11. Konflik Keluarga

294 19 0
                                    

Dito menatap rumah megah di hadapannya yang sudah lama tak dia kunjungi. Memantapkan hatinya, Dito langsung saja melajukan motornya memasuki gerbang yang menjulang tinggi.

Turun dari motornya, Dito tak lupa membawa bungkusan yang sudah dia siapkan sebelumnya. Sebuah kotak berbungkus kertas kado berwarna merah muda.

Tanpa salam, Dito langsung saja membuka pintu utama rumah itu. Rumah dua lantai itu tampak sepi tanpa penghuni. Tak membuang waktu lagi, Dito langsung saja memasuki rumah itu lebih dalam. Tepatnya ke halaman belakang yang dia yakini orang yang dia cari ada di sana.

Di halaman luas yang ada berbagai macam bunga yang indah, dan kolam renang yang besar, Dito melihat seorang bocah kecil tengah duduk di atas rerumputan. Di sana, gadis kecil itu tengah disuapi oleh seorang wanita yang menyandang status sebagai Mama tirinya.

Dito berjalan mendekat.

"Alana," panggil Dito lembut. Gadis kecil itu menoleh, raut wajahnya berubah sangat ceria kala melihat kakak laki-lakinya yang sudah lama tak dia lihat.

"Kak Dito ...." Bocah itu bangkit, lalu berlari menuju Dito yang kini telah berlutut seraya merentangkan tangannya.

"Alana kangen sama Kak Dito," ujar gadis kecil itu, Alana. Surai panjangnya menjuntai sampai ke punggung, ditambah poni yang menutupi dahinya, membuatnya tampak imut dan menggemaskan.

"Kakak juga kangen sama kamu," balas Dito melepaskan pelukan mereka. Lengkung lebar terpatri di bibirnya, lesung pipi juga menambah kesan manis di wajahnya.

"Ih, Kak Dito kurusan," komentar Alana menilai Dito yang tampak berbeda dari saat terakhir mereka bertemu.

"Biarin, wle! Oh, iya ... Kakak bawa kado buat kamu, selamat ulang tahun!" katanya lagi. Kotak di tangannya dia serahkan kepada Alana. Gadis kecil itu menerimanya dengan senang hati.

"Makasih, Kak. Tapi telat, huh!" cibir Alana dengan wajah pura-pura marah. Pesta ulang tahunnya sudah diadakan semalam, namun sore ini Dito baru datang dan baru mengucapkan selamat ulang tahun padanya.

"Cuma sehari doang telatnya." Dito membela dirinya.

"Namanya telat tetep aja telat. Dasar!"

Dito terkekeh mendengar dengkusan adiknya. Pemuda itu berdiri sambil meraih tangan Alana. "Masuk, yuk! Buka di dalem!" ajaknya.

"Mama aku masuk sama Kak Dito, ya!" pamit Alana meminta izin ke Nadia yang sejak tadi hanya memperhatikan kedua saudara itu dari jauh. Dito melirik Nadia sekilas, tanpa mau berbicara apapun.

"Jangan nakal! Mama ke belakang, ya!"

Alana mengangguk, lalu bersama-sama masuk kembali ke dalam rumah bersama Dito. Mereka langsung menuju kamar Alana di lantai dua, duduk di kasur empuk Alana yang bercorak Kartun Rapunzel.

"Alana buka ya, Kak?" Alana meminta izin, Dito tentu saja langsung mengangguk mengiyakan adiknya. Matanya terus memandangi Alana yang tampak begitu bahagia sejak kedatangannya.

"Bagus banget, Kak Dito," puji Alana saat membuka kotak itu. Ada sepasang sepatu balet berbahan dasar kanvas. Berwarna merah muda, warna kesukaan Alana.

"Coba dulu dong kalau bagus!" titah Dito yang langsung Alana laksanakan dengan baik. Gadis kecil itu langsung memakai sepasang sepatu itu. Setelahnya, Alana berjinjit dan memutar tubuhnya tanpa kesusahan. Dia memraktikan beberapa gerakan balet yang dia bisa, Dito tersenyum puas melihat itu. Merasa bangga dengan adiknya itu.

"Ih, makin jago narinya. Kamu masih les balet, ya?" tanya Dito. Seperti yang Dito tahu, adiknya yang baru berusia enam tahun itu begitu menyukai balet sampai-sampai meminta untuk dileskan.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang