Kami saling bertatapan dalam waktu yang lama. Sekujur tubuhku tegang seperti siap untuk melompat, dan yang pasti ada bagian dari diriku yang ingin balas meninjunya, tapi aku tidak pakai sarung tinju. Selain tidak mengenakan sarung tinju, ada sedikit air liur di bibir bawah Kiba yang membentuk gelembung kecil di sana.
Dia meneteskan air liur.
Aku tidak bisa menahan diri – aku tertawa terbahak-bahak.
Kiba mundur, dan matanya melebar saat dia kembali beranjak ke tepi meja dan hampir hilang keseimbangan. Itu bahkan lebih lucu, dan aku tertawa lagi.
“Kau ini kenapa, Orang Aneh?” dia menggeram, tapi aku tak bisa berhenti tertawa untuk merespons.
Shikamaru juga mencibir, meskipun aku tidak tahu apakah dia perhatikan air liur di bibir Kiba atau tidak. Mungkin Shikamaru hanya menertawakan Kiba yang hampir jatuh dari meja. Sudah kubilang duduk di meja itu tidak benar.
Kiba kembali berdiri di lantai, di mana dia seharusnya berada. Dia terus memaki, tapi karena aku dan Shikamaru terus tertawa, aku tak bisa benar-benar fokus mendengar ucapannya. Gelembung kecil air liurnya itu berakhir di dagu saat dia mundur dari meja.
“Ini belum berakhir, Uchiha,” kata Kiba. Dia arahkan jari telunjuknya padaku. “Lihat saja nanti!”
Kiba berbalik dan berjalan keluar kantin. Kulihat Shikamaru yang masih tertawa terbahak-bahak saat dia berdiri dan mengambil apelku.
“Sepertinya kau takkan makan apel ini sekarang, bukan?” tanya Shikamaru.
“Tidak,” jawabku.
Shikamaru mengelap apel itu di baju sebelum menggigitnya.
“Menjijikkan,” gerutuku saat Shikamaru pergi. Kulihat dia menuju antrian kantin, membeli sebuah apel dan meletakkannya di depanku. Aku meliriknya dan tersenyum kecil pada Shikamaru. “Terima kasih.”
“Sama-sama,” kata Shikamaru. “Ada apa dengan si bodoh itu?”
Aku mengangkat bahu.
“Jadi … kau berkencan dengan Haruno Sakura sekarang?”
“Um ...” Aku tidak tahu harus berkata apa. “Kurasa tidak.”
Shikamaru kembali tertawa.
“Mungkin kau harus memikirkannya?”
Aku hanya mengangkat bahu, dan kami habiskan sisa makan siang dalam diam.
•••
“Betapa bodohnya pamanmu itu,” kata Bibi Rin begitu aku masuk mobil. “Sekarang ceritakan padaku tentang gadis itu.”
Kulihat tali tas yang sedang kupegang dan kemudian kulilitkan tali itu di sela-sela jari. Bibi Rin tidak menekan; dia hanya menungguku untuk menjawab.
“Namanya Sakura,” kataku akhirnya saat kami keluar dari parkiran sekolah.
“Aku sudah tahu itu dari Kakashi,” kata Bibi Rin. “Aku juga dapat kesan dia benar-benar mendorongmu untuk cari info di internet, dan sudah kubilang padanya bahwa itu tindakan yang tidak bertanggung jawab.”
Aku tidak bilang apa-apa, meskipun percakapan tentang gunakan Google untuk mencari suatu topik spesifik langsung terngiang di kepala.
“Sudahkah?” tanya Bibi Rin.
“Sudah apa, Bibi?”
Bibi Rin menghela napas panjang dan berlebihan.
“Mencari tentang seks di Google,” kata Bibi Rin.
“Belum.”
“Bagus,” Bibi Rin kembali menghela napas. “Itu hal terakhir yang kau butuhkan.”
Bibi Rin berbelok menuju jalan ke rumahku. Tangannya mencengkeram kemudi mobil dengan erat, dan aku bertanya-tanya apa yang Bibi Rin pikirkan. Bibi Rin tampak gelisah, dan aku jadi bingung apa itu karena sesuatu yang aku katakan atau lakukan. Ketika Bibi Rin berhenti di tepi jalan rumahku, aku segera hendak keluar, namun Bibi Rin menghentikanku.
“Sasuke, kau tahu kau bisa bicara denganku, bukan?” tanya Bibi Rin.
Aku kembali menatap tali tas.
“Kau bisa bicara denganku,” kata Bibi Rin lagi. “Kau bisa tanyakan apa pun yang kau inginkan – tentang perempuan, hubungan, seks – apa saja.”
Tubuhku mulai bergoyang-goyang di kursi. Kucoba untuk menghentikannya, tapi kata itu – seks – terus berputar-putar di dalam kepala. Bibi Rin mengatakan sesuatu yang lain, tapi aku tidak menangkap ucapannya. Kurasakan tangan Bibi Rin di lenganku.
“Tenang,” kata Bibi Rin pelan. “Itu bukan hal yang perlu ditakuti.”
“Aku bahkan belum pernah mencium seorang gadis,” kataku cepat. “Aku bahkan tidak pernah hampir melakukannya. Sepertinya aku tidak mampu.”
“Tentu saja kau mampu.”
“Tidak, kurasa tidak, Bibi.”
“Apa yang biasa kau lakukan sebelum mencoba sesuatu yang baru?” tanya Bibi Rin.
“Baca tentang hal itu,” jawabku. Itu selalu jadi langkah pertamaku. “Kemudian bicara tentang hal itu.”
“Kurasa kali ini harus dilakukan dengan cara sebaliknya,” kata Bibi Rin. “Mari kita bicara terlebih dahulu, kemudian kau dapat membaca lebih banyak lagi jika kau mau.”
“Tidak.”
“Tak ada ruginya kita lakukan itu.”
“Mungkin saja ada.”
“Aku akan membuatkanmu makan malam.”
Kulirik bibiku yang masakannya menyaingi masakan ibuku. Bibi Rin juga tak sering memasak, namun ketika dia melakukannya biasanya itu karena ada acara khusus, seperti perayaan hari besar atau ulang tahun seseorang. Bibi Rin juga membuat kue paling enak di seluruh dunia.
Saat Paman Kakashi pertama kali membawa Bibi Rin ke rumah, baik aku maupun Itachi tak mau mengakui kehadirannya. Itachi tidak menyukainya karena dia tidak pakai arloji, dan keberadaan orang baru di rumah membuat kami berdua gelisah. Itachi benar-benar berteriak dan meraung ketika Bibi Rin masuk ruangan. Itu semua berubah – setidaknya bagiku – ketika Bibi Rin mengambil alih dapur ibuku dan membuat kue.
Mereka kemudian menjadikan masakan Bibi Rin sebagai alternatif terapiku, dan sejujurnya itu lebih sukses daripada apa pun yang telah dicoba oleh dokter dan terapis. Bibiku dan masakannya mengambil peran besar kenapa aku bisa berfungsi di sekolah umum, dan kue buatan Bibi Rin-lah yang jadi alasan utamanya. Akan kulakukan apa pun untuk dapat memakan sepotong kue itu.
“Kue?” bisikku.
“Tentu.”
“Stroberi?”
“Jika kau berjanji untuk mencoba bicara dan tetap tenang,” tegas Bibi Rin.
Kupikirkan sejenak saat kami duduk di mobil dalam keheningan. Terakhir kali Bibi Rin membuat kue adalah saat perayaan tahun baru, dan itu bukan kue stroberi. Bibi Rin membuat kue yang penuh dengan krim putih dihiasi kembang api yang gemerlap.
Bibi Rin tahu kelemahanku, dan sambil menghela napas, kulirik ke arahnya dan mengangguk.
Mana mungkin aku bisa bilang tidak pada kue, jadi sepertinya kami akan akan bicara tentang seks.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...