"Sasuke, apa kau punya waktu sebentar?"
Aku berbalik dan melihat Dokter Tsunade berdiri di ambang pintu ruangannya. Kami sudah berpamitan pada Itachi, dan akan kembali ke Konohagakure. Kulirik Paman Kakashi, dan dia mengangguk.
"Silakan," kata Paman Kakashi sambil mengangkat bahu.
Kuikuti Dokter Tsunade ke ruangannya dan duduk di kursi seberang meja. Dari dulu, sesuatu tentang ruangan Dokter Tsunade selalu membuatku gelisah. Mungkin itu karena kami selalu membicarakan Itachi di sini, dan diskusinya tidak selalu merupakan kabar baik, atau mungkin karena aku tahu aku juga berpotensi berakhir di tempat yang sama - terkurung seperti Itachi.
Rasa bersalah menggerogotiku saat memikirkan itu, dan kuharap ada cara untuk menjaga Itachi di rumah. Tidak ada - bahkan jika aku tidak punya masalah sendiri, aku tak bisa mengurus Itachi sekaligus pergi ke sekolah. Satu-satunya pilihan yang bahkan pernah kami pertimbangkan adalah Paman Kakashi atau Bibi Rin berhenti bekerja untuk merawat Itachi, tapi dengan begitu tagihan takkan terbayarkan.
Dengan berbagai hal itu berkecamuk di kepala, aku tanpa sadar mulai mengadu jempol kanan dengan jempol kiri. Aku terus begitu sampai dokter berbicara.
"Bagaimana kabarmu, Sasuke?" tanya Dokter Tsunade.
"Baik," jawabku.
Dokter Tsunade tidak pernah jadi dokterku yang sesungguhnya, tapi selama bertahun-tahun dia merawat Itachi - awalnya sebagai pasien rawat jalan dan kemudian di sini di institusi - dia jadi tahu banyak tentangku. Tanpa asuransi dan perawatan Itachi mengandalkan bantuan pemerintah, aku belum pernah menemui dokter lagi sejak Ibu meninggal, dan Dokter Tsunade tahu itu. Ketika aku datang mengunjungi Itachi, dia sepertinya selalu ingin tahu bagaimana keadaanku.
"Baik. Itu saja?"
Kulirik Dokter Tsunade sebentar dan melihatnya tersenyum. Aku kembali menggosok kukuku.
"Sakura kelihatannya baik hati," kata Dokter Tsunade.
Aku mengangguk.
"Maukah kau ceritakan sedikit tentangnya?"
Seribu hal terlintas di kepalaku tentang Sakura. Bagaimana sabarnya dia, dan bagaimana dia menungguku sampai siap - entah itu untuk mengatakan sesuatu, untuk masuk ke tempat baru, atau untuk membawa hubungan kami lebih jauh. Senang rasanya memiliki seseorang yang mau mendengarkanku tanpa dia merasa wajib melakukannya, dan tanpa lelah menungguku langsung ke inti. Bagaimana dia tampaknya tidak keberatan dengan berbagai hal aneh yang kulakukan, sekali pun kami berdua sadar itu aneh, dan bagaimana rasanya saat dia mengusap rambutku dan kami tertawa bersama nonton acara televisi.
"Dia bermain voli," itulah yang keluar dari mulutku.
"Kalau begitu, dia atletis."
"Ya," jawabku sambil mengangguk. "Aku menontonnya latihan."
"Itu kegiatan baru," kata Dokter Tsunade. "Bagaimana perasaanmu ketika melakukan itu untuk pertama kalinya?"
Teringat aku mondar-mandir di pintu belakang sekolah, melihat ke luar jendela - beberapa anggota tim voli putri sudah ada di lapangan, dan belum yakin jika aku mampu ke sana. Lalu kulihat Sakura berlari dengan baju kaus ketat dan celana yang sangat pendek, jadi aku berhasil meyakinkan diri bahwa pemandangan akan lebih jelas jika aku berada di tribun.
"Sakura membuat hal-hal baru jadi ... sedikit lebih mudah."
"Kalian sepertinya sangat dekat," kata Dokter Tsunade, dan aku mengangguk. "Dia tampak sangat perhatian dan protektif terhadapmu."
Aku kembali mengangguk.
"Kau juga protektif terhadapnya," kata Dokter Tsunade. "Beritamu sampai di surat kabar Sunagakure, tahu."
Leherku jadi terasa panas dan aku melihat lantai. Ada sepotong kertas kecil - bungkus permen, mungkin - di bawah meja dokter. Kumiringkan kepalaku sedikit untuk melihat apa aku bisa baca tulisan yang tercetak di kertas itu.
"Sasuke ..." Dokter Tsunade meletakkan telapak tangannya di atas meja tepat di depan wajahku. "Apa yang kau lakukan itu sangat berani dan tidak mementingkan diri sendiri. Apa kau mengerti maksudku?"
Aku menggelengkan kepala.
"Untuk pertama kalinya dalam hidupmu, kau memikirkan seseorang, selain dirimu sendiri dan keluargamu. Kau sendiri tahu betul bahwa sangat sulit bagimu untuk berhubungan dengan seseorang yang tidak kau kenal dari lahir. Ingat berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk mulai bersahabat dengan Bibi Rin."
"Sakura membuat kue," kataku pelan, dan Dokter Tsunade tertawa.
"Kau ternyata tetap konsisten," kata Dokter Tsunade sambil tersenyum ramah. Setelah jeda beberapa saat, dia bicara lagi. "Apa yang Itachi katakan padamu di kamarnya? Apa yang dia katakan hingga membuatmu tertawa?"
"Um ..." Aku tertawa lagi. "Dia bilang aku salah memberikan barang pada Sakura. Aku seharusnya memberi cincin, bukan arloji."
Mata Dokter Tsunade melebar.
"Itu yang dia katakan padamu?"
"Ya."
"Sasuke, itu ... luar biasa. Apa kau sadar betapa signifikannya itu bagi Itachi?"
Aku mengerutkan dahi dan menggelengkan kepala.
"Dia tidak hanya mengenali hubungan antara kau dan Sakura, tapi dia inisiatif mengambil langkah selanjutnya, dia sadar hubunganmu dapat mengarah ke situasi yang lebih permanen. Di luar itu, dia tunjukkan perhatian terhadapmu - dia khawatir kau salah langkah dalam mengikuti tradisi - dan dia pastikan kau tahu barang apa yang seharusnya diberikan pada calon pengantin."
Aku mengangkat bahu, tidak terlalu paham kenapa itu begitu signifikan.
"Sasuke, Itachi mengoreksi tindakanmu," tekan Dokter Tsunade. "Dia bertingkah sebagai seorang kakak."
Kupikirkan itu sejenak, dan menyadari Itachi sungguh tidak pernah melakukan atau mengatakan hal seperti itu sebelumnya. Bahkan ketika kami masih kecil, aku yang biasanya melakukan berbagai hal untuk membantunya, bukan sebaliknya. Terkadang dia memang mengatakan hal-hal yang jauh lebih masuk akal, tapi itu sangat jarang terjadi. Apa yang Itachi katakan padaku sebelumnya dia lakukan secara sadar; dan itu bukan hal yang pernah dia sampaikan padaku.
"Apa itu berarti obatnya mujarab, Dokter?" tanyaku.
"Terlalu dini untuk mengambil kesimpulan," kata Dokter Tsunade. "Tapi aku anggap itu pertanda baik."
Aku mengangguk dan menatap lagi ke bawah meja, bertanya-tanya obat apa yang mungkin akan mujarab bagiku jika aku mampu membelinya. Dokter Tsunade menanyakan beberapa hal lagi tentang aku dan Sakure, tapi aku tidak terlalu memerhatikannya lagi. Bungkus permen itu membuat jariku gatal.
Aku tidak tahan lagi, jadi kuraih bungkusan permen di bawah meja. Ini bungkus permen stroberi yang biasanya kau ambil di restoran. Kuratakan bungkus itu di paha, jadi terlihat seolah-olah masih ada isinya. Permen stroberi sangat manis, dan aku suka cokelat yang membalut selai stroberi di dalamnya. Aku jadi teringat dengan kue stroberi.
"Dokter Tsunade?" tanyaku gugup.
"Ya, Sasuke?"
"Tolong, jangan beri tahu Bibi Rin," pintaku, "tapi aku lebih suka kue buatan Sakura."
Senyum Dokter Tsunade merekah, dan dia mengangguk dua kali.
"Aku telah disumpah untuk selalu menjaga rahasia," kata Dokter Tsunade.
Aku tidak bisa membantah sumpah dokter, jadi kuterima janjinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...