Bab 73

1.2K 246 20
                                    

Aku sangat senang.

Masih bersemangat karena menyelinap di sekitar rumah Hinata dan berhasil kabur tanpa ketahuan, aku akhirnya menggunakan dua dari tiga kondom yang terselip di laci meja ujung ruang keluarga. Ketika Sakura melihatku menyembunyikannya di sana, dia jadi bertanya di mana lagi aku menyembunyikannya, hingga menyebabkan kami maraton “di mana lagi kami bisa bercinta?” selama seminggu.

Hari ini, kami berada di sofa empuk ruang keluarga – bagian terakhir dari furnitur ruang keluarga yang belum kami nodai. Sakura berada di atasku, tangannya menempel di punggung sofa di atas kepalaku, sementara kakiku menapak ke lantai. Ini memberi pengaruh besar, dan aku bisa membalas tiap gerakannya.

“Apa kau tahu betapa aku menyukainya?” tanyaku sambil menarik bahu Sakura sampai telinganya berada di dekat mulutku. “Bagaimana aku jadi gila ketika melihat payudaramu memantul-mantul seperti itu?”

Begitu aku tahu betapa Sakura suka aku bicara kotor ketika berhubungan seks, kata-kata mulai mengalir keluar secara alami dari bibirku.

Sakura tersenyum nakal dan melengkungkan punggungnya sedikit ke belakang, memberiku pemandangan yang lebih spektakuler. Kucengkeram pinggulnya, kupercepat gerakanku saat dia mengendaraiku.

“Oh, sial, Sasuke!”

“Kau suka itu, bukan?” geramku saat terus mendorongnya. Dia benamkan wajahnya di bahuku dan mengerang. “Dasar ... nakal ... ugh!”

Sakura ambruk di atas tubuhku saat aku ambruk di sofa. Kuelus rambut Sakura sambil menarik kepalanya ke belakang untuk menciumnya dengan lembut.

Saat itulah bel berbunyi.

“Sial, sial, sial!” Aku beringsut di sofa, hampir menjatuhkan Sakura ke lantai. Dia bergerak jauh lebih anggun, melompat dariku dan meraih celana jinsnya sementara aku berjuang melepas kondom. Celanaku ada di lantai dekat Sakura, dan aku segera memasangnya sementara Sakura pakai baju kausku.

“Aku pakai apa?”

“Kau bisa bertelanjang dada!” desis Sakura. “Butuh waktu lama untuk mengancingkan bajuku!”

Dia raih celana boxer-ku dan kemejanya, lalu menggulungnya, dan kemudian melemparkannya ke belakang sofa bersama kondom bekas, aku jadi ngeri dibuatnya. Sakura berusaha merapikan rambutnya sambil memberi isyarat agar aku buka pintu. Kuusap mukaku beberapa kali, dan kemudian berjalan setenang mungkin ke serambi. Kubuka pintu perlahan dan mengintip ke sekeliling. Sosok yang kulihat di sana membuatku terperangah, aku tidak bisa bergerak atau berbicara.

“Hinata!” kata Sakura saat dia datang menghampiri. Dia dorong pintu ke belakang sedikit untuk memperlebar ruang. Bajuku diikat dengan simpul kecil di pingangnya dan rambutnya masih berantakan. Aku berusaha keras menahan keinginan untuk merapikannya, tapi Hinata sepertinya tidak memerhatikan hal itu. “Apa yang kau lakukan di sini?”

Hinata bolak-balik memerhatikan aku dan Sakura sejenak, dan kemudian dia fokus padaku.

“Aku tahu itu kau,” kata Hinata pelan. “Aku tahu kau yang meninggalkan tiket lotere itu di sana.”

•••

Kusiapkan minuman untuk kami bertiga. Minuman Hinata terletak di meja samping sebelah sofa yang beberapa menit lalu aku dan Sakura tempati tanpa sehelai benang pun. Sungguh sulit untuk tidak memikirkan hal itu, tapi kucoba untuk fokus pada posisi dua gelas lain sebelum duduk, Sakura dan Hinata sudah mulai bicara.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang