“Sasuke, apa kau minum?” Mata Sakura terbelalak dan lehernya tampak meregang ke arahku. Aku masih telentang di pasir, punggungku agak gatal, tapi nyaman sekaligus dingin di sini.
Pertanyaan Sakura agak aneh. Ya, aku minum. Aku haus, terutama setelah makan keripik kentang itu.
“Keripiknya asin,” kataku.
Shikamaru dan Shion sama-sama tertawa, Sakura menoleh ke arah mereka dengan tangan di pinggul.
“Apa kalian berdua yang memberinya sari buah?”
“Jangan lihat aku!” kata Shion sambil melambaikan tangannya di depan dada. “Dia sudah tertawa terbahak-bahak bahkan sebelum aku datang ke sini! Aku hanya mengisi ulang gelasnya.”
“Lebih dari tiga kali,” Shikamaru terkekeh. Dia tunjuk ke arahku dengan gelasnya, tangannya bergerak lucu. “Dia baik-baik saja!”
“Jadi kau yang bertanggung jawab!” geram Sakura.
“Tidak,” kata Shikamaru. “Dia sudah pegang cangkir sebelum aku duduk ... kurasa. Maksudku, bukan aku yang memberikannya.”
Shikamaru mulai tertawa lagi, jadi aku bergabung dengannya. Maksudku, jika dia adalah sdra-ku-entah-apa-itu, aku harus tertawa bersamanya, bukan?
“Shikamaru adalah sdra-ku,” kataku pada Sakura.
“Apamu?”
“Itu seperti saudara,” Shikamaru menjelaskan, “tapi tanpa geriatri ... eh ... genetik.”
“Demi Tuhan,” gumam Sakura. “Bantu aku membangunkannya.”
Shikamaru meraih sebelah lenganku dan Sakura memegang satunya lagi. Mereka berdua menarik aku secara bersamaan, tapi tarikan Shikamaru agak lebih kuat daripada Sakura dan aku akhirnya jatuh ke tubuh Shikamaru.
“Kita bukan saudara yang seperti itu!” teriak Shikamaru sambil tertawa lagi. Dia mendorongku, dan aku malah tersungkur di tubuh Sakura.
Ini jauh lebih baik. Lebih lembut juga. Aku terus bersandar padanya untuk menenangkan diri – sepertinya aku agak berkunang-kunang karena bangun begitu cepat – dan Sakura mengusap punggungku. Kuraih pinggul Sakura dan menghirup wangi kulitnya. Aromanya sangat harum, aku jadi ingin mencicipinya.
Makin kudorong tubuhku ke badan Sakura, lalu melumat bibirnya. Sakura mengerang ke dalam mulutku – atau mungkin ingin mengatakan sesuatu – ketika lidahku menyentuh miliknya. Tangan Sakura berada di bahuku, dan jarinya terasa hangat. Terdengar orang bersiul dan tertawa saat Sakura mendorongku.
Aku berhenti mencium Sakura, tapi masih memegang pinggulnya. Kepalaku rasanya tidak seimbang lagi, karena semuanya masih agak berputar. Hidungku bergerak ke bahu Sakura – tepat di samping tali tank top-nya. Aku jadi teringat tanda lahir Sakura yang berbentuk ikan kecil, dan tanganku mulai bergerak naik dari pinggulnya. Jariku mengenai bagian bawah payudaranya yang membulat itu, Sakura langsung meraih tanganku.
“Sasuke!” seru Sakura. “Jangan!”
“Aku ingin mencolek ikannya,” rengekku.
“Oh, Tuhan!” teriak Shion. Dia berbalik sambil pegang kepala sementara Shikamaru kembali menyemburkan sari buahnya.
Kuabaikan mereka dan berusaha memindahkan jariku ke atas payudara Sakura lagi – ingin berada cukup tinggi untuk menggeser talinya sedikit dan menemukan tanda lahirnya itu.
Sakura masih memegang tanganku, dan mendorongnya lagi.
“Sasuke, hentikan!”
“Tapi aku ingin mencolek ikan!” kataku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restless Heart
Fanfiction-- SasuSaku Fanfiksi -- 🍃[SELESAI] • Naruto © Masashi Kishimoto • Butuh perjuangan baginya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dia tak tahan jika harus menghadapi hal-hal yang tak terduga. Namun di sisi lain, seseorang datang dan dengan gigih b...