Setengah jam berlalu sejak Olivia memutuskan untuk tidur. Dito yang berbaring di samping Olivia terus menatap perempuan itu sejak tadi. Sementara tangan kanannya sibuk digenggam oleh Olivia, tangan kirinya dia gunakan sebagai bantal kepalanya.
Meyakini bahwa Olivia sudah benar-benar terlelap, Dito menarik tangannya pelan, tak ingin Olivia terbangun dari tidurnya. Butuh usaha lebih bagi Dito untuk melepaskan genggaman tangan Olivia yang kelewat erat. Setelah berhasil terlepas, Dito mengambil beberapa lembar tisu dari atas meja, lalu mulai mengelap keringat yang membanjiri wajah Olivia.
Wajah perempuan itu masih sepenuhnya pucat. Suhu badannya juga masih tinggi sama seperti tadi ketika Dito kembali meletakkan tangannya di dahi Olivia. Untuk meredakan suhu tinggi yang masih bersarang pada Olivia, Dito berinisiatif untuk mengompres perempuan itu. Langsung saja, Dito bangkit dan berjalan keluar dari kamar menuju ke dapur.
Sampai di lantai bawah, Dito melihat Raihan dan Ibnu yang duduk di ruang tamu dengan ponsel mereka. Ada satu teko minuman dingin juga beberapa camilan yang Dito yakini telah disiapkan oleh Mbok Warni.
"Bu Oliv gimana, Dit?"
Raihan yang lebih dahulu menyadari kedatangan Dito pun bertanya, peduli dengan keadaan Olivia. Dia menatap Dito, menunggu jawaban yang akan Dito berikan padanya.
"Udah tidur, mau gue kompres dulu," katanya melanjutkan langkahnya ke dapur.
Tak lama kemudian, Dito sudah kembali dengan membawa baskom berisi air hangat dan selembar handuk mini yang dia minta dari Mbok Warni. Membuka kamar Olivia, Dito kembali duduk di tepi ranjang. Handuk yang dia siapkan dia celupkan ke dalam air hangat, lalu memerasnya dan dia letakkan di dahi Olivia. Berharap deman yang menyerang Olivia akan segera pergi.
"Cepet sembuh, Bu Oliv," ucapnya penuh harap.
Dito kembali bangkit untuk menyusul Raihan dan Ibnu. Pemuda itu bergabung di sofa, bersebelahan dengan Ibnu, kemudian meminum minuman dari salah satu gelas yang ada di atas meja.
"Kalian kalau mau pulang nggak apa-apa, gue bakal di sini jagain Bu Oliv," kata Dito memberi tahu kedua temannya. Dia cukup berterima kasih kepada Raihan dan Ibnu yang cukup siaga, yang selalu ada saat dia butuh. Untuk hari ini cukup, Dito tak ingin menyusahkan keduanya lagi.
"Nurut sama Ibnu gue. Kalau dia pulang, gue ya pulang," sahut Raihan menjauhkan ponselnya.
"Lo ditinggal aman? Butuh apa-apa enggak? Kalau masih butuh kita, ya kita stay aja di sini," tanya Ibnu penuh perhatian. Dia tak mungkin meninggalkan Dito yang mungkin membutuhkan bantuan mereka setelah ini.
"Aman, Nu. Kalian istirahat aja. Di apartemen gue nggak apa-apa, kalau pulang kan agak jauh kalian," saran Dito. Memang benar, ketimbang dengan rumah Raihan dan Ibnu, apartemen Dito memiliki jarak yang lebih dekat dengan rumah Olivia.
"Ya udah ... tapi nanti kalau ada apa-apa kabarin kita, ya?" pinta Ibnu.
Dito mengangguk setuju. "Iya, nanti gue kabarin kalau ada apa-apa."
"Kita pulang ke apartemen lo, ya, Dit!" Raihan meminta izin. Dito dengan senang hati mengiyakan, bukankah sebelumnya dia sendiri yang mempersilakan?
"Hati-hati!"
***
Pukul dua dini hari, Olivia membuka matanya pelan. Menoleh ke samping, Olivia melihat Dito yang sudah terlelap dengan damai. Jika sebelum dia tidur tak ada pembatas di antara mereka, kini ada sebuah guling yang membatasi tubuh keduanya. Olivia tersenyum, takjub dengan sikap Dito yang selalu berusaha menghormati perempuan, termasuk dirinya.
Merasakan sesuatu yang lembab di dahinya, Olivia meraba kepalanya. Handuk yang mengompresnya tadi sudah dingin, membuat Olivia menjauhkannya. Kembali tersenyum, Olivia menduga bahwa yang melakukan ini semua padanya adalah Dito.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romansa𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...