Dito membanting pintu kamarnya keras. Lalu dia menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan kasar. Kedua tangannya dia gunakan sebagai bantalan kepala, matanya mengarah pada langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Kamarnya masih sama seperti saat terakhir kali dia tinggalkan.
"Brengsek!" umpatnya sekali lagi setelah sebelumnya dia hanya bisa mengumpat di dalam hati. Dito tak tahu ada apa dengan dirinya. Yang pasti, dia tak suka dengan Nadia yang berusah menggantikan peran Mamanya. Bahkan, sampai sekarang, Alana tak mengetahui tentang Anjani, Mama kandungnya. Adiknya itu tak diberi tahu oleh Lukman tentang keadaan Anjani. Yang Alana tahu, Nadia adalah Mamanya. Dan Dito sangat tak terima dengan keputusan Papanya. Namun, dia tak bisa melakukan apapun.
"Kakak."
Di tengah kegalauannya, Dito mendengar sebuah suara menyerukan namanya. Pemuda itu menoleh dan mendapati Alana yang tengah menyembulkan kepalanya di pintu kamarnya. Pintu yang tak sepenuhnya terbuka itu hanya menampilkan kepala Alana, sementara tubuhnya tertinggal di luar.
"Kenapa, Sayang?" tanya Dito bangkit. Dia duduk di tepi ranjang dan memberi kode untuk Alana agar mendekat. Bocah kecil itu akhirnya mendekat ke Dito.
"Kak Dito kenapa?" Alana menatap Dito penuh rasa ingin tahu. Dia menyadari bahwa ada yang tak beres dengan Kakaknya. Pertengkaran kecil yang terjadi di ruang makan tadi membuat Alana yakin bahwa Dito tengah tak baik-baik saja.
"Nggak apa-apa. Emangnya kenapa?" Dito tentu saja tak begitu saja menceritakan masalah keluarga mereka ke Alana. Alana masih terlalu kecil untuk mengetahui hal itu.
"Tapi Kakak tadi bertengkar sama Papa. Kita juga belum selesai makan," terangnya dengan wajah menggemaskan.
Dito mengusap kepala Alana lembut, lalu memberikan senyum manisnya.
"Kamu masih laper?"
Dito bertanya hal lain, mencoba mengalihkan pembicaraan agar Alana tak terlalu memikirkan hal itu.
"Masih, laper banget," cicitnya dengan suara kecil. Dito tertawa melihat kelakuan adiknya.
"Ya udah, kita cari makan di luar, yuk? Sekalian muter-muter naik motor sama Kakak. Kan udah lama," ajak Dito yang mengundang senyum merekah Alana. Bocah itu tampak sangat antusias.
"Let's go!"
•••
"Kita mau makan apa, Al?"
Dito yang tengah mengendarai motornya dengan kecepatan pelan sedikit merundukkan kepalanya untuk bisa lebih mudah berbicara kepada Alana. Gadis kecil itu tampak tenang ketika naik di motor Dito bagian depan.
"Terserah Kak Dito aja," pasrah Alana. Dito mengangguk, dia tetap mengendarai motornya dengan pelan karena hari sudah malam dan dia tengah membawa Alana. Tak mungkin dia berkendara ugal-ugalan ketika membawa Alana.
Terus berjalan tanpa tujuan, Dito tanpa sadar melewati jalan menuju rumah Olivia. Dan di depan, rumah perempuan itu tampak jelas. Dito tersenyum dalam diam, lalu melirik sekilas rumah Olivia. Namun, fokusnya teralihkan ketika melihat Olivia yang berdiri tak jauh dari rumahnya. Di pinggir jalan, Olivia melihat Olivia berbicara dengan penjual bakso keliling.
"Mau bakso nggak?" Dito memiliki sebuah ide, dia bertanya pada Alana dan berharap adiknya itu bisa untuk diajak bekerja sama.
"Mau," balas Alana mengangguk semangat. Dito pun tersenyum penuh kemenangan, lalu menghentikan motornya dan menggendong Alana untuk mendekat ke Olivia yang kini tengah duduk menunggu baksonya yang belum selesai dibuat. Olivia tampak menunduk fokus memainkan ponsel.
