Beberapa jam kemudian, aku akhirnya bisa bertemu Sakura lagi, tepat saat kami berdua akan dipulangkan. Dia tampak lelah dan masih terguncang, tapi dia tersenyum ketika melihatku dan melingkarkan lengannya erat-erat di leherku. Kami berdiri di luar UGD sembari Paman Kizashi bicara dengan petugas di meja depan. Sakura masih mengenakan kemejaku, dan aku hanya pakai baju kaus.
“Sakura?” kataku di telinganya.
“Ya?”
“Aku hendak bertanya apa kau ingin pergi ke pesta prom bersamaku,” kataku, “tapi aku mulai berpikir mungkin kita sebaiknya di rumah saja? Mungkin menyewa film atau semacamnya?”
“Aku akan bayar sewa film dan pizzanya,” cetus Paman Kizashi saat dia berjalan melewati kami.
Sakura tertawa pelan di bahuku.
“Sepertinya tiap kali kita merencanakan kencan, tak ada yang berjalan dengan baik,” kataku sambil mengangkat bahu.
“Ya. Lagi pula aku tidak bisa berdansa,” Sakura tertawa. “Aku lebih suka pizza daripada prom!”
Saat itu pukul empat pagi sebelum kami meninggalkan rumah sakit. Mereka memberiku banyak obat penghilang rasa sakit yang membuatku pusing, jadi aku tidak diizinkan bawa mobil pulang. Paman Kakashi dan Bibi Rin datang untuk menjemputku dan membawa mobilku kembali ke Konohagakure. Sakura pulang dengan ayahnya.
Sayangnya, ini sungguh mirip dengan akhir kencan pertama kami yang gagal.
Paman Kakashi mengemudi dalam keheningan, meskipun dia terus menatapku dengan ekspresi aneh. Aku tak bisa terlalu memikirkannya, karena aku sudah tertidur begitu kami masuk ke jalan raya. Sesampainya di rumah, Paman Kakashi membantuku masuk. Agak sulit untuk berjalan, karena obatnya benar-benar melumpuhkanku. Aku tidak sepenuhnya yakin, tapi sepertinya Paman Kakashi bilang betapa bangganya dia padaku ketika menjatuhkan tubuhku di tempat tidur.
Aku terbangun karena telepon berdering, dan terhuyung-huyung turun dari tempat tidur menuju telepon. Saat ini sedang hujan dan di luar cukup gelap, jadi aku tidak tahu jam berapa sekarang.
“Halo?”
“Sasuke?”
“Ya.”
“Ini Kizashi.”
“Oh … um … hai … Paman,” gumamku. Kugosok mata dan berdiri sedikit lebih lurus tanpa alasan yang jelas.
“Dengar, aku ingin bertanya apa kau bisa datang.”
“Apa Sakura baik-baik saja, Paman?”
“Ya ... itu dia.” Terdengar Paman Kizashi menarik napas dalam-dalam lewat speaker telepon. “Dia cuma tidur sebentar-sebentar saja – dia terus mengalami mimpi buruk dan terbangun. Dia masih syok dan bertanya tentangmu.”
“Aku akan segera ke sana, Paman.”
Kukenakan celana jins tanpa berpikir dan masuk ke mobil, menyetir ke rumahnya. Jam di mobil menunjukkan sekarang pukul sembilan dua puluh pagi, meskipun begitu, aku merasa cuma tidur satu jam saja. Kepalaku berdenyut-denyut, sepertinya efek obat pereda sakit sudah habis. Punggung dan bahuku juga kaku.
Segera setelah aku berbelok ke halaman rumah Sakura, aku keluar dari mobil dan melangkah ke pintu. Paman Kizashi sudah ada di sana menungguku, jadi aku tidak perlu mengetuk.
“Dia ada di kamarnya,” kata Paman Kakashi. “Sepertinya dia tertidur lagi, tapi itu takkan berlangsung lama.”
Kulirik ke atas tangga, ke arah tunjuk Paman Kizashi. Aku belum pernah naik ke atas sebelumnya, dan yang pasti tidak pernah masuk ke kamar Sakura. Aku jadi agak panik, tapi kemudian kuingatkan diri ini bahwa ayahnyalah yang memintaku datang dan menunjukkan langsung jalan ke kamarnya, jadi sudah pasti takkan jadi masalah jika aku masuk ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...