Aku tidak bertahan lama. Dipertengahan periode ketiga ada latihan kebakaran. Aku kewalahan – terlalu banyak perbedaan. Mereka biasanya melakukan latihan kebakaran setelah makan siang, dan periode ketiga ini terlalu cepat.
Paman Kakashi terpaksa kembali ke sekolah dan membawaku pulang. Paman Kakashi tak banyak bicara di perjalanan, selain bilang aku harus minum valium yang dia ketahui masih tersimpan di lemari kamar mandi lantai atas dan dia tidak mau berdebat tentang ini. Obat itu diresepkan untukku setelah Ibu meninggal, tapi aku hanya meminumnya beberapa kali saja. Obatnya selalu membuatku mengantuk, padahal belum waktunya untuk tidur.
“Kau butuh istirahat tambahan,” Paman Kakashi bersikeras. “Setel ulang sistem tubuhmu sedikit, ya? Aku akan tetap di sini malam ini sampai waktu tidur normalmu.”
Aku menyerah. Aku sama sekali tidak keberatan Paman Kakashi berada di sini, apalagi ketika Paman Kakashi tidak mau berdebat, itu tandanya dia tidak mau dengar omong kosong. Begitu kami kembali ke rumahku, Paman Kakashi keluarkan sekotak ramen instan, lalu menatapku dengan tangan disilangkan di dada sampai aku menelan pil terkutuk itu.
Sepertinya aku tertidur dua belas menit kemudian.
•••
Aku pusing dan bingung, butuh beberapa menit untuk menyadari bahwa aku sedang di sofa dan ini masih sore. Butuh sedikit lebih lama untuk memahami suara-suara orang bicara di ruang makan.
“... sudah lama tidak separah itu,” kata Paman Kakashi. “Dia menyukai rutinitas, tahu? Kau tidak bisa tiba-tiba saja mengacaukan jadwalnya dan berharap dapat hasil yang kau harapkan.”
“Aku tidak tahu ...” Itu suara Sakura yang menanggapi pamanku. “Aku hanya ... maksudku ... kupikir kami agak punya koneksi kemarin, Paman? Tak ada yang pernah mengajaknya pergi kemana pun, dan aku inisiatif mengajaknya ikut ke pantai akhir pekan ini. Aku tidak memikirkan …”
“Jujur saja, kau membuatku terkejut,” kata Paman Kakashi. “Sepertinya kebanyakan paman di posisiku juga akan khawatir ketika masuk rumah dan menemukan keponakan mereka di sofa berbaring dengan seorang gadis. Sejujurnya, aku tak pernah bayangkan itu akan terjadi.”
Kudengar Paman Kakashi tertawa pelan.
“Jangan malu,” kata Paman Kakashi. “Kau pasti tahu itu terlihat seperti apa.”
“Kami tidak—”
“Aku tahu,” sela Paman Kakashi. “Dia memberitahuku. Aku juga bukan orang bodoh atau anak kecil lagi. Sering aku nonton film favorit istriku, jadi aku tahu kalian para perempuan akan menganggap keponakanku itu tampan. Aku juga tahu akan sangat mudah untuk memanfaatkannya. Jika itu terjadi, aku tidak akan tinggal diam.”
Nada suara Paman Kakashi melemah.
“Jadi, bagaimana kalau kau beritahu aku apa yang sedang terjadi di sini?”
“Maksud Paman Kakashi apa?”
“Maksudku, keluargamu dari dulu tinggal di kota ini. Aku sangat yakin kau sudah pernah sekelas dengan Sasuke sejak TK. Kenapa kau menaruh minat sekarang? Dan jangan bilang kau tidak tertarik padanya, karena itu omong kosong.”
Aku memejamkan mata, lalu mengerjap beberapa kali. Penglihatanku kabur dan gatal, tapi aku masih bisa lihat pamanku dan Sakura duduk berseberangan di meja makan.
“Paman Kakashi sedang menyindirku?” Sakura menggeram. “Paman Kakashi pikir aku ingin sesuatu dari Sasuke? Menurut Paman Kakashi apa yang sedang kulakukan, mencuri kehormatannya?”
“Kau akan membuatnya terbangun,” kata Paman Kakashi dengan datar.
Aku ingin membalas, tapi valium selalu membuat lidahku kelu. Aku tak bisa mengeluarkan kata-kata. Sakura merendahkan suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...