77. Teror

103 5 0
                                    

Fokus Dito dengan jalanan yang dia lewati terbagi. Pemuda itu melirik ke arah Olivia yang duduk di kursi penumpang depan. Mengamati kekasihnya itu, Dito menyadari ada yang tidak beres dengan Olivia. Sejak tadi dia menjemput perempuan itu di rumahnya, Olivia hanya diam tanpa berkata apapun. Beberapa kali Dito memanggil namanya, Olivia juga tak menyahut.

“Oliv … kamu kenapa?“

Tangan Dito meraih sebelah tangan Olivia, membawa ke pangkuannya. Laju mobilnya dia perlambat, kepalanya kini menoleh ke arah kekasihnya.

“Hah? Kenapa, Dit?“ balas perempuan itu gelagapan. Raut wajahnya tampak kebingungan ketika dihadapkan dengan Dito yang penasaran dengan dirinya.

“Kamu kenapa? Dari tadi diem terus, loh.“ Dito mengulangi pertanyaannya.

“Enggak apa-apa, Dit. Cuma masih ngantuk aja,” katanya beralasan.

“Serius?“

Olivia mengangguk. Dia tak mungkin mengatakan kepada Dito tentang permintaan Papanya untuk menerima perjodohan yang Papanya rencanakan. Dia tak ingin menambah beban pikiran Dito. Dia tak setega itu untuk menghancurkan hati seseorang yang dia cintai.

“Kamu udah bicara sama Papa kamu?“ tanya Dito kemudian. Satu minggu sejak Olivia menangis di apartemennya karena tahu bahwa sang Papa selingkuh, Dito belum mendapat kabar lagi dari Olivia. Walaupun mereka sering bertemu, Olivia tak pernah membahasnya terlebih dahulu. Dito yang ingin mengawalinya pun takut.

“Aku belum nemu waktu yang pas buat ngomong ke Papa, Dit.“ Olivia kembali berbohong.

“Nggak apa-apa, Liv. Kapan pun kamu butuh aku, aku bakal ada terus buat kamu. Okay?“

Dito menyunggingkan senyumnya. Dan hal itu membuat Olivia tersenyum juga. Setidaknya, saat ini dia tak sendiri. Dia memiliki Dito yang menjadi alasannya untuk tersenyum. Dito juga menjadi alasannya untuk tetap kuat.

“Ini nggak apa-apa aku turun di sekolah?“ Olivia menanyakan hal yang sama seperti tadi. Dia khawatir jika hubungan mereka sampai diketahui oleh para warga sekolah. Sejauh ini, hanya Monica, Anggun dan Pak Angga yang tahu bahwa Olivia dan Dito adalah saudara sepupu.

“Nggak apa-apa, Liv. Lagi pula ini masih pagi, paling belum banyak yang dateng,” terang Dito kemudian.

“Ya udah, deh.“

Dito kembali tersenyum. Tangan Olivia yang sejak tadi dia genggam pun dia ciumi. Hingga mereka sampai di sekolah, mereka berpisah di tempat parkir.

“Nanti siang bareng lagi, ya!“

“Iya, Dit. Aku duluan, ya! Bye!“ pamit Olivia melangkahkan kakinya ke arah ruang guru.

Setelah Olivia hilang dari pandangannya, Dito berjalan ke kelasnya. Pemuda itu terus bersenandung selama perjalanan. Beberapa siswa-siswi yang dia kenal pun dia sapa ketika berpapasan dengannya. Entahlah, sepertinya perasaan pemuda itu tengah bahagia.

Melewati salah satu kelas, Dito menghentikan langkahnya. Itu adalah kelas Anggun. Ketika mengintip melalui jendela dan dia melihat keberadaan Anggun di dalam, pemuda itu memutuskan untuk masuk.

“Nggun? Sendirian aja lo?“ sapa Dito duduk di meja pojok paling depan, menatap Anggun yang tengah mengelap mejanya dengan sesuatu yang Dito duga adalah tisu.

“Dit! Gila banget, sih, ini. Coba lo sini!“ perintah Anggun menatap Dito.

Penasaran, Dito pun bergegas untuk mendekati Anggun. “Kenapa, sih?“

Anggun tak menjawab, dia hanya memberikan ponselnya yang menyala ke Dito.

“Anggun, gue harap lo cepet mati. Ini apaan, anjir? Kok serem?“ Dito menerima ponsel dari Anggun, lalu mengomentari foto yang ditujukkan kepadanya itu.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang