Kupejamkan mata dalam upaya menilai situasi secara lebih rinci.
Ada sebuah lengan melingkari leherku, memeganginya erat-erat, tapi tidak terlalu kencang. Aku bisa bernapas dengan baik. Masalah yang lebih besar adalah tanganku yang dikepit di punggung. Sebelah lenganku dipegang oleh orang yang sama yang sikunya memegang leherku, dan tangan kananku dilumpuhkan oleh orang kedua, meskipun cengkeramannya tidak begitu ketat.
Tawa Inuzuka memicu amarahku dan jadi pengingat bahwa aku tidak punya banyak waktu sebelum dia menyakitinya – sebelum dia benar-benar menyakiti Sakura. Aku masih bisa dengar tangisan Sakura yang teredam beberapa meter dariku, dan aku tahu aku harus lumpuhkan kedua orang yang memegangiku ini sebelum bisa membantu Sakura. Aku tak punya banyak waktu untuk merenungkan tindakan, jadi aku bergerak sesuai naluri.
Dengan memiringkan kepala sejauh yang kubisa ke kanan, kubuat suara muntah sekeras mungkin. Pria yang memegang lengan kananku mundur setengah langkah untuk menghindari apa yang dia kira akan mengenai wajahnya, dan dia tanpa sengaja agak melonggarkan cengkeramannya.
Dengan tarikan cepat, jarinya terlepas dari lengan bawahku. Sesaat kemudian, sikuku menghantam bagian bawah rahangnya, dan dia mundur. Lengan kananku sekarang bebas, aku tidak ragu untuk mengayunkannya dan meninju hidung orang yang memegangi leherku.
Pikiranku menjerit aku tidak pakai sarung tinju, tapi tangis Sakura yang teredam lebih keras di kepalaku.
Pria berambut gelap dengan masalah jerawat yang parah itu bukanlah seseorang yang kukenal, bahkan sebelum hidungnya patah. Dia cukup kuat, dan cengkeramannya di leherku masih belum goyah. Sebaliknya, dia malah mengencangkan pegangan, yang kuperlukan adalah mengangkat lutut dengan memutar pinggul dan memukul perutnya sekali, dua kali, tiga kali berturut-turut dengan cepat.
Karena udara telah kandas dari paru-parunya, cengkeramannya jadi lemas, hingga aku bisa dengan mudah menunduk dan melepaskan diri darinya. Kusatukan kedua tanganku dan membanting bagian belakang lehernya saat dia menunduk mengatur napas.
Ada yang meninju pelipisku sebelum pria berjerawat itu jatuh ke tanah. Aku meringis karena kulitku di sana terkoyak oleh cincin pria kedua itu. Dia pendek dan kekar, berambut pirang. Dia ayunkan lagi tinjunya ke arahku dan aku merunduk sambil berputar ke kiri, mengangkat kaki dan menendang sisi tubuhnya. Dengan berputar lagi ke sebelah kanan, tendanganku mendarat di sisi kepalanya, dan dia jatuh di samping temannya.
Setelah kedua orang itu ada di tanah, kualihkan perhatian pada Inuzuka dan Sasori. Inuzuka masih di atas Sakura, berlutut di antara kedua kakinya. Tangannya mencengkeram paha Sakura erat-erat, menahannya di aspal yang dingin. Inuzuka tampaknya tidak sadar apa yang baru saja terjadi antara aku dan kedua temannya itu, tapi Sarori sedang mendongak, dia terkejut melihatku. Aku hanya bisa melihat merah karena Inuzuka masih menahan Sakura di tanah, dan aku sudah tidak bisa berpikir lagi.
“Sialan!” teriak Sasori, tapi dia tidak tepat waktu. Kutangani Inuzuka dan mendarat di sisinya, kami berdua berguling.
Aku kembali berdiri dan berbalik menghadap Inuzuka saat Sakura benar-benar menjerit. Kulirik ke samping, Sasori tengah berlari memasuki gang dan tak terlihat lagi. Inuzuka masih di tanah, tampak bingung. Gesper ikat pinggang dan kancing celananya lepas, dan arus amarah membasuh diriku lagi.
Aku berteriak saat melompat di atasnya, mendaratkan lutut dan semua berat badanku ke selangkangannya sebelum bergeser ke atas dan membanting dahiku ke wajahnya. Dia tutupi kepalanya dengan tangan, tapi pukulanku tetap menemukan cara. Wajah, kepala, dada, bahu – aku terus memukulnya. Setiap beberapa kali pukulan, kutinju perutnya lagi sebelum kembali menghajar wajahnya. Beberapa kali aku mengangkat tubuh hanya untuk menerjangkan lututku ke perutnya.
Dia berjuang di bawahku, tapi gerakannya semakin lambat. Aku sangat yakin dia berteriak padaku untuk berhenti, tapi aku tidak peduli apa pun yang dia katakan. Kabut merah yang menyelubungi mataku sepertinya juga memengaruhi pendengaran ini.
Entah berapa lama aku terus menghajarnya. Aku baru tahu ketika aku akhirnya tersentak dan dia tak sadarkan diri. Sakura meringkuk di sana sambil terisak-isak.
Kutinggalkan Inuzuka dan mendekati Sakura, ragu-ragu mengulurkan tangan padanya.
“Sakura, kau baik-baik saja?” Pertanyaan bodoh. Kusentuh bahunya, dan dia tersentak. Ini mengingatkanku pada saat-saat aku tersentak dan menjauh dari orang-orang ketika mereka hendak menyentuhku, dan bagaimana pada awalnya aku juga berbuat hal yang sama terhadap Sakura.
Aku bergerak di belakang Sakura dan membelai rambut dari wajahnya – cara yang sama yang biasanya Sakura lakukan padaku ketika kami sedang di sofa nonton TV. Ketika adrenalin dalam diri menurun, lengan dan kakiku mulai sakit, aku jadi sadar ada luka di kepala dan darah kering di wajah dan rambut.
“Sakura, aku butuh ponselmu.”
Kulihat dadanya naik-turun dua kali untuk menghirup napas dalam-dalam sebelum dia tunjuk dompetnya di tanah. Kuambil dompetnya itu, kukeluarkan ponsel dari sana dan menekan nomor polisi.
“Namaku Uchiha Sasuke,” kataku pelan. “Aku dan kekasihku diserang di gang. Kami butuh ambulans.”
Setelah memberikan operator di telepon semua informasi yang mereka butuhkan, kusimpan kembali ponsel di dompet Sakura dan menoleh dari balik bahuku. Inuzuka masih terkapar di tanah tempat aku meninggalkannya, begitu juga lelaki berambut gelap yang mengunci kepalaku. Baik Sasori maupun pria yang berambut plontos itu telah pergi.
Sakura sedikit bergeser, dan menarik lututnya lebih dekat ke dada. Suara dengusannya terdengar, dan bahunya mulai bergetar selagi dia terus mencengkeram baju compang-camping itu di dadanya. Segera kubuka kancing bajuku, dia tidak mau bergerak, tapi aku berhasil menyorongkan lengan bajuku ke lengannya. Setidaknya bagian depan tubuh Sakura sudah tertutup. Begitu bajuku sudah ada padanya, dia mulai berbaring lagi di aspal, tapi aku menghentikannya.
Takkan kubiarkan Sakura berbaring lagi di tanah, jadi kupeluk dia hingga polisi tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...