Bab 70

1.2K 235 13
                                    

Sakura duduk di sofa menatapku sementara aku sibuk memainkan jari tangan dan pura-pura tidak ada yang terjadi. Itu satu-satunya cara agar aku bisa melewati ini.

“Jadi benar?” Sakura akhirnya berbisik.

Tentu dia takkan biarkan aku mengabaikannya begitu saja.

“Benar apa?” tanyaku. Mungkin jika aku pura-pura tidak tahu apa yang dia bicarakan, aku akan lolos. Mungkin jika aku ambil remote dari meja dan mengganti siaran ke acara ninja yang dibintangi lelaki berambut jabrik yang dia sukai itu, pikirannya akan teralihkan. Kemudian dia akan berhenti memikirkannya.

Sayangnya, aku tidak seberuntung itu.

“Apa benar itu tiket lotere yang keluar jadi pemenang?” Sakura menyambar remote sebelum aku sempat memegangnya.

“Aku tidak tahu,” jawabku. “Aku tidak pernah memeriksanya.”

“Kau tega menyuruhku menggali sampah untuk mencari tiket lotere yang tak pernah kau periksa nomornya?”

“Um ... ya, kurasa begitu.”

“Kenapa kau tidak memeriksanya?”

“Aku lupa,” aku mengaku. “Ada di laci dapur yang penuh dengan hal-hal yang tidak tahu harus kutaruh di mana lagi. Isinya sungguh berantakan dan aku tidak suka melihatnya, tapi Ibu selalu menyimpan barang semacam itu di sana, jadi aku tidak pernah memerbaiki susunannya.”

Sakura duduk tegak dan meraih tanganku.

“Sasuke, itu bisa jadi tiket lotere yang menang!”

“Peluangnya hanya—”

“Persetan dengan peluang!” teriak Sakura sambil berdiri, mengagetkanku. “Kita harus cari tahu!”

Kulirik televisi, mengingat episode siaran sebelumnya, dan mulai berpikir tentang pria kaya raya yang akan kehilangan putranya.

“Bagaimana dengan acara TV tadi?” tanyaku. “Bagaimana jika keberuntunganmu dibatasi?”

“Maksudmu?” tanya Sakura.

“Bagaimana jika aku tidak bisa memiliki keduanya?”

“Keduanya apa?” tuntut Sakura. Aku tahu dia mulai frustrasi, tapi sungguh aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Sambil terus menatap televisi, aku mulai berpikir bahwa episode tadi tidak lagi klise.

“Aku akan mencarinya,” seru Sakura, dan dia berjalan keluar dari ruangan, menuju dapur.

“Tidak, Sakura. Kumohon!” Aku berlari mengejarnya dan memegang tangannya saat dia sampai di dapur.

“Kenapa tidak?” tanya Sakura.

Sakura perlahan berbalik menghadapku, dan aku melepaskan tangannya. Kutarik-tarik rambutku. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan hal ini di dalam kepala, apalagi menjelaskannya pada Sakura. Kuputuskan untuk memulai dari hal dasar.

“Laci itu berantakan,” kataku, begitu kalimat keluar dari mulut, aku langsung tahu taktik seperti itu takkan berhasil. Sakura mengangkat alis dan mengetuk kakinya beberapa kali. Kuputuskan untuk langsung ke inti. “Karena mungkin saja tiket lotere itu yang menang.”

“Memang itulah intinya, Sasuke!” Sakura mengangkat tangannya. “Hadiahnya lebih dari seratus juta riyo, kau tahu itu, bukan?”

“Ya,” kataku.

Sakura diam berdiri dan hanya menatapku sebentar, tangannya sekarang di pinggul. Pikiranku melayang ke malam sebelumnya, ketika tanganku berada di pinggul Sakura saat aku menariknya.

“Sasuke ...” Suara Sakura agak rendah. Matanya tampak seperti menyiratkan peringatan.

Aku menghela napas.

“Dalam acara yang baru saja kita tonton,” aku mulai bicara, “kau ingat dia pikir jika dia menyimpan semua uang itu, dia akan kehilangan putranya.”

“Ya.” Dahi Sakura berkerut dan kebingungan menatapku.

“Aku tidak mau mengambil kesempatan itu,” kataku. “Sebanyak apa pun jumlah uang di dunia ini, itu tidak akan sepadan dengan kehilanganmu.”

“Itu hanya acara TV,” kata Sakura. “Bahkan di acara itu tak ada bukti nyata karena dia buang uang putranya jadi lebih baik.”

“Tapi bagaimana jika itu benar?” tekanku. “Bahkan jika ada peluang – walaupun peluangnya sangat kecil untuk memenangkan lotere – berarti aku harus kehilanganmu …”

Aku bergidik.

“Sakura, itu tidak sepadan.”

“Kau takkan kehilangan aku,” desak Sakura. Dia melangkah ke arahku dan memeluk leherku. “Kenapa kau berpikir begitu?”

“Itu akan mengubah segalanya,” bisikku. “Tak ada lagi yang akan sama - tidak akan pernah. Begitu banyak hal bisa terjadi.”

Otakku memikirkan kemungkinan secepat mulutku mengucapkannya.

“Jika itu benar, dan aku mengklaimnya, orang akan tahu. Sekali pun jika aku mengklaim secara anonim, orang-orang akan tetap mencari tahu. Mereka pasti ingin bertanya padaku tentang hal itu, atau mereka akan mengganggumu, Paman Kakashi, atau Bibi Rin tentang hal itu. Mereka akan cari tahu di mana kita tinggal, dan bahkan akan menemukan Itachi. Semua orang akan berpikir kau mau denganku hanya karena aku kaya, dan mereka akan berasumsi kau sudah tahu tentang tiket lotere itu sejak Februari. Orang-orang akan selalu datang pinjam uang, dan aku akan memberikannya. Kemudian semuanya dengar aku bagi-bagi uang dan orang lain akan datang lagi untuk meminta. Mereka sama-sama membutuhkan. Kemudian aku harus memikirkan siapa yang lebih pantas menerima uang dariku, dan mungkin saja aku berbuat kesalahan, lalu—”

“Ssh, Sasuke, ssh ...” Sakura menyeretku ke sofa dan menarikku duduk di sampingnya. “Tenang, Sayang – tidak apa-apa.”

Aku tidak sadar betapa paniknya suaraku atau tanganku yang mulai gemetaran lagi.

“Itu bisa mengubah segalanya,” kataku padanya. “Itu bisa mengubahku. Itu bisa mengubahmu. Itu bisa mengubah kita. Aku tak mau ambil risiko itu, Sakura – aku tidak bisa. Aku tak bisa tanpamu … aku tak bisa … tak bisa …”

“Sssh,” ucap Sakura lagi. Dia memelukku, dan kucoba untuk menenangkan panik ini.

Untuk kedua kalinya dalam satu jam ini, aku benar-benar panik sementara Sakura terus menghiburku. Itu hanya memperkuat asumsiku bahwa tak ada yang layak hingga mempertaruhkan hubunganku dengan dia, dan aku sama sekali tidak akan cari tahu apakah benar tiket lotere itu yang keluar sebagai pemenang.

Tidak mungkin.

Akhirnya aku tenang, meskipun aku harus mengakui ada banyak hal yang memengaruhiku hingga aku tidak ingin membahasnya lagi. Aku hanya perlu memastikan Sakura bersumpah dia takkan cari tiket itu sendiri. Aku melepaskan diri dari pelukannya dan meletakkan album foto di kotak kardus sebelah sofa.

Aku bahkan tidak mau membayangkan tiket lotere itu, jadi aku kembali berkemas.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang