88. Perjuangan Olivia

123 7 0
                                    

Sembari mengeluarkan pakaian Dito dari dalam koper, Regina memandangi kekasihnya yang sejak tadi hanya diam. Lelaki itu hanya duduk di kursi belajarnya setelah menata buku-bukunya. Pandangannya pun menatap kosong ke arah pintu balkon yang terbuka.

“Dito … kenapa?“ tegur Regina menghampiri kekasihnya itu. Dia berdiri di sebelah Dito.

Didatangi oleh Regina, Dito langsung merubah posisinya untuk menghadap perempuan itu. Kepalanya mendongak dengan tangan yang meraih pinggang Regina. Senyumnya terbit.

“Kenapa apa?“ Dito balik bertanya. Tak mungkin sekali dia mengatakan kepada Regina bahwa dia tengah memikirkan Olivia.

“Kamu dari tadi diem aja, aneh,” ungkap Regina mengatakan kebingungannya.

“Enggak apa-apa. Capek aja aku,” aku Dito beralibi.

“Ya udah, kamu tidur aja. Biar aku yang lanjut natain barang-barang kamu,” usul Regina mengusap kepala belakang Dito. Senyumnya mengembang manis, terlihat sangat menawan.

Menggeleng, Dito menolak usulan Regina. Lelaki itu bangkit dari posisinya. “Enggak, ayo aku bantuin kamu!“

Keduanya lantas kembali memindahkan pakaian dan beberapa barang Dito yang dia bawa dari rumah.

“Bajunya udah hampir aku masukin lemari semua. Tinggal beberapa. Kamu pasang sprai, gih!“ titah Regina.

“Siap, Bos!“ Dito menyahuti. Dia langsung membuka lemari dan mengambil satu set sprai dan bed cover. Dia menjalankan perintah kekasihnya.

Sementara itu, Regina melanjutkan kegiatannya. Di tengah-tengah itu, Regina menemukan sebuah kotak yang terselip di antara baju-baju Dito. Karena penasaran, Regina membukanya. Keningnya mengerut, merasa heran karena tak pernah sekali pun melihat  Dito memakai jam tangan tersebut. Lagi pula, jam tangan tersebut masih terlihat baru.

“Dit … baru, ya? Aku nggak pernah lihat.“ Regina menanyai Dito dengan tangan yang mengangkat kotak jam tangan tersebut.

Dito yang masih bergelut dengan sprai di kasur menoleh ke arah Regina. Menatap jam tangan pemberian Olivia dua tahun yang lalu. Sejenak, dia terdiam. Namun, selanjutnya dia langsung menghampiri Regina dan mengambil alih jam tangan tersebut.

“Langka ini, Gin. Nggak pernah aku pakai sejak beli,” katanya kemudian meletakkannya di rak lemari paling atas, yang jarang sekali dia buka.

“Aneh. Beli kok nggak pernah dipakai,” cibir Regina lalu melanjutkan menata pakaian Dito.

Mendengar itu, Dito hanya diam. Pikirannya kembali berkecamuk. Bagaimana bisa dia memakainya jika jam tangan itu selalu mengingatkannya kepada Olivia? Ingin sekali Dito membuangnya, namun dia selalu tak bisa. Dia selalu ingin mempertahankan hal-hal yang berhubungan dengan Olivia kendatipun hatinya menderita karenanya.

“Kok ngelamun lagi, sih?“

Lagi-lagi Regina menegur Dito. Lelaki itu  sangat terkejut ketika Regina menepuk pundaknya keras.

“Enggak … aku mikir aja habis ini mau ngapain.“ Dito berucap asal, disusul dengan tawa yang dipaksakan setelahnya.

“Habis ini kamu tidur, aku pulang udah pesen taksi, sebentar lagi dateng,” ujar Regina.

“Kok pesen taksi, sih? Kan aku bisa nganter, Gin!“ Dito menekuk wajahnya, sedikit merasa kesal.

“Enggak apa-apa, katanya kamu capek. Ini udah jam sepuluh, kalau kamu nganter aku, nanti kamu balik bisa-bisa jam dua belas baru sampai. Besok kamu ada kuliah pagi, kan?“ Regina memberi pengertian. Dia sama sekali tak ingin menyusahkan Dito.

Berondong Lovers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang