuh perjalanan dengan motor.

"Nggak apa-apa, Bu Oliv. Saya pulang dulu, naik motor, nggak apa-apa."

"Kenapa nggak bareng sopir kamu?"

"Repot nanti ngambil motornya. Udah, nggak apa-apa." Dito tersenyum, mencoba membuat Olivia tenang dan percaya pada ucapannya.

"Kamu pakai jas hujan saya, ya! Biar nggak kebasahan!" tawar Olivia.

Dito mengangguk, merasa Olivia sangat perhatian padanya.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang