Paman Kakashi berusaha mengajakku bicara, tapi itu tidak berhasil, jadi dia biarkan aku berbaring di sana. TV menyala, tapi aku tidak benar-benar menontonnya. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang tayang. Aku juga tidak terlalu memikirkan apapun. Sepertinya banyak waktu terbuang ketika aku mengalami serangan panik yang parah, aku merasa kosong setelahnya.
Bibi Rin muncul tak lama kemudian dan memasak makan malam. Aku tidak tahu kami makan apa, tapi yang jelas enak dan aku merasa lebih baik setelahnya. Aku cuci piring perlahan sementara Paman Kakashi dan Bibi Rin berdebat dengan pelan di ruang keluarga. Setelah beberapa menit kemudian, Paman Kakashi kembali ke dapur dengan murung dan berkata dia perlu berbelanja. Setelah aku selesai mengeringkan piring, Paman Kakashi sudah pergi dan hanya ada aku bersama Bibi Rin.
Kuletakkan garpu terakhir di laci dan menggantung lap di atas gagang oven sebelum menatap bibiku. Dia berdiri dan menyilangkan tangan di dada sambil bersandar di ambang pintu.
"Kukira gadis itu membuatmu merasa tenang," kata Bibi Rin tiba-tiba. "Tapi kau malah terlihat seperti telah melalui angin puting beliung."
"Itu bukan karena dia," kataku membela diri.
"Lalu kenapa?" Bibi Rin mendesak. "Sesuatu tentang mobil?"
"Aku tidak ingin mobil itu kembali," geramku. Aku langsung sadar telah melakukan kesalahan. Mata Bibi Rin jadi cerah, seolah-olah dia dapat jackpot, dan mana mungkin Bibi Rin akhiri topik itu sampai aku ceritakan semuanya. Bibi Rin sungguh peka.
"Kau benci jika mobilmu harus dibawa ke bengkel," kata Bibi Rin. "Kenapa berubah sekarang?"
Saat ini aku tidak bisa menghindar. Selain itu, adanya kantong belanjaan di meja menandakan kemungkinan besar ada bahan makanan yang lezat. Jadi aku bercerita tentang Sakura yang menjemput dan mengantarku pulang, lalu nongkrong di rumah setelahnya. Kuberitahu Bibi Rin tentang kami duduk di sofa dan dia mengusap rambutku.
"Kau dulu melakukan itu pada Itachi," kata Bibi Rin. "Apa kau ingat?"
"Melakukan apa, Bibi?"
"Itachi berbaring di lantai dan kau mengepang rambutnya," kata Bibi Rin. "Kau masih kecil - mungkin umurmu empat atau lima tahun - tapi kau suka mengepang rambutnya. Itachi tetap tenang berbaring di sana dan membiarkanmu."
"Aku tidak ingat."
"Itu sebelum aku dan Kakashi menikah," kenang Bibi Rin. "Aku ingat betul itu. Sepertinya Itachi tidak pernah melakukan hal yang sama pada rambutmu. Tapi dia tidak mau orang lain memegang rambutnya."
"Aku ingat pernikahan Bibi," kataku.
"Kurasa tidak," dengus Bibi Rin. "Kau bersembunyi sepanjang upacara pernikahan!"
Bayangan gaun putih Bibi Rin dan kerah gatal tuksedo yang harus kukenakan sebagai pembawa cincin kembali di benak ini. Aku tidak berhasil sampai ke ujung altar. Begitu aku lihat banyaknya orang di sana, aku langsung bersembunyi di bawah meja pendeta dan mereka tidak bisa membujukku keluar. Ibu akhirnya melewatkan sebagian besar upacara pernikahan itu.
"Mau duduk di ruang keluarga?" tanya Bibi Rin.
Aku mengangguk dan mengikutinya. Ketika Bibi Rin sampai di sana, dia duduk di sebelah kanan sofa. Aku jadi ngeri dibuatnya. Itu tidak terlihat benar - sama sekali tidak. Sakura yang seharusnya duduk di sana, atau setidaknya seseorang dengan rambut merah jambu, bukan cokelat.
"Kenapa?" tanya Bibi Rin sambil menatapku dari samping. "Aku pasti melakukan suatu kesalahan."
"Sakura duduk di sana," kataku pada Bibi Rin.
"Dan menyentuh rambutmu?"
"Ya."
"Kalau begitu, duduklah bersamaku," perintah Bibi Rin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...