Bab 51

1.1K 269 26
                                    

Kami tidak pernah seperti ini. Bahkan sebelumnya, ketika Sakura ada di rumahku setelah aku memukul samsak, ini sungguh berbeda, meskipun kami berada di posisi yang sama di sofa dan berpakaian serupa, atau lebih tepatnya aku menanggalkan pakaian.

Tanpa bergerak, aku terus menatap tangan Sakura yang menyentuh bahuku dengan ujung jarinya, lalu perlahan-lahan turun ke dada dan turun lagi ke perutku. Dia tersenyum kecil, dan lidahnya melesat keluar untuk membasahi bibir.

Begitu Sakura mencapai perutku, tangannya kemudian meluncur ke punggungku dan dia menarikku lebih dekat dengannya. Jantungku berdetak sangat cepat, aku yakin dia bisa dengar. Sensasi bibir Sakura di bibirku, meskipun familier, sepertinya sungguh berbeda dengan cara ini. Ada hasrat yang menjalar dengan cepat dari jemarinya yang menyentuh kulitku sampai ke selangkanganku, dan juga ada sensasi tak terduga di dalam perutku ini di saat yang bersamaan.

Bibir kami bergerak sinkron, dan tangannya naik-turun dari tulang belikatku ke punggung bawah. Kutangkup wajah Sakura, memperdalam ciuman kami sambil memastikan dia masih punya ruang untuk menggerakkan tangannya di sekujur tubuhku. Aku bisa rasakan dan dengar tempo napas Sakura meningkat saat dia agak memiringkan kepala dan mengelus lidahku dengan lidahnya, aku jadi sadar aku telah lama menahan napas, jadi aku harus menarik diri sejenak.

Mata Sakura melebar, seolah ikut menjalari dada dan perutku. Dalam sekejap, Sakura melepaskanku dan meraih ujung bajunya.

“Sakura ...” bisikku, tidak begitu yakin apa yang ingin kukatakan padanya.

“Biar adil,” jawab Sakura lembut sebelum dia menarik baju dari atas kepalanya dan melemparkannya ke belakang sofa.

Kagum adalah satu-satunya kata yang melintas dalam pikiranku.

Aku yakin mulutku menganga ketika menatapnya tanpa malu-malu. Bra berenda putih sekarang jadi satu-satunya yang menutupi buah dada Sakura dari mataku. Mereka bahkan tidak sepenuhnya tertutup, karena bagian atasnya tidak tersembunyi dari pandanganku, tampaknya sebagian payudara Sakura tumpah dari atas.

Tanganku bergerak bahkan sebelum aku sempat memikirkan apa yang sedang mereka lakukan.

Jemariku menelusuri pergelangan tangan Sakura menuju bahunya, dan kemudian perlahan-lahan melintasi tali tipis yang menahan bra-nya. Ada tanda lahir kecil di sisi tali kanan bra Sakura yang anehnya agak berbentuk ikan, seperti goresan kecil di pintu mobilnya. Tanpa berpikir, kucolek lembut tanda lahir itu dengan ujung telunjuk.

Sakura cekikikan, dan suaranya membuat jantungku berdetak lebih cepat.

Mengikuti tali bra Sakura, jariku menelusuri kulitnya, bergerak ke bawah perlahan sampai tepat di atas gundukan yang melengkung naik. Kulirik wajah Sakura dan melihat bibirnya sedikit terbuka. Pandanganku kembali ke tangan, aku lanjut mengelus kulitnya yang halus dan lembut itu.

Tanganku agak gemetaran, dan aku tidak percaya betapa lembutnya kulit Sakura di sana. Aku berhenti tepat di belahan dada Sakura dan menarik napas dalam-dalam. Lalu kuulangi hal yang sama beberapa kali lagi.

Aku menghela napas panjang dan melirik Sakura, bertanya-tanya apa yang harus kulakukan selanjutnya. Aku sudah sangat senang hanya dengan melihat payudara Sakura sampai sore, tapi aku sangat yakin Sakura mengharapkan lebih, aku jadi bertanya-tanya apa yang dia inginkan.

“Aku … aku belum siap … untuk …” kataku terbata-bata.

“Shh ...” Sakura meletakkan jari telunjuknya di mulutku. “Cium saja aku. Kita tidak perlu melakukan yang lain.”

Aku menyanggupi dan saat tubuh kami menempel, begitu juga bibir kami, hangat dan lembut kulitnya menyatu denganku. Tangan Sakura menjelajahi punggung dan lenganku, dan lenganku melingkari sekeliling tubuhnya. Terpikir olehku seperti apa rasanya jika payudara Sakura menempel di dadaku saat ini. Ciuman kami sungguh manis, dan aku merasa akhirnya semua ini … tepat.

Aku tidak tahu kenapa aku bisa seberuntung ini, jadi kunikmati saja segalanya.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang