Bab 46

1.1K 283 63
                                    

Lampu biru, merah, dan putih berkelap-kelip di sekeliling kami saat mobil polisi pertama memasuki gang. Bahkan sebelum polisi keluar dari mobil, ada lagi yang datang dari arah lain. Sakura sepertinya sadar dari syok saat itu dan melihat ke arahku.

“Kau terluka,” kata Sakura. Tangannya naik ke dahiku, tapi tidak sampai menyentuhnya. “Kau berdarah.”

“Aku baik-baik saja.”

Sakura menoleh ke arah cahaya, dan kemudian membenamkan mukanya kembali ke bahuku.

“Apa dia mati?”

“Siapa?”

“Kiba.”

“Tidak,” kataku. Aku menoleh dan melihat dada Inuzuka naik-turun. “Dia cuma pingsan.”

“Kuharap dia mati.”

“Jangan buat aku tergoda,” gumamku.

Polisi pertama berjalan cepat ke arah Inuzuka, meletakkan jarinya di leher Inuzuka sejenak, dan kemudian memeriksa temannya. Dia katakan sesuatu ke radio di lehernya, dan kemudian datang ke tempat aku dan Sakura yang duduk di aspal.

“Sepertinya kalian mengalami malam yang berat,” katanya. Dia menatapku selagi aku menatap sehelai rambut Sakura di bahunya. “Ambulans akan tiba sekitar tiga menit lagi. Apa kalian sudah siap memberitahuku apa yang terjadi?”

Sakura terus membenamkan kepalanya di dadaku, jadi kuberikan gambaran singkat tentang apa yang telah terjadi di gang ini. Polisi menuliskan banyak hal di catatan, dan kemudian menyerahkannya ke polisi lain. Ketika ambulans sudah sampai di sudut, dia letakkan tangannya di bahu Sakura.

“Maaf, Nona,” katanya pelan, “tapi aku perlu menanyakan sesuatu padamu sebelum kita ke rumah sakit.”

Sakura menatap mataku dan kemudian polisi. Dia mengangguk sekali.

“Apa dia sempat penetrasi?”

Tubuh Sakura jadi kaku dalam pelukanku sejenak sebelum dia menggelengkan kepala.

“Sasuke menghentikannya sebelum dia melakukan itu.”

“Sakura terus melawannya,” tambahku.

“Bagus,” kata polisi itu. “Aku akan segera kembali, ya?”

Aku mengangguk, dan Sakura menyandarkan kepalanya ke tubuhku. Dua petugas kesehatan muncul kemudian, dan mengangkat Inuzuka Kiba yang mengerang ke atas ranjang dorong. Aku agak puas ketika polisi memborgolnya ke pinggir ranjang itu. Inuzuka dan lelaki berjerawat itu diborgol dan diangkut ke ambulans, dan kemudian polisi itu berjalan kembali ke arah kami. Kuberikan deskripsi tentang dua orang lainnya, serta nama Sasori, meskipun aku tidak tahu apa nama depannya.

Polisi juga menuliskan semua itu, dan kemudian salah satu mobil polisi pergi.

“Jam berapa sekarang?” tanya Sakura.

“Sebelas tiga puluh,” jawab petugas itu.

“Aku perlu menelepon Ayah,” kata Sakura. “Kita takkan sampai di rumah tepat waktu.”

Sakura akhirnya duduk di sebelahku dan mulai merogoh dompetnya untuk mencari ponsel. Begitu Sakura menelepon, dia memberitahu Tuan Haruno bahwa kami mengalami sedikit masalah dan kami akan pulang terlambat. Aku bisa dengar suara Tuan Haruno makin keras di telepon, tapi ketika Sakura bilang ada yang menyerang kami, Tuan Haruno langsung diam.

“Ayah ingin bicara denganmu, Tuan,” kata Sakura sambil menyodorkan ponsel pada polisi.

“Nona, aku sungguh tidak boleh mendiskusikan ...”

“Ayahku pengacara di Konohagakure,” kata Sakura dengan cepat.

Mata polisi itu agak melebar.

“Haruno Kizashi ayahmu?”

“Ya.”

Polisi mengambil ponsel itu dan menempelkannya ke telinga.

“Tuan Haruno,” katanya di telepon, “Aku Hayate Genma ... dia terlihat baik-baik saja, tapi kami akan membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa sebagai tindak pencegahan … tidak, Tuan … kurasa tidak. Aku dapat keterangan pacarnya berhasil menghentikan hal itu ... ya, Tuan … dia juga akan kami bawa ke rumah sakit – sepertinya dia perlu jahitan … ya, Tuan … oh … ya, tentu saja. Aku bisa mengurus hal itu. Sampai bertemu di UGD.”


•••

Aku meringis ketika seorang perawat menyuntikkan bius lokal sebelum menjahit pelipisku. Sudah kurangkum dua kali kejadian itu dengan dua petugas polisi yang berbeda, dan aku yakin mereka juga melakukan hal yang sama dengan Sakura. Sepertinya mereka hanya ingin memastikan inti yang kami berdua ceritakan itu sama, meskipun mereka tampaknya tidak meragukan apa yang telah terjadi.

Kudengar salah seorang polisi bicara dengan dokter, Inuzuka ternyata tidak hanya mabuk berat, tapi di dalam darahnya juga terkandung zat kokain. Lelaki satunya lagi – yang memiliki masalah jerawat – ternyata menyimpan kokain di sakunya, dan cukup dikenal oleh polisi. Mereka berharap akan dapat lebih banyak informasi lagi ketika Inuzuka sadar nanti.

Ketika aku mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu, saat tinjuku menghantam kepala Inuzuka berulang-ulang kali seperti yang biasa kulakukan dengan samsak, aku seperti mati rasa. Aku ingat saat itu, meskipun rasanya bukan aku yang melakukannya. Segala sesuatu di kepalaku berteriak bahwa Inuzuka akan menyakiti Sakura, dan aku harus pastikan dia takkan pernah mencobanya lagi.

Perawat selesai dengan kepalaku dan kemudian membersihkan luka di buku-buku jariku. Dia juga menyuruhku berbaring miring dan mengoleskan krim, lalu memasang perban di kakiku yang tergores parah di aspal saat aku menjatuhkan Inuzuka.

Tuan Haruno masuk tepat saat perawat itu selesai. Dia mengangguk padanya saat berjalan keluar, melirikku sebentar sebelum hilang dari pandangan. Ayah Sakura berdiri di dekat tirai pemisah antara aku dan lorong terbuka sejenak sebelum dia datang dan duduk di kursi samping tempat tidur.

“Sasuke,” Tuan Haruno mulai bicara, tapi suaranya pecah dan dia menutup mulutnya. Tuan Haruno berhenti sejenak untuk menarik napas dalam-dalam beberapa kali dan mengusap mukanya sebelum lanjut bicara. “Kau menyelamatkan putriku dari hal yang mengerikan. Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan betapa bersyukurnya aku, karena kau bersamanya malam ini.”

Tuan Haruno berdiri dan mengambil beberapa langkah, lalu kembali berbalik.

“Aku akan bayar tagihan rumah sakitmu. Aku tidak mau dengar penolakan apa pun tentang hal itu.”

Tuan Haruno berjalan ke tirai dan menariknya lagi.

“Tuan Haruno?” panggilku.

“Ya?” Dia berbalik lagi untuk melihatku.

Aku pegang-pegang perban di jariku, sejenak berpikir, dan kemudian bicara.

“Takkan kubiarkan siapa pun menyakiti Sakura,” kataku pada Tuan Haruno. “Takkan pernah. Selamanya.”

Aku terus melihat tanganku, tapi dari sudut mata, aku tahu Tuan Haruno sama sekali tidak bergerak. Tak lama kemudian, dia mengusap wajahnya lagi.

“Sasuke?” kata Tuan Haruno sambil menghela napas panjang.

“Ya, Tuan?”

“Panggil aku Paman.”

Sepertinya tak ada alasan bagiku untuk tidak melakukan itu, jadi kusetujui permintaannya.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang