Wanita berhijab yang tampak anggun duduk di ruang tamu, menyambut kedatangan Olivia yang baru saja diantar oleh Dito. Melihat wanita paruh baya itu, senyum Olivia mengembang sempurna.
"Mama!" panggilnya antusias. Divia, Mama dari Olivia yang sudah lebih dulu tersenyum itu bangkit dan merentangkan tangannya untuk menyambut pelukan Olivia.
"Kok nggak bilang kalau mau ke sini?" tanya Olivia lalu membawa Divia untuk duduk di sofa.
"Kamu dari mana aja?"
"Dari rumah temen. Semalam hujan, jadi nginep," terang Olivia tanpa menutupi apapun dari Divia.
"Amanda?" tebak Divia lagi. Setahunya, teman dekat Olivia hanyalah Amanda.
"Bukan, Ma. Gimana ya jelasinnya? Dia itu murid aku di SMA. Kebetulan juga adiknya aku yang ngajar lesnya."
"Dito?" tanyanya sekali lagi yang mampu membuat Olivia terdiam dan menatap Divia penuh selidik. Dia tak pernah menceritakan hal ini kepada Mamanya sebelumnya. Lantas, Divia tahu dari mana?
"Mama, kok—"
"Mbok Warni. Dia bilang kamu sering pulang malam sekarang. Perginya sama Mas Dito, gitu," jelas Divia dengan lirikan jahil yang dia berikan kepada Olivia. Walaupun Olivia adalah anak gadis satu-satunya yang dia miliki, Divia tak pernah membatasi pergaulan Olivia. Karena sejak kecil dia dan suaminya sudah mendidik Olivia. Putrinya itu bisa dipercaya, Olivia tak akan begitu saja mematahkan kepercayaan yang Irfan dan Divia berikan.
"Mama jangan salah paham dulu! Aku sama Dito nggak ada apa-apa, kok," kata Olivia memberikan keterangan. Dia takut Mamanya akan salah paham.
"Kalau ada juga nggak apa-apa. Tapi inget, jaga batasan itu penting!" nasihatnya mengusap kepala Olivia lembut. Sudah 22 tahun, namun dia menganggap Olivia masih seperti gadis kecilnya yang selalu merengek ketika menginginkan sesuatu.
"Nggak, Ma. Aku nggak suka sama Dito," katanya yang disangsikan oleh hati kecilnya. Bagaimana Olivia bisa berkata seperti itu jika nyatanya kenyamanan selalu menyertainya ketika bersama Dito?
"Ya syukur kalau kamu nggak suka. Urusan sama Papa kamu ribet kalau tahu kamu ada hubungan sama anak SMA," ungkap Divia setelahnya.
"Ribet gimana, Ma?" Olivia bertanya ingin tahu.
"Papa kamu akhir-akhir ini sering keluar sama Irgi, Mama khawatir ada yang Papa kamu rencanain." Ucapan Divia mengundang Olivia untuk menatapnya penuh tuntutan.
"Maksud Mama?" beonya kemudian.
"Mama rasa Papa kamu pengin jodohin kamu sama Irgi."
"Nggak mungkin, Ma!" sanggah Olivia tak terima.
Divia tersenyum mendapati respon Olivia seperti itu.
"Udah, nggak usah dipikirin! Kamu mandi aja sana!" titahnya mendorong Olivia untuk kembali berdiri dan pergi ke kamar untuk mandi. Dia tak ingin membuat Olivia berpikiran yang tidak-tidak karena obrolan mereka baru saja.
"Ya udah, aku mandi dulu." Olivia mengangguk, lalu berlari ke arah kamarnya yang berada di lantai dua.
Memasuki kamarnya, Olivia masih memikirkan ucapan Divia tentang Papanya yang berencana menjodohkannya dengan Irgi. Sekarang, sangat masuk akal kenapa Irgi bisa sedekat itu dengan Papanya. Entah siapa yang lebih dahulu memulai, yang pasti Papanya tak keberatan jika dia bersama dengan Irgi, mengingat saat itu Papanya meminta Irgi untuk membersamainya ke acara pernikan. Sedikit pun, dia tak pernah membayangkan menjalin hubungan dengan Irgi. Dan kini, orang terdekatnya malah mendukungnya secara penuh.
Olivia bisa gila jika terus memikirkan hal ini. Bagaimanapun keadaannya, dia harus bisa menolak perjodohan itu jika memang akan terjadi.
Tak ingin membuat kekhawatiran menguasainya, Olivia akhirnya memilih untuk segera mandi. Perempuan itu memasuki kamar mandi dan langsung berendam di dalam bathtub yang sebelumnya sudah dia isi dengan air dan sabun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...