45. Rebecca dan Dua Cowoknya

149 13 0
                                    

“Lain kali nggak usah kayak gini!“

Kotak makan yang sangat familier bagi Eca diletakkan begitu saja di atas meja kantin, disusul dengan sebuah suara yang sangat Eca rindukan. Gadis yang sebelumnya tengah makan seorang diri itu pun mendongak, matanya menatap Ibnu yang memasang wajah datar tengah berdiri di sebelah meja yang dia tempati. Tentu saja Ibnu tak sendirian, di sebelahnya berdiri lah seorang Raihan.

“Kak Ibnu? Kenapa? Itu Mama aku buatin spesial buat Kak Ibnu,” kata Eca kemudian berdiri. Senyum merekah kembali terbit ketika akhirnya dia bisa melihat sang pujaan hati.

“Gue nggak butuh. Gue udah sarapan.“ Ibnu berkata dengan nada dingin. Dia sangat kesal dengan Eca yang tak kenal menyerah. Setelah penolakan demi penolakan yang dia terima, gadis itu masih saja terus mengejar-ngejarnya.

“Buat makan siang, Kak. Ini nasi goreng, kok. Nggak bakal basi,” bujuk Eca tanpa rasa malu sedikit pun. Lagi pula, dia tak salah apapun. Dia hanya berniat baik untuk memberikan sesuatu yang spesial untuk kekasih masa depannya.

“Gue nggak bakal nerima apapun dari lo. Berhenti ngerecokin gue kayak gini!“ pinta Ibnu frustrasi. Tak tahu harus dengan cara apa lagi di menjelaskannya kepada Eca jika memang dia tak menginginkan gadis itu.

“Tap—”

“Nggak. Cukup gini aja lo sama gue. Gue nggak bakal suka sama lo. Dan inget, nama gue bukan Ibnu Sirin!“ potongnya cepat.

Setelah mengatakan hal itu, Ibnu langsung saja berjalan menjauh dari kantin. Beruntung, di kantin tak ada orang selain mereka. Kejadian itu tak terlalu membuat Eca malu.

“Kak!“ panggil Eca mengejar Ibnu yang berjalan cepat.

“Ca, nggak usah!“

Raihan yang sejak tadi hanya diam membuka suaranya. Tangannya pun turut mencekal lengan Eca yang berjalan melewatinya. Dia tak ingin Eca mempermalukan dirinya lebih jauh di hadapan Ibmu.

“Lepas, Kak!“ hardik Eca mendorong Raihan pelan. Dia langsung saja berlari ke arah Ibnu dan menarik tangan pemuda itu keras. Membuat Ibnu langsung menghentikan langkahnya dan menatap Eca kesal. Benar-benar kesal.

“Gila, lo ya?“ bentak Ibnu menatap Eca tajam.

Bukannya takut, gadis itu malah tersenyum lebar ke arah Ibnu.

“Iya, I am crazy about you,” katanya kemudian.

Ibnu berdecak, sangat yakin bahwa Eca benar-benar gila.

“Rebecca, gue nggak suka sa—”

“Belum, Kak. Kak Ibnu cuma belum suka sama aku. Nanti lama-lama juga suka, kok. Tapi syaratnya Kakak nggak boleh ngehindar kayak gini sama aku. Kakak har—”

“Gue nggak mau, Rebecca!“

Lagi-lagi Ibnu memotong ucapan Eca. Nada suaranya pun meninggi yang membuat Eca terkejut. Terlebih lagi, pemuda itu menghempas tangan Eca hingga gadis itu tersungkur ke lantai.

“Kak Ibnu!“

“Nu, jangan kasar!“ bentak Raihan tak terima. Tatapan marah dia layangkan ke Ibnu yang menurutnya sudah kelewat batas.

“Gue nggak peduli,” ucap Ibnu singkat. Setelahnya, pemuda itu pergi dari sana meninggalkan Eca dan Raihan hanya berdua.

“Anak itu bener-bener gila,” cibir Raihan kemudian berjongkok di hadapan Eca yang menunduk dalam.

“Nggak usah nangis,” kata Raihan mengusap kepala Eca.

Mendapat perlakuan seperti itu dari Raihan, Eca langsung mendongak disertai senyum lebar yang dia tunjukkan. Raihan saja sampai terkejut dengan gerakan tiba-tiba Eca.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang