Bab 28

1.1K 286 51
                                    

Kami terus berciuman, berciuman, dan berciuman.

Sebelah lenganku terperangkap di bawah tubuh Sakura, jadi aku tidak bisa menggerakkannya, tapi sebelah lagi tanganku bebas, dan kuusap sisi tubuhnya dari atas ke bawah selagi mulut kami bergerak bersama. Jemari Sakura menarik rambutku, menimbulkan sensasi yang berbeda dibandingkan saat kami nonton televisi, tapi masih terasa menyenangkan. Dengan sebelah tangan, Sakura mencengkeram punggungku, menimbulkan getaran ke sekujur tubuh.

Sesekali, kami berhenti sejenak untuk mengambil napas, tapi itu saja. Selain itu kami tetap terhubung – mulut saling mengunci, jantung berdebar kencang, dan tubuh Sakura terjepit di bawah tubuhku di kursi mobilnya. Aku tidak ingin ini berhenti, dan jika dibiarkan begitu saja, aku akan pilih mati kelaparan daripada berpindah.

“Sasuke,” gumam Sakura di bibirku.

“Sakura,” jawabku, balas bergumam di hadapannya. Ibuku penggemar berat opera sabun, dan aku sangat yakin itu respons yang tepat.

“Sasuke ... stop.”

Kuhirup napas sambil menarik diri. Satu kata itu terasa seperti pukulan di dada, dan pikiranku mulai berputar berlawanan arah jarum jam. Aku benci ketika pikiranku begini. Tubuhku masih melayang di atas tubuh Sakura dan aku bertanya-tanya apa kesalahan yang telah kuperbuat, lalu aku sadar seperti apa posisi kami sekarang.

Aku berbaring di atas Sakura, menahannya di kursi mobil. Semua jendela mobil berembun, dan ketika aku lihat wajah Sakura, bibirnya merah dan bengkak.

“Sial, sial, sial, aku minta maaf!” aku berseru saat mundur darinya.

Sakura langsung cekikikan. Dia topang tubuhnya dengan siku dan sedikit berusaha merapikan rambutnya.

“Untuk apa?” tanya Sakura. “Menciumku sampai aku hampir mati? Aku sama sekali tidak keberatan.”

“Kau bilang stop.” Aku menyipitkan mata dan melihat bahunya, aku bingung.

“Sasuke, posisi kita sudah seperti ini sejak lama, dan melakukannya di kursi mobil tidaklah nyaman.”

“Oh.”

Sakura mencondongkan tubuh ke depan dan mencium bibirku sebentar.

“Bagaimana kalau kita bawa ini ke dalam?”

“Kita belum pernah berciuman di sana,” kataku. Aku bahkan tak bisa membayangkannya.

“Kita juga belum pernah berciuman di sini,” jelas Sakura. Dia lambaikan tangan ke arah jendela yang berembun dan kembali terkikik.

“Aku tidak sempat berpikir.”

“Kau memang tidak seharusnya berpikir,” kata Sakura. “Memang semestinya kau biarkan saja terjadi.”

“Tapi, jika kita masuk ke rumah, aku akan memikirkannya.”

“Jangan.” Sakura mengangkat bahunya.

“Mau tidak mau.” Aku duduk bersandar di kursi dan mengusap rambut. “Ketika kita masuk ke rumahku, pertama-tama kita kerjakan PR. Kemudian kita minum soda di ruang keluarga, dan kemudian kita nonton TV. Itu yang kita lakukan.”

“Apa maksudmu kita hanya bisa berciuman di mobilku?” Dari sudut mata aku bisa lihat Sakura memerhatikanku. Dia menggelengkan kepala dan mungkin telah memutuskan aku benar-benar gila.

“Mungkin tidak ...” Suaraku melemah. “Mungkin ada tempat lain. Hanya saja ... kita tidak bisa ketika kita seharusnya melakukan hal-hal lain.”

Sakura menghela napas panjang sambil merosot ke sandaran kursi.

“Bagaimana jika ada tambahan?” tanya Sakura tiba-tiba.

“Tambahan?”

“Ya.” Sakura duduk lebih tegak dan menghadap ke arahku lagi. “Contohnya seperti, bolehkah aku memberimu ciuman ketika kau bawakan aku soda? Sebagai ucapan terima kasih?”

Aku memikirkannya sebentar. Ketika aku membawakan Sakura soda, aku biasanya sedikit membungkuk untuk meletakkannya di atas tatakan gelas. Kepala kami lalu berdekatan, dan jika aku sedikit menoleh, kami bisa berciuman.

“Mungkin bisa,” kataku sambil mengangguk.

“Aku senang ada ruang untuk negosiasi,” kata Sakura. Dia tertawa pelan. “Ayo masuk dan lihat apa yang bisa kita lakukan, karena aku belum selesai denganmu, Uchiha Sasuke.”

“Oke.” Aku penasaran apa yang dimaksud Sakura dengan pernyataan terakhir itu. Kubuka pintu dan menunduk sebentar untuk mengambil tas dari lantai. Saat aku keluar mobil, kutekan goresan bentuk ikan kecil itu sekali lagi – mungkin untuk keberuntungan atau semacamnya – dan kemudian menutup pintu.

Ketika aku berbalik menuju rumah, aku bingung dengan kehadiran mobilku di jalan, diparkir di depan mobil Sakura. Selagi aku memikirkan kenapa mobilku bisa muncul di sana – yang pasti mobilku tidak ada ketika Sakura memarkirkan mobil – aku dengar suara dari depan.

Paman Kakashi sedang bersandar di kap mobil dengan tangan terlipat di dada dan alisnya terangkat. Ada seringai kecil di wajahnya saat menatapku dari atas ke bawah. Dia garuk-garuk bagian belakang kepalanya dengan ujung jari.

“Harimu menyenangkan?” tanya Paman Kakashi sambil terkekeh.

Aku tidak bisa menyangkalnya, jadi kuhirup napas dalam-dalam dan menghadap pamanku.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang