Bab 27

1.1K 285 56
                                    

Aku tidak bergerak.

Aku bahkan tidak bernapas.

Saat aku merasakan sentuhan bibir Sakura di bibirku, aku hanya membeku. Aku duduk di sana dengan mata terpejam dan merasakan tekanan mulutnya. Sakura mendorong bibirku dengan lembut, lalu sedikit lebih keras. Ciuman pertama dan keduaku digabung. Tekanannya berhenti sejenak saat aku dengar Sakura menarik napas pendek, dan kemudian datang lagi.

Aku masih tidak bergerak.

Jantungku berdebar kencang, lebih daripada saat aku berusaha mengajaknya kencan. Tanganku sedikit terkepal di paha sembari tangan Sakura mengelus wajahku. Sentuhannya lembut, biasanya aku akan bersandar di telapak tangan Sakura, tapi sekarang aku tidak bergerak sama sekali.

Udara sejuk di sekeliling kami menghembus bibirku saat Sakura menjauh dan duduk kembali di atas lipatan kakinya. Kubuka mata, aku fokus pada lututnya di sampingku, tubuhku diam, berpaling darinya. Dengan tatapanku masih terpaku di mulut Sakura, lidahku terjulur dan membasahi bibir. Rasanya berbeda dari yang biasa, tapi tidak apa-apa. Bahkan jauh lebih baik.

Ini menyenangkan.

Sungguh sangat menyenangkan.

Bibir Sakura bergerak kemudian.

“Aku minta maaf,” bisik Sakura. “Tidak seharusnya aku melakukan itu.”

“Apa?” gumamku ketika berusaha memahami apa yang Sakura katakan.

“Seharusnya aku tidak menekanmu, Sasuke. Aku minta maaf!”

Aku berkedip beberapa kali dan menatap mata Sakura yang tampak tegang dan penuh perhatian. Aku kembali melihat bibirnya, aku bertanya-tanya apa yang telah kulakukan hingga Sakura pikir dia perlu minta maaf untuk apa pun itu, tapi aku tidak dapat menemukan kata-kata. Kujilat bibirku lagi saat teringat tekanannya di mulutku.

Aku tidak balas ciumannya.

Sial, sial, sial.

Sakura pasti berpikir aku tidak menginginkannya, atau mungkin aku tidak menyukainya, karena aku tidak balas menciumnya. Aku sama sekali tidak punya pengalaman, tapi aku nonton televisi cukup sering, jadi aku tahu kau seharusnya balas ciuman itu.

“Lagi?” tanyaku pelan saat menatap matanya.

Sakura terdiam dan menatapku selagi aku terus berusaha menatap matanya. Aku tidak bertahan lama – aku harus berpaling setelah beberapa detik – tapi aku terus balik lagi melihat matanya.

“Apa kau yakin?” tanya Sakura.

“Ya,” jawabku dengan sebuah anggukan.

Sekujur tubuh Sakura tampak agak rileks saat dia bergeser di kursi dan kembali menyentuh wajahku. Jemarinya menelusuri rahangku, merayap ke rambut di belakang leherku saat dia kembali bersandar ke arahku. Kupejamkan mata ketika merasakan sentuhan bibirnya di bibirku.

Aku balik menekan bibirnya.

Perlahan-lahan.

Dengan hati-hati.

Untuk sejenak, aku merasa sedang dibawa Ayah ke pusat kebugaran untuk yang pertama kalinya. Ada seorang pelatih di sana yang mengajakku ke belakang dan menunjukkan cara pakai sarung tinju dan kemudian bagaimana memukul samsak. Beberapa kali saja aku memukulnya, aku merasa aneh sekaligus senang. Kemudian begitu aku dapat ritme, mereka terpaksa menarikku dari samsak agar aku mau berhenti.

Kutekan lagi bibir Sakura, kurasakan bibirnya bergerak selaras dengan bibirku. Jemarinya melingkari leherku bagian belakang, mendorongku untuk bergerak lebih banyak, jadi aku melakukannya. Kumiringkan kepala saat aku menciumnya lagi, kali ini tekanannya lebih keras. Tanganku terulur dan menyentuh kaki Sakura, lalu tanganku bergerak dari paha ke pinggulnya, di mana jemariku mencengkeramnya.

Sakura agak tersentak saat aku menariknya lebih dekat, kulingkarkan sebelah lenganku di sekeliling bahunya. Lidahnya menyentuh bibirku, dan aku sama sekali tidak ragu untuk menemuinya dengan lidahku sendiri.

Lebih baik dari kue stroberi.

Lidah Sakura terasa halus di lidahku, dan aku mendapati diri ini mengangkat lututku seperti posisi Sakura – berpindah ke samping dan mencondongkan tubuhku di atasnya. Ini memberiku sudut yang lebih baik, dan aku memanfaatkannya. Kucium lagi Sakura, lidahku masuk ke mulutnya dan tanganku memutar punggungnya ke kursi. Kakinya terbuka, dan sesaat kemudian, aku berada di antaranya, dia terlentang di kursi mobil.

Aku bahkan tidak bisa membayangkan untuk berhenti, jadi aku terus mencium Sakura.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang