Bab 69

1.5K 244 21
                                    

Dengan mata terpejam, kucoba untuk tetap mengendalikan diri. Dalam hati aku berkata aku tidak perlu gundah. Aku tidak perlu panik. Aku bisa jaga diri dan melewati ini. Sakura ada di ruangan lain, dan semuanya baik-baik saja.

Ini tidak berhasil.

Tanganku mulai gemetaran sampai album foto yang kupegang jatuh ke lantai. Kucoba membungkuk dengan hati-hati, tapi akhirnya agak sempoyongan dan menjatuhkan piring berisi permen dari meja sebelum terjerembab.

“Sasuke?”

Aku tidak sanggup menjawabnya, bahkan ketika lengannya menyentuh bahuku dan wajahku menekan kulitnya, pita suaraku tidak mau berfungsi. Aku terus memejamkan mata dan fokus bernapas, yang dipermudah oleh aroma manis kulit dan rambut Sakura.

Berapa lama hal-hal seperti ini berlangsung akan selalu jadi misteri bagiku. Aku harus fokus pada kenyataan di mana aku berada dan apa yang kulakukan, Sakura masih memelukku di lantai ruang keluarga, dan album foto masa kecilku tergeletak di lantai. Foto orang tuaku sedang menggendongku tampak di halaman yang terbuka.

“Aku merindukan mereka,” kataku pelan. “Sudah begitu lama, kenapa aku masih merindukan mereka?”

“Baru setahun,” kata Sakura. “Itu tidak bisa dibilang sudah lama. Selain itu, kau sedang bersiap-siap memasuki kehidupan baru, masuk akal jika kau teringat bagaimana keadaan sebelumnya. Bukankah itu yang dikatakan Dokter Tsunade padamu?”

“Ya.” Aku menyandarkan kepala pada Sakura dan menghela napas. Kudengarkan dengan seksama detak jantung Sakura dan suara napasnya yang lembut. “Kita sudah boleh bercinta lagi?”

Sakura tertawa.

“Kau tidak bisa lolos dengan mudah,” katanya. “Sudah kubilang, minimal tiga kotak harus selesai dikemas. Kau sudah berada di sini satu jam, namun baru selesai setengah kotak.”

“Aku tidak suka melakukan ini.”

“Aku tahu, Sayang.”

“Tidak bisakah kita pulang-pergi saja?”

“Jaraknya lebih dari tiga jam perjalanan, Sasuke,” dia mengingatkanku. “Kau tahu itu tidak mungkin. Kita bisa berkunjung di akhir pekan. Mungkin kita bisa undang Ayah, Paman Kakashi, dan Bibi Rin untuk makan malam di sini sebulan sekali atau semacamnya.”

“Hari apa?”

“Um ... bagaimana dengan Sabtu minggu kedua?” saran Sakura.

“Setiap bulan?” tanyaku.

“Aku tidak bisa berjanji tiap bulan,” kata Sakura, “tapi akan kita usahakan.”

Sakura sungguh ahli dalam hal ini, dia tidak biarkan aku memanipulasinya – itulah yang dikatakan Dokter Tsunade. Terkadang itu membuatku kesal, tapi aku terus mengingat bahwa Sakura ingin segalanya lebih lancar bagiku.

Hari Minggu kami akan pindah ke Sunagakure untuk menghadiri orientasi kampus.

Tidak mengherankan aku makin tegang, dan kulakukan segala cara agar tidak jadi berkemas. Setelah sepuluh kali percobaan meyakinkan Sakura untuk melakukan hal lain – apa pun itu – dia mulai menyuapku dengan kue. Ketika kue tidak lagi berhasil, dia mulai menyuapku dengan seks.

Kue berpotensi membuatku kenyang, tapi sepertinya aku tidak pernah puas dengan seks.

Kukecup tulang selangka Sakura, dan kemudian mengendus tanda lahirnya yang berbentuk ikan itu. Ini belum cukup, jadi kucolek dengan jari telunjuk. Lalu jari tengah. Lalu jari manis …

“Cukup,” Sakura cekikikan. “Berkemaslah.”

“Aku tidak bisa sekarang,” kataku. Tanganku tegang dan punggungku tegak. Sakura mendorongku lagi untuk berkemas, dan aku memang butuh itu, tapi ini sungguh tidak mudah. Hal yang Sakura sarankan malah membuatku terkejut.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang