Napasku pendek-pendek dan terengah-engah, aku jadi pusing.
Aku duduk di mobil Bibi Rin, parkir di jalan depan rumah Haruno Sakura. Aku datang ke sini untuk berterima kasih padanya, tapi aku tidak sanggup keluar dari mobil. Tiap kali aku hendak melakukannya, perutku jadi mual hebat.
Aku sama sekali tidak mengerti dengan diriku sendiri. Sakura telah berada di rumahku dan reaksiku tidak seperti ini. Dia berada dekat denganku, menyentuhku, memotong rambutku. Lalu kenapa aku tidak bisa berjalan ke rumahnya dan mengucapkan terima kasih?
Kugenggam pegangan pintu mobil, dan kucoba lagi. Hasilnya sama saja.
Kuletakkan siku di roda kemudi, lalu memegang muka. Pelan-pelan aku menggelengkan kepala sambil menggeram dan memaki diri sendiri.
Aku sudah menyerah hendak bicara dengannya, tapi aku masih bersikeras untuk perbaiki kesalahan, kuputar mobil dan melaju ke toko alat tulis untuk mencari kartu ucapan terima kasih. Setidaknya aku bisa selipkan kartu itu ke dalam kotak suratnya. Aku sungguh yakin bisa mengatasi hal ini.
Tak ada kartu yang bertuliskan “terima kasih atas tumpangannya” atau “terima kasih atas potongan rambutnya”. Cuma ada kartu yang bertuliskan “terima kasih” dalam tinta emas, jadi kubeli saja itu. Lalu aku duduk di mobil selama tiga puluh menit sambil berusaha keras memikirkan apa yang harus kukatakan. Kutulis beberapa kata, lalu merobeknya dan kembali ke dalam toko untuk membeli lagi. Kasir itu melayangkan tatapan aneh padaku, tapi aku mengabaikannya.
Kulakukan hal yang sama dua kali lagi sebelum kusimpulkan bahwa apa yang kutulis ini tidaklah terlalu payah.
Sakura,
Terima kasih telah mengantarku pulang dan memotong rambutku.
Maaf aku lupa bilang terima kasih sebelumnya.
Salam,
Uchiha Sasuke.Kuhirup napas dalam-dalam dan memasukkan kartu kecil itu ke dalam amplop dan menyegelnya. Lalu aku balik amplop itu dan menulis nama Sakura di bagian depan. Kulihat tulisanku sebentar, dan kuputuskan untuk menambahkan nama depannya – Haruno. Aku tersenyum ketika kembali mengemudi ke rumahnya dan berhenti di dekat kotak surat.
Aku sadar belum mencantumkan alamatnya di bagian depan kartu, jadi kutambahkan juga hal itu. Dan tentu saja, karena aku tidak berencana untuk menulis sebanyak itu di amplop, ukuran tulisanku jadi tidak sama. Untung saja masih ada amplop lagi yang belum kugunakan karena salah tulis kalimat di kartu sebelumnya, jadi kukeluarkan kartu yang telah kutulis itu dan memasukkannya ke amplop kosong. Kutulis nama dan alamat Sakura lagi.
Tepat sebelum aku memasukkannya ke dalam kotak surat, terpikir olehku apa mungkin petugas pos mengira surat ini untuk dikirim, bukan untuk diterima, dan bisa-bisa petugas pos membawanya ke kantor pusat. Tapi amplop ini tidak ada cap atau perangko di atasnya, jadi bisa saja surat ini hilang. Sakura akan berpikir aku ini kasar, dan mungkin takkan pernah bicara lagi denganku.
Bagaimana kami akan menyelesaikan tugas?
Kutarik lagi surat itu. Mungkin jika aku tulis alamat pengirim, surat ini akan dikembalikan lagi padaku karena tidak ada perangko. Tapi berapa lama waktu yang dibutuhkan? Layanan pos di Konohagakure terkenal lamban, bahkan sekali pun ada perangko di surat.
Terpikir untuk mengantarnya langung ke pintu rumah Sakura, tapi jantungku berdebar kencang hanya dengan membayangkannya saja. Melihat tangga kecil menuju teras rumah Sakura dan memikirkan harus membunyikan bel membuat perutku mencelos dan hendak memuntahkan seluruh makan malam.
Bibi Rin akan sangat marah jika aku muntah di mobilnya.
Ini membuatku kena serangan panik lagi. Kuletakkan kartu itu di kursi penumpang dan keluar dari mobil. Udara di luar mobil segar dan bersih, ini lumayan membantuku menenangkan diri. Aku bersandar di pintu mobil sambil memegang muka.
“Sasuke?”
Sial, sial.
Kuturunkan tangan dan melihat Haruno Sakura berdiri di tepi jalan dekat kotak suratnya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
Aku menunduk menatap sepatuku dan menendang batu kecil di sana. Ada batu kecil lagi beberapa meter jauhnya, jadi kutendang juga batu itu. Kemudian ada batu ketiga.
“Sasuke? Apa kau baik-baik saja?”
Aku tidak tahu harus menjawab apa. Sungguh, aku tidak baik-baik saja, tapi serangan panik itu telah hilang. Aku bisa bernapas dengan normal dan debar jantung ini tak terlalu kencang lagi. Aku tidak baik-baik saja. Aku perlu memberikan kartu itu pada Sakura, namun aku tidak tahu bagaimana melakukannya.
“Terkadang kau hanya perlu melakukannya, Nak, jangan berpikir. Lakukan saja.”
Suara Ayah muncul di kepalaku pada saat yang tepat. Aku berbalik dan membuka mobil pintu, bersandar ke dalam, dan meraih kartu itu. Jika aku memberikannya langsung pada Sakura, setidaknya kartu ini takkan hilang. Kugenggam amplop, keluar dari mobil, dan berjalan perlahan ke tempat Sakura berdiri. Dia masih memanggil namaku saat aku mengangkat tangan dan memberinya kartu itu. Kuusap rambutku yang lebih pendek ini dan sedikit meringis saat Sakura mengulurkan tangan dan mengambil kartu itu dariku.
Aku tidak tahan melihat Sakura membacanya, jadi aku kembali ke mobil dan pergi dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...