Sudah sekitar sepuluh menit sejak hujan deras yang tiba-tiba turun, Dito masih berdiam diri di mobilnya dengan menahan rasa kesal. Hal itu dikarenakan Raihan yang memintanya untuk menunggu.
Tadi ketika berangkat, Raihan bersama dengan Anggun menggunakan mobil Anggun. Namun, karena mereka bertengkar dan Anggun marah, jadilah lelaki itu ditinggal sendiri tanpa mendapat tumpangan. Dito yang menjadi korban, dia harus menunggu Raihan dan membersamai sahabatnya itu untuk pulang.
“Lama banget, sih?“ gerutunya kesal.
Tak lama kemudian, Raihan akhirnya terlihat dari kejauhan. Lelaki itu menjadikan tasnya sebagai payung karena rintik hujan masih terus berjatuhan.
“Lari, Han! Lemot banget kayak bekicot!“ teriak Dito membuka jendela mobilnya. Raihan yang tak lagi jauh darinya pun mempercepat langkahnya.
“Lama banget,” cibirnya lagi ketika Raihan sudah masuk ke mobilnya dan duduk di kursi penumpang.
“Lo tahu nggak gue habis ngapain?“ Raihan menatap Dito dengan serius, yang sejatinya tak Dito tanggapi dengan baik.
“Nggak mau tahu gue,” balas Dito cuek. Lelaki itu sibuk memasang sabuk pengamannya dan bersiap untuk menjalankan mobilnya.
“Gue habis bantuin Bu Oliv, anjir. Kasihan banget lagi cari sesuatu di semak-semak,” katanya tanpa mengindahkan penolakan Dito sebelumnya.
Mendengar ucapan Raihan, Dito mengehentikan pergerakannya. Lelaki itu lantas menoleh ke arah sahabatnya.
“Maksud lo … di taman deket masjid?“ Dito mencoba memastikan.
“Iya, Dit. Mana hujan-hujan gi—”
“Kok nggak lo ajak pergi, sih? Bodoh!“ makinya tanpa berpikir panjang langsung keluar dari mobil.
Dari parkiran, Dito berlari menerobos hujan menuju tempat di mana dia meninggalkan Olivia tadi. Walaupun dia sempat beberapa kali terpeleset, dia tetap berlari karena terlalu khawatir dengan Olivia.
Dia tak menyangka bahwa Olivia akan senekat itu untuk mencari kalungnya. Mau dicari sampai besok pun, Olivia tak akan menemukannya. Apakah perempuan bodoh itu akan terus mencari sampai besok?
Sesampainya di tempat tadi, Dito mengedarkan pandangannya untuk mencari Olivia. Namun, dia tak menemukannya. Kakinya lantas melangkah menuju pohon mangga yang tumbuh tinggi.
Semakin dekat, telinganya menangkap suara isak tangis yang dia yakini berasal dari Olivia. Benar, ketika melihat ke balik pohon, perempuan itu tengah terduduk dengan melipat kakinya ke atas. Lututnya menjadi tumpuan lipatan tangannya. Dia menangis dengan wajah yang dia tenggelamkan di lipatan tangan.
Perasaan Dito semakin tak karuan ketika melihat Olivia. Dadanya bagai terhimpit batu besar yang menyebabkannya sulit untuk menghirup udara. Akhirnya, lelaki itu berjongkok di hadapan Olivia. Tangannya dengan sempurna mendarat di belakang kepala perempuan itu yang menyebabkan sang empu mendongak.
“Liv …,” panggil Dito lirih.
“Dit … kalungnya nggak ketemu,” adunya dengan air mata yang sudah bercampur dengan air hujan. Wajahnya basah sempurna, hidungnya juga memerah.
“Kamu bodoh, ya? Kenapa harus dicari, sih? Udah aku buang jauh! Nggak bakal bisa kamu temuin!“ omel Dito berteriak. Angin kencang yang berembus dan suara lebatnya hujan membuat suaranya teredam.
“Iya, aku bodoh! Kenapa harus kamu buang, sih? Kamu nggak tahu betapa berharganya kalung itu buat aku!“ balas Olivia juga berteriak. Dia memukul bahu Dito keras di tengah tangisannya.
“Udah, ayo pergi!“ ajak Dito menarik tangan Olivia. Terlihat, tangan perempuan itu banyak memiliki lecet yang dia duga hasil dari pencariannya tadi. Di tempat itu banyak semak berduri yang tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...