"Pak, dua, ya!" ujar Dito duduk di kursi sebelah Olivia. Alana juga dia persilakan duduk di sebelahnya. Jadilah kini Dito duduk di antara Olivia dan Alana.
"Siap, Mas."
Dito mengacungkan ibu jarinya ke Bapak-bapak penjual bakso, lalu matanya beralih pada Olivia yang belum menyadari keberadaannya.
"Fokus banget, Buk," sindir Dito yang sontak membuat Olivia menoleh. Perempuan itu tampak terkejut melihat Dito.
"Loh, Dit. Kamu ngapain di sini?" tanya Olivia heran.
"Beli bakso," katanya tak salah sedikit pun.
"Kok sampai sini?"
"Kak, siapa?"
Belum sempat Dito menjawab pertanyaan Olivia, Alana dengan sangat ingin tahunya menyela. Bahkan, bocah itu kini sudah berdiri di hadapan Dito dan bersandar pada tubuh sang Kakak yang tengah duduk.
"Hai, Cantik. Kamu pasti Alana, ya?" Olivia tersenyum ramah ke arah Alana. Dito sudah bercerita sedikit tentang Alana kemarin ketika mereka membeli kado. Seperti apa yang Dito katakan, Alana sangat cantik dan menggemaskan.
"Iya, Kak. Kakak pacarnya Kak Dito, ya?" tanya Alana yang membuat Dito tertawa. Sementara Olivia malah merasa bingung mendapat pertanyaan seperti itu dari anak kecil.
"Buk—"
"Iya, Kakak ini namanya Kak Olivia, pacar Kak Dito," potong Dito cepat. Otak piciknya segera membodohi adiknya itu.
"Ih, Dito! Apa-apaan, sih?" tegur Olivia yang hanya Dito balas dengan kerlingan mata.
"Kakak cantik banget," puji Alana.
"Iya, dong! Kak Dito pinter cari pacar, kan?"
Alana mengangguk mengiyakan, bocah polos itu benar-benar percaya dengan omong kosong yang Dito katakan padanya.
"Mas, Mbak, pesanannya sudah jadi."
Akhirnya, pesanan mereka datang. Ketiganya memakan makanan itu dengan tenang sesekali melempar candaan.
Namun, ketenangan mereka tak bertahan lama ketika rintik gerimis mulai berjatuhan.
"Kamu sama Alana neduh di rumah saya dulu, Dit! Nunggu hujannya berhenti," ungkap Olivia ketika Dito melepas jaketnya untuk menyelimuti tubuh Olivia.
"Iya, Buk. Tolong bawa Alana dulu, ya. Saya bayar makannya sama mindahin motor," ungkap Dito yang langsung dilaksanakan oleh Olivia.
Setelah keduanya pergi, Dito memberikan uang kepada penjual bakso itu yang juga tengah mengamankan kursi-kursinya ke dalam gerobak dorong. Setelahnya, Dito langsung memindahkan motornya ke rumah Olivia. Dan begitu Dito memasuki garasi, rintik hujan tadi berkembang semakin banyak, menciptakan hujan deras di malam ini.
Dito menghembuskan napasnya lega, kakinya melangkah memasuki rumah Olivia. Di dalam, di ruang tamu tepatnya, terlihat Olivia dan Alana yang tengah duduk di atas sofa.
"Udah?" tanya Olivia retoris. Dito mengangguk, lalu duduk bergabung dengan dua perempuan berbeda usia tersebut.
"Kamu masih laper?" Dito menatap Alana penuh perhatian. Tangannya bergerak untuk melepas jaketnya yang sangat kebesaran di tubuh mungil Alana.
"Udah nggak laper, Kak. Tapi ngantuk," keluh Alana lalu menguap.
"Tidur di kamar saya aja nggak apa-apa, Dit," ungkap Olivia memberi saran. Dia tak tega dengan Alana.
"Bener nggak apa-apa, Buk? Malah nggak enak saya, ngerepotin."
"Udah, nggak apa-apa. Kasihan Alana."
Dito akhirnya menyetujui saran Olivia. Dia segera meraih tubuh Alana dan menggendongnya, mengikuti langkah Olivia yang berjalan ke lantai dua melalui tangga.
![](https://img.wattpad.com/cover/283861669-288-k955289.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...