52. Sebuah Alasan

140 10 0
                                    

Dito berjalan santai keluar dari lift. Di tangannya, dia menenteng kantung plastik berisi ayam goreng yang tadi Bunda Karina bawakan ketika dia bermain ke tempat Ibnu. Ketika sudah dekat dengan unit apartemennya, pemuda itu memicingkan mata. Dia melihat Olivia tengah berdiri di depan unit apartemennya dengan keadaan basah kuyup. Pemuda itu lantas berjalan cepat menuju perempuan itu.

“Oliv? Kamu ngapain di sini? Kok bisa basah kayak gini?“ tanya Dito khawatir. Badan Olivia juga sedikit gemetar.

“Kamu lama banget pulangnya, sih? Ditelfon nggak diangkat!“ kesalnya mengusap lengannya yang terasa dingin.

“Hape aku mati kehabisan baterai. Ayo, masuk!“

Dito membuka pintu apartemennya, lalu membawanya Olivia untuk masuk ke dalam. Pemuda itu meletakkan tas dan makanannya di meja, lalu menarik tangan Olivia menuju kamarnya.

“Kamu langsung mandi dulu! Aku cariin baju buat kamu!“ titah Dito mendorong pelan tubuh Olivia ke dalam kamar mandi.

“Jangan lama-lama, ya!“ katanya lagi setelah pintu kamar mandi itu tertutup.

Setelahnya, Dito langsung membuka lemari dan mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk Olivia. Pilihannya jatuh pada celana training panjang dan sweater bergambar kartun yang menutupi seluruh bagian depannya. Setelah mengambil pakaian itu, Dito meletakkannya di atas kasur.

Pemuda itu langsung keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk menyiapkan makanan untuk mereka. Dito menyiapkan dua piring nasi dan teh hangat. Membawanya ke ruang tamu untuk dia nikmati bersama Olivia nanti.

Merasa sangat gerah, Dito membuka baju seragamnya dan menyisakan kaus putih tipis dengan bawahan celana seragam. Pemuda itu duduk di sofa seraya menyaksikan tayangan televisi.

“Dingin banget, Dit!“

Kepala Dito tergerak ke arah sumber suara. Olivia, perempuan itu keluar dari kamar Dito dengan selimut yang melilit tubuhnya. Handuk juga membungkus rambut perempuan itu dengan rapi.

“Duduk sini! Kok bisa kehujanan, sih?“

Dito menarik tangan Olivia untuk duduk di sebelahnya, lalu menanyai kekasihnya itu.

“Tadi waktu rapatnya selesai udah mendung banget, aku nggak bawa jas hujan. Rencananya mau main ke sini dulu, tapi di tengah jalan udah keburu turun hujannya. Waktu sampai sini malah kamu nggak ada, ditelfon nggak diangkat,” jelas Olivia dengan mencebikkan bibirnya.

“Tadi pulang sekolah main ke rumah Ibnu. Baterai hapeku juga mati, Liv. Di sana nggak hujan, serius, deh!“

“Ya udah, nggak usah dipikirin lagi,” sahut Olivia.

“Tapi kamu nggak apa-apa, kan? Pusing nggak? Flu?“ tanya Dito beruntun. Dia ingat, Olivia pernah sakit karena hujan-hujanan. Dia tak ingin hal serupa terulang kembali.

“Nggak ada, cuma laper.“

“Aku tadi bawa ayam goreng dari kedainya Ibnu, sekarang kita makan,” kata Dito dengan tangan yang meraih makanan yang sudah dia siapkan.

“Minum juga tehnya, Liv! Biar anget badan kamu,” titah Dito lagi.

Tanpa banyak kata, Olivia langsung melaksanakan apa yang Dito katakan. Mereka akhirnya makan dengan teman televisi yang menampilkan acara reality show.

“Hujan, Liv. Bentar, mau nutup pintu balkon.“

Dito bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya yang pintunya terbuka. Pemuda itu langsung menutup pintu balkon yang berbahan kaca. Dia berdiri sejenak di sana, memandang langit berawan mendung dan hujan yang turun dengan deras di luar. Tangannya kemudian menutup tirai pintu itu. Setelahnya, dia kembali ke ruang tamu. Olivia sudah membereskan peralatan makan mereka.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang