65. Pelipur Lara

158 14 0
                                    

“Kamu tadi naik motor apa naik taksi, Liv?“

Dito yang tengah menonton televisi bertanya kepada Olivia yang kini duduk dengan bersandar pada tubuhnya. Keduanya masih betah berlama-lama di ruang tamu untuk menikmati waktu berdua.

“Naik taksi, Dit. Motornya aku tinggal di sekolah. Hujan, tadi dijemput Amanda jadinya,” jelas Olivia sambil memakan camilan di toples yang kini dia dekap.

Dito hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa lagi. Tangannya yang tadi terdiam pun mulai usil, rambut Olivia yang tergerai menjadi target utamanya.

“Dito, risih!“ keluh Olivia ketika Dito mencoba mengepang rambutnya.

“Ih, pinjem bentar pelit banget! Aku dulu diajarin sama Mama ngepang rambut Alana, loh!“ ujar Dito mengingat-ingat ajaran Anjani sambil mempraktekkannya pada rambut Olivia. Walaupun tak rapi, Dito nyatanya berhasil mengepang rambut kekasihnya itu.

“Oh, iya … hampir lupa,” celetuk Olivia lalu membalik badannya. Perempuan itu duduk berhadapan dengan Dito yang penasaran dengan apa yang ingin dia ucapkan.

“Kenapa?“

“Aku pengin tanya. Dulu, Mama kamu kerja, ya?“ Olivia bertanya kepada Dito dengan hati-hati. Dia tak ingin membuat Dito tersinggung karena pembicaraan tentang Mamanya.

“Ehm, iya pernah. Kenapa?“ balas Dito mengangguk.

“Kapan, Dit?“ tanya Olivia lagi.

“Ya dari dulu Mama aku kerja, Liv. Tapi bukan di perusahaan Papa. Mama berhenti kerja kayaknya beberapa bulan sebelum kecelakaan itu,” jelas Dito sesuai apa yang dia tahu.

“Emangnya kenapa, sih?“ Dito menatap Olivia heran. Kenapa tiba-tiba kekasihnya itu menanyakan tentang Mamanya?

“Enggak apa-apa, sih. Kemarin itu, waktu aku sama Mama lagi beresin barang-barang yang mau disumbangin, aku lihat foto Papa sama temen-temen kantornya. Di sana aku lihat orang yang mirip sama Mama kamu,” jelas Olivia pada akhirnya.

“Oh, gitu. Ya mungkin itu emang Mama aku, Liv. Dulu Mama suka banget kerja, kadang sampai dimarahin Papa karena suka lembur,” kata Dito.

“Kapan-kapan nanti kalau mau njenguk Mama kamu, aku ikut, ya?“ pinta Olivia.

Dito mengangguk. “Iya, nanti kalau aku ke sana, aku bakal ngajak kamu.“

Olivia menganggukkan kepalanya. Perempuan itu kembali mengubah posisinya duduk untuk menyandarkan tubuhnya pada tubuh Dito. Lagi, dia menikmati camilan sambil menonton tayangan sinetron di televisi.

“Suapin!“

Dito membuka mulutnya, meminta Olivia untuk menyuapinya. Tak perlu berkata dua kali, Olivia langsung menyuapkan camilan itu ke dalam mulut Dito.

“Manis banget, Liv. Nanti kamu gendut kalau kebanyakan makan kayak gitu!“ ujar Dito tak bermaksud apa-apa.

Namun, Olivia malah langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan tak terima. “Emang kenapa kalau aku gendut?“ semprotnya.

“Ya enggak apa-apa. Tetep cantik,” goda Dito tersenyum manis.

“Apaan, sih, Dit? Receh banget,” cibir Olivia tersipu.

“Ini bukan kebohongan, Oliv. Kamu bakal tetep cantik mau bagaimana pun,” komentar Dito.

“Dasar, berondong! Kamu masih kecil, nggak usah sok bikin baper orang tua!“

“Dih, umur hanyalah angka, tahu! Aku tuh udah dewasa!“ Dito membanggakan dirinya.

“Siapa bilang kamu udah dewasa?“

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